JAKARTA, KOMPAS — Batubara dan sawit, dua komoditas utama Indonesia, mencatatkan performa eskpor yang saling bertolak belakang pada Maret. Ekspor batubara melejit. Sementara ekspor sawit turun.
”Ekspor Maret menggembirakan. Ekspor tidak saja tumbuh positif dibandingkan dengan bulan sebelumnya, tetapi juga dibandingkan dengan Maret 2017,” kata Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (16/4/2018).
Ekspor Maret adalah 15,58 miliar dollar AS. Dengan demikian, ekspor Maret tumbuh 10,24 persen dibandingkan dengan Februari dan tumbuh 6,14 persen dibandingkan dengan Maret 2017.
Ekspor migas sejatinya tumbuh negatif 3,81 persen. Namun, ini terkompensasi oleh ekspor nonmigas yang tumbuh 11,77 persen. Ekspor nonmigas menyumbang 91,41 persen dari total ekspor nonmigas Maret 2018.
Ekspor nonmigas terbesar disumbang oleh batubara dan minyak sawit. Hal ini masih menjadi pola ekspor Indonesia sebagaimana terjadi selama minimal sekitar 10 tahun terakhir.
Uniknya, ekspor batubara tumbuh ketika harganya justru turun. Artinya, faktor pendorongnya adalah tumbuhnya permintaan negara mitra.
Ekspor bahan bakar mineral dengan dominasi batubara di Maret mencapai 2,3 miliar dollar AS atau tumbuh 18,58 persen. Padahal, harga batubara turun, dari 104,7 dollar AS per metrik ton di Februari ke 95,9 dollar AS per metrik ton di Maret. Negara tujuan utama ekspor batubara ialah China, India, dan Jepang.
Sementara ekspor minyak sawit tumbuh negatif ketika harganya justru naik. Artinya permintaan turun. Ini terjadi seiring dengan meningkatnya kampanye negatif terhadap produk minyak sawit.
Ekspor lemak dan minyak hewan/nabati yang didominasi minyak sawit di Maret mencapai 1,7 miliar dollar AS atau tumbuh negatif 1,09 persen ketimbang Februari. Padahal, harga minyak sawit naik dari 663 dollar AS per metrik ton ke 681 dollar AS per metrik ton.
Ekspor terbesar pada Maret juga disumbang oleh mesin dan peralatan listrik, perhiasan dan permata, serta kendaraan dan bagiannya. Ekspor mesin dan peralatan listrik mencapai 701 juta dollar AS atau tumbuh 5,82 persen.
Ekspor perhiasan dan permata mencapai 594 juta dollar AS atau tumbuh 1,63 persen. Adapun ekspor kendaraan dan bagiannya adalah 581 juta dollar AS atau tumbuh 3,98 persen.
Secara total, ekspor Maret yang mencapai 15,58 miliar dollar AS tersebut melampaui impor Maret senilai 14,49 miliar dollar AS. Impor Maret didominasi bahan baku atau bahan penolong sebesar 74,76 persen. Selebihnya adalah barang modal sebesar 16,94 persen dan barang konsumsi sebesar 8,30 persen.
Dengan demikian, neraca perdagangan Maret surplus senilai 1,09 miliar dollar AS. Sebelumnya pada Januari dan Februari, neraca perdagangan Indonesia selalu defisit. Secara akumulasi, Januari-Maret, surplus perdagangan adalah 282,8 juta dollar AS.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan mencapai 3,9 persen di tahun ini. Bahkan, beberapa lembaga investasi memproyeksikan pertumbuhan bisa berkisar 4-4,1 persen. Artinya, momentum pertumbuhan ekonomi dunia menguat.
Sejalan dengan itu, Sri Mulyani berharap permintaan terhadap berbagai macam produk ekspor Indonesia juga akan meningkat. Tidak saja komoditas, tetapi juga ekspor lainnya seperti produk manufaktur.
Terkait dengan dinamika kebijakan perdagangan antara Pemerintah AS dan China, Sri Mulyani mengatakan, hal itu masih harus diikuti seberapa jauh realisasinya. Implikasiknya kemungkinan baru akan tampak pada semester II-2018.
Berkaitan dengan persoalan di Suriah, menurut Sri Mulyani, hal itu kemungkinan akan mengetatkan suplai minyak dunia sehingga harga akan naik. ”Dengan demikian, lagi-lagi komoditas akan mendapatkan keuntungan dari sisi momentum harga dan permintaan yang meningkat. Tetapi, kita tidak boleh lengah karena shock (tekanan ekonomi) itu tidak pakai pendahuluan,” kata Sri Mulyani.