JAKARTA, KOMPAS – Dalam laporan Global Muslim Travel Index (GMTI) 2018 yang dirilis Mastercard dan CrescentRating, Rabu (11/4/2018), Indonesia naik satu peringkat ke posisi kedua dari 130 negara tujuan utama wisata muslim. Indonesia bersanding dengan Uni Emirat Arab (UEA) dengan poin sama, yakni 72,8, sementara Malaysia bertahan di puncak dengan perolehan poin 80,6.
Chief Executive Officer CrescentRating Fazal Bahardeen menjelaskan, penilaian GMTI didasarkan pada empat kriteria, yaitu akses masuk ke negara tujuan, komunikasi untuk menjangkau wisatawan, lingkungan, dan pelayanan. Ada tiga komponen penilaian dari masing-masing kriteria.
Pada tahun ini, Mastercard-CrescentRating GMTI memasukkan empat komponen penilaian baru, yaitu infrastruktur transportasi, kehadiran digital (digital presence), iklim yang memungkinkan, dan pengalaman unik.
“Kehadiran digital menjadi aspek yang paling penting dan menentukan untuk saat ini,” ujar Fazal di Jakarta.
Kehadiran digital mencakup upaya pemerintah suatu negara menggunakan teknologi digital untuk melayani kebutuhan pelancong Muslim, mulai dari promosi destinasi serta layanan pariwisata berbasis internet. Negara-negara Indochina, misalnya, memanfaatkan teknologi digital untuk melayani kebutuhan pelancong muslim membuat visa on arrival terpadu.
Meski peringkat Indonesia sebagai destinasi utama wisata muslim naik, pemerintah belum merasa puas atas capaian tersebut. Oleh karena itu, promosi secara digital akan dipacu untuk menarik wisatawan muslim sebanyak-banyaknya.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, seharusnya Indonesia bisa berada di peringkat pertama. Hal itu didukung dengan sejumlah fasilitas di Indonesia yang ramah terhadap wisatawan Muslim.
Arief menjabarkan, Indonesia memiliki 15.837 hotel yang sudah dinyatakan halal dan 957 auditor halal. Selain itu, di seluruh Indonesia terdapat 850.000 masjid. Untuk itu, Arief menargetkan Indonesia bisa merangkak ke posisi pertama pada GMTI 2019. Arief menyebut, GMTI merupakan salah satu indeks penting yang menjadi rujukan negara-negara di dunia terkait potensi wisata Muslim pada suatu negara.
“Penghargaan atas ajang ini begitu penting karena merupakan sebuah pengakuan dunia internasional kepada kita,” ujar Arief.
Studi yang dilakukan GMTI menyebutkan, pasar wisata Muslim akan terus tumbuh dengan pesat. Diperkirakan pada 2020 nilainya akan mencapai 220 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Hal itu karena pada 2017 jumlah kedatangan wisatawan Muslim secara global mencapai 131 juta wisatawan, meningkat dari 121 juta wisatawan pada 2016. Jumlah itu diprediksi terus meningkat hingga 156 juta wisatawan pada 2020.
Data Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mencatat, jumlah wisatawan Muslim yang berwisata di Indonesia pada 2017 sebanyak 2,8 juta dengan nilai transaksi mencapai 2,8 miliar dollar AS. Pada 2018, Kemenpar menargetkan dapat menarik hingga 3,6 juta wisatawan muslim atau meningkat 20 persen. Sedangkan, pada 2019 Kemenpar menargetkan bisa meraih kunjungan wisatawan Muslim hingga 5 juta orang.
Promosi digital
Menyadari vitalnya peran teknologi digital di dalam industri pariwisata, Kemenpar akan berfokus untuk go digital demi mencapai target kunjungan wisatawan. Arief mengatakan, saat ini 70 persen wisatawan menggunakan teknologi digital untuk keperluan wisata, termasuk mencari tahu destinasi terdekat serta harga penginapan. Maka, akan sangat aneh kalau pelaku pariwisata tidak menerapkan digital.
“Digital menjadi prioritas. Syarat untuk memenangkan persaingan. Inisiatif pertama Kemenpar adalah go digital,” kata Arief.
Ketua Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal Kemenpar Riyanto Sofyan mengatakan, pihaknya akan gencar melaksankaan kampanye digital untuk pariwisata halal. Pelaksanaannya dimulai dari kampanye surat elektronik, kampanye video, dan pengaruh.
Riyanto menambahkan, strategi lain dari Kemenpar untuk menyalip Malaysia dan mendatangkan wisatawan Muslim adalah dengan meluncurkan Indonesia Muslim Traveler Index (IMTI) pada September mendatang. IMTI berperan mengondisikan seluruh pemangku kepentingan pariwisata Muslim di Indonesia. Dengan begitu, saat penilaian untuk GMTI 2019, Indonesia bisa lebih siap dan bisa menggeser posisi Malaysia.
Selain itu, ajang Asian Games dan Petemuan Tahunan Bank Dunia-International Monetary Fund (IMF) akan dimanfaatkan sebagai ajang promosi pariwisata Muslim di Indonesia. Kedua ajang itu diperkirakan akan menyedot tidak kurang dari 2.000 delegasi.