Cakupan Pusat Logistik Berikat Diperluas
Jakarta, Kompas - Pemerintah terus mengembangkan logistik murah untuk kebutuhan perekonomian nasional. Ini dilakukan dengan memperluas cakupan Pusat Logistik Berikat.
”Harapannya, Indonesia akan betul-betul menjadi hub logistik regional,” kata Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi di Jakarta, Selasa (3/4).
Pusat Logistik Berikat (PLB) adalah tempat penimbunan barang ekspor-impor untuk keperluan industri. Fasilitasnya berupa penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, dan peniadaan pungutan pajak impor.
Gagasan utama dari PLB adalah menempatkan gudang penimbunan barang ekspor-impor di dalam negeri agar kegiatan usaha nasional lebih efisien. Sampai saat ini, kebutuhan bahan baku, barang modal, dan bahan penolong untuk industri domestik umumnya diimpor dari gudang penimbunan di Singapura dan Malaysia. Akibatnya, biaya dan waktu menjadi tidak efisien.
PLB generasi pertama mencakup bahan baku, barang modal, dan bahan penolong. Sejak peraturan PLB diterbitkan pada akhir 2015 sampai saat ini, 55 PLB telah beroperasi di 75 lokasi di Indonesia. Total nilai barang yang ditimbun mencapai 2,6 miliar dollar Amerika Serikat (AS) dengan 606 juta dollar AS di antaranya adalah barang yang dulu diimpor dari Singapura.
Berdasarkan evaluasi pemerintah, Heru melanjutkan, pelaksanaan PLB generasi pertama efektif menekan biaya logistik sekaligus membantu arus kas perusahaan. Pada saat yang sama, kebutuhan industri dalam negeri maupun tuntutan perekonomian global membutuhkan perluasan cakupan PLB.
”Dari pertimbangan itu, pemerintah mengembangkan PLB generasi kedua, yakni cakupannya diperluas menjadi delapan komoditas,” kata Heru.
Adapun delapan komoditas yang dimaksud meliputi, pertama, PLB untuk barang pokok seperti kedelai, gandum, dan jagung. Kedua, PLB untuk hub kargo udara. Ketiga, PLB untuk barang jadi. Keempat, PLB E-Commerce Distribution Center. Kelima, PLB Industri Kecil Menengah. Keenam, PLB industri besar. Ketujuh, PLB Floating Storage. Kedelapan, PLB Ekspor Barang Komoditas.
Selain perluasan cakupan, Heru menambahkan, PLB generasi II juga memastikan prinsip-prinsip perpajakan. Intinya, barang dari luar negeri yang masuk ke PLB belum dianggap impor. Sementara barang dari dalam negeri ke PLB, sudah dianggap ekspor.
Ketua Perkumpulan Pusat Logistik Berikat Indonesia, Ety Puspitasari, menyatakan, kebijakan PLB telah mengembangkan kegiatan usaha logistik dalam negeri, dari awalnya 11 perusahaan menjadi 55 perusahaan. Kebijakan itu juga meningkatkan efisiensi perusahaan melalui penghematan biaya logistik maupun kelancaran arus kas.
Proses pemeriksaan surveyor, Ety menambahkan, juga bisa dilakukan di dalam negeri. Dengan demikian, waktu dan biaya menjadi lebih efisien.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Ilham Masita, menyatakan, PLB generasi tahap kedua ditunggu-tunggu dunia usaha. ”Bisa saya bilang, ini adalah suatu revolusi untuk logistik Indonesia. Tidak hanya merubah logistik di Indonesia tetapi juga mengubah lanskap logistic di Asia Tenggara,” kata Zaldy.
Sejak Indonesia mengembangka PLB, Zaldy melanjutkan, banyak perusahan memindahkan persediaan barangnya dari Singapura dan Malaysia ke Indonesia. Untuk mengantisipasinya, perusahan logistik di Singapura bahkan menawarkan potongan harga agar barang tetap disimpan di Singapura. Namun karena menempatkan persediaan di Indonesia memberikan penghematan lebih besar, terutama dari aspek arus kas perusahaan, pelaku usaha akhirnya tetap memindahkan barang ke Indonesia.
Zaldy berharap, PLB akan memutus rantai pasok yang sebelumnya melalui beberapa perantara. Sebab, principle atau pemilik barang bisa membuka gudangnya di Indonesia.
”Yang kita harapkan adalah infrastruktur pelabuhan dan bandara di Indonesia siap. Jangan sampai dengan meningkatknya volume logistik ke Indonesia lantas terjadi permasalahan di pelabuhan dan bandara,”kata Zaldy.
Sementara itu Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, efisiensi di pelabuhan akan mendorong ongkos logistik turun. "Presiden selalu berpesan, untuk meningkatkan pertumbuhan ada dua syarat yakni masuknya investasi dan meningkatnya ekspor. Untuk mendorong ekspor efisiensi di pelabuhan sangat dibutuhkan," kata Budi Karya dalam Forum Logistik bertema Dwelling Time Meningkatkan atau Menurunkan Biaya Logistik, yang diselenggarakan Harian Bisnis Indonesia di Jakarta, Selasa (3/4).
Dia mengakui, dwelling time atau waktu bongkar muat barang di pelabuhan, sebenarnya tidak mempengaruhi efisiensi di pelabuhan karena banyak pelabuhan di dunia yang dwelling time-nya tinggi, tetapi biaya logistiknya rendah.
"Saat ini dwelling time di Tanjung Priok sudah mencapai tiga hari, dan saya ingin tetap dipertahankan di tiga hari. Di samping itu, terus mencari pemecahan dari problem-problem yang menyebabkan efisiensi di pelabuhan rendah," ujar dia.
Sementara Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Ary Askhara mengatakan, tarif di pelabuhan sudah lebih dari empat tahun tidak naik, namun perusahaan tetap bisa meningkatkan labanya. "Hal ini karena produktivitas yang meningkat. Jadi jika mau biaya di pelabuhan efisien, ya produktivitas harus ditingkatkan," ujar Ary.