Negosiasi Divestasi Saham Freeport Diharapkan Rampung Akhir April 2018
Oleh
DD08
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Holding BUMN sektor pertambangan, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), berharap sudah bisa mengakuisisi mayoritas saham PT Freeport Indonesia (PTFI) paling lama akhir bulan April 2018. Salah satu cara yang ditempuh adalah membeli 40 persen saham Freeport yang berasal dari hak partisipasi Rio Tinto.
Divestasi 51 persen saham Freeport kepada pemerintah Indonesia melalui Inalum merupakan salah satu prasyarat agar Freeport mendapat perpanjangan izin operasi hingga 2041.
Indonesia masih membutuhkan keahlian PTFI untuk terus mengembangkan tambang Grasberg Papua melalui penambangan tertutup. Jika Indonesia tidak memperpanjang operasi PTFI, dikhawatirkan PTFI akan berhenti melakukan penambangan tertutup yang dapat mengakibatkan longsor.
Head of Corporate Comunication Inalum Rendi A Witular mengatakan, PT Inalum tetap berusaha merampungkan divestasi 51 persen saham Freeport sesegera mungkin. Rendi tidak menjelaskan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan saham tersebut karena masih dalam proses negosiasi.
“Antara tahun 2019 hingga 2023 akan terjadi peralihan dari tambang terbuka ke penambangan tertutup atau bawah tanah,” kata Rendi saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (24/3).
Dihubungi secara terpisah, Vice President Corporate Communications PTFI Riza Pratama menjelaskan, investasi tambang bawah tanah di Grasberg hingga 2041 mencapai 20 miliar dollar AS. Adapun Freeport akan menghentikan penambangan terbuka pada akhir tahun 2018.
Rendi mengatakan, EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, penyusutan, dan amortisasi) yang diperoleh sejak 2023 hingga 2041 dapat mencapai lebih dari 1,5 miliar dollar AS. Ia mengatakan, biaya untuk divestasi 51 persen saham Freeport besar, tetapi akan lebih mahal apabila membuka penambangan baru.
Ia menuturkan, Inalum akan membutuhkan waktu beberapa tahun untuk menemukan area yang terdapat tambang emas. Selain itu, kepastian mendapatkan emas tidak ada.
Apabila PT Inalum memperoleh divestasi 51 persen saham Freeport, maka mereka dapat mengambil peran sebagai pengelola keuangan, manajemen, dan menjaga lingkungan. Meskipun demikian, operasional tambang tetap dikelola oleh PTFI karena PT Inalum belum memiliki teknologi dan sumber daya manusia yang dapat mengelola tambang.
Lebih murah
Berdasarkan risalah pembahasan divestasi saham Freeport, harga yang ditawarkan oleh Rio Tinto lebih murah dibandingkan dengan membeli langsung saham Freeport McMoran (FCX) di New York Stock Exchange.
Riza mengatakan, pemerintah sedang berusaha membeli 40 persen hak partisipasi atau participating interest (PI) Rio Tinto di tambang Grasberg. PI Rio Tinto dapat dikonversi ke saham PTFI dan 9,36 persen saham yang telah dimiliki pemerintah Indonesia menyusut menjadi 5 persen, sehingga total saham yang akan dimiliki pemerintah Indonesia sebesar 45 persen. Selanjutnya, pemerintah Indonesia dapat bernegosiasi kembali dengan PTFI agar dapat memiliki saham sebesar 51 persen.
Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fahmy Radhi, berpendapat pengambil alihan 51 persen saham Freeport merupakan harga mati. Menurut Fahmy, strategi PT Inalum membeli 40 persen PI Rio Tinto sudah tepat karena akan mempermudah dalam proses negosiasi untuk membeli sisa saham PTFI agar dapat mencapai 51 persen.
Kebijakan divestasi 51 persen saham PTFI harus dilaksanakan karena tambang Garsberg masih menyisakan emas yang melimpah.