Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono meninjau kemajuan pengerjaan sejumlah ruas jalan tol di Jawa Tengah, pekan lalu. Ada empat lokasi yang menjadi sasaran, yakni ruas Salatiga-Solo, Pejagan-Pemalang, Pemalang-Batang, dan Batang-Semarang.
Kedatangan itu terutama difokuskan pada pengerjaan titik kritis di ruas-ruas tol tersebut. Misalnya, di tanah lunak dan lokasi yang memerlukan jembatan. Ada harapan, ruas yang merupakan bagian tol Trans-Jawa tersebut sudah dapat dimanfaatkan pada saat arus mudik Lebaran tahun ini.
Tak terbantahkan, kesiapan infrastruktur akan berdampak pada kelancaran arus penumpang. Perjalanan yang aman dan nyaman tentu menjadi idaman masyarakat pengguna jalan.
Infrastruktur yang terbangun dan tertata baik pun menjadi dambaan pelaku usaha. Sebaran industri di berbagai penjuru Jawa semakin menguatkan hal tersebut.
Misalnya, industri hulu dan menengah anggota Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia, selama ini ada di Banten dan Jawa Barat. Industri tersebut tersebar di Cilegon, Jatake, MM2100, Jababeka, dan kawasan industri di Karawang.
Sementara itu, banyak industri hilir atau pabrik plastik yang berlokasi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di sekitar Solo, Jawa Tengah, misalnya ada di Boyolali, Wonogiri, Karanganyar, Klaten, dan Sukoharjo. Ada pula yang berada di sekitar Surabaya, Jawa Timur, seperti Gresik, Sidoarjo, dan Mojokerto.
Pertumbuhan industri hilir plastik ke arah Jateng dan Jatim ini tidak terlepas dari tingkat upah minimum regional di wilayah tersebut yang lebih rendah dibandingkan dengan di sekitar Jabodetabek. Fenomena serupa terjadi di sektor lain, misalnya di industri tekstil dan produk tekstil.
Tak urung, jalan tol bernilai penting sebagai jalur yang dilewati truk-truk pengangkut bahan baku plastik. Kendaraan tersebut bergerak dari pabrik-pabrik petrokimia di Cilegon, Banten, menuju pabrik pengguna di Jabodetabek, selanjutnya ke kota-kota di Jateng dan Jatim.
Dari arah sebaliknya, truk-truk pun membawa produk jadi dari pabrik plastik di Jatim dan Jateng menuju pasar pengguna di wilayah barat. Ketersediaan infrastruktur yang memadai berpotensi meningkatkan efisiensi dan daya saing industri.
Selain pembangunan ruas tol, pemeliharaan jalur utama di pantai utara Jawa tentu jangan dilupakan. Apalagi kerusakan jalan akan menghadapkan pelaku usaha dengan problem waktu tempuh yang lama, yang akan menambah biaya.
Bicara mengenai kepentingan menumbuhkan industri di Tanah Air, pengembangan infrastruktur di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua juga menjadi keniscayaan. Apalagi, pemerintah memiliki program pengembangan kawasan industri ke luar Jawa.
Efisiensi biaya distribusi yang ditopang infrastruktur memadai diyakini dapat mengoptimalkan penetrasi produk industri dalam negeri untuk menggarap pasar domestik maupun ekspor. Kemampuan menggarap pasar ekspor berkaitan erat dengan daya saing Indonesia di kancah global.
Laporan badan khusus PBB yang mempromosikan dan mempercepat pengembangan industri atau UNIDO pada 2016 menempatkan Indonesia pada peringkat ke-10 industri manufaktur di dunia. China ada di puncak daftar itu, disusul Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Korea Selatan, India, Italia, Perancis, dan Brasil.
Dalam aspek infrastruktur, laporan Daya Saing Global 2016-2017 menyebutkan, daya saing infrastruktur Indonesia ada di peringkat ke-60. Sementara pada periode 2017-2018, pilar infrastruktur ada di posisi 52.
Perbaikan harus terus dilakukan. Sebab, pada saat yang sama, negara pesaing juga melakukan hal serupa. Jangan terlena saat sedang berkompetisi. (C Anto Saptowalyono)