Potensi Kelautan Indonesia Belum Dimanfaatkan Optimal
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Potensi kelautan Indonesia yang besar masih belum dimanfaatkan secara optimal.
Indonesia dikenal memiliki kekayaan laut terbesar di dunia. Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Indonesia memiliki 8.500 spesies ikan atau 37 persen dari spesies ikan di dunia. Selain itu, terdapat 555 spesies rumpul laut dan 950 spesies biota terumbu karang.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, potensi sumberdaya perikanan tangkap laut Indonesia sekitar 6,5 juta ton per tahun. “Potensi perikanan budidaya payau mencapai 2,96 juta hektar dan budidaya laut mencapai 12,55 juta hektar,” kata Luhut dalam acara Jakarta Food Security Summit ke-4 yang diadakan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Jakarta, Jumat (9/3).
Luhut menyayangkan, potensi tersebut masing belum dimanfaatkan dengan maksimal. Beberapa faktor yang menghambat pemanfaatan potensi tersebut, antara lain kebiasaan hidup, minimnya tenaga ahli asal Indonesia, dan infrastruktur yang masih kurang.
Ia mengatakan, kebiasaan masyarakat membuang sampah di sungai telah merusak ekosistem perairan di Indonesia, salah satunya permasalahan di Sungai Citarum, Jawa Barat. Sungai Citarum telah menjadi salah satu tempat tercemar di dunia. Sampah plastik yang menumpuk telah membuat ekosistem di Sungai Citarum tidak dapat berkembang.
Minimnya tenaga ahli di bidang perikanan asal Indonesia mengakibatkan sebagian besar keuntungan dinikmati pihak asing. Lapangan kerja pun dikuasai oleh orang asing. Salah satu penyebabnya, yaitu pengelolaan pendidikan kemaritiman yang belum baik. Luhut mencontohkan, salah satu sekolah kemaritiman di Makassar, Sulawesi Selatan, kekurangan instruktur sehingga proses belajar mengajar tidak dapat berjalan dengan baik.
Luhut mengatakan, salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut, yaitu kerja sama dengan sektor swasta dan peningkatan infrastruktur. Menurut Luhut, kerja sama dengan industri perikanan yang dimiliki oleh swasta akan meningkatkan investasi di bidang kelautan.
Ia juga mengapresiasi keputusan pengembangan infrastruktur yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo di daerah yang memiliki potensi besar di bidang kelautan, seperti di Papua. Pembangunan jalan akan mengurangi biaya transportasi yang sangat besar.
Permodalan
Salah satu masalah yang dialami oleh nelayan di Indonesia, yaitu bantuan permodalan yang masih minim. Mereka mengandalkan bantuan dana pinjaman dari tengkulak. Akibatnya, hasil panen dijual murah ke tengkulak.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pemerintah tidak dapat memerangi tengkulak karena mereka memberikan kredit kepada nelayan, petani, peternak, dan pedagang kecil. Hal tersebut terjadi karena Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) masih belum sampai pada tingkat terbawah.
Tingginya bunga pinjaman yang dibebankan oleh tengkulak kepada pedagang membuat harga jual ikan di pasar tidak seimbang. Enggartiasto menekankan pentingnya peran pengusaha sebagai pembeli dan menggantikan peran tengkulak. “Pengusaha hadir tidak hanya untuk memberikan jaminan pembelian tetapi juga sebagai penyalur dana,” kata Enggartiasto.
Direktur Utama Bank Rakyak Indonesia (BRI) Suprajarto mengatakan, BRI telah intensif membiayai petani, peternak, dan nelayan dengan total jumlah debitur sekitar 1,8 juta orang. Suprajanto menambahkan, KUR telah membantu pengusaha mikro dan memberikan jaminan asuransi.
Menurut Suprajarto, untuk mengembangkan pertanian, peternakan dan perikanan di Indonesia, dibutuhkan model bisnis dalam penyaluran kredit, kemudahan perizinan, dan pembelian oleh perusahaan swasta serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal tersebut bertujuan untuk menjamin penjualan hasil produksi dan meningkatkan skala ekonomi. (DD08)