Tidak Ada Sakura, Plum Pun Jadi
Pada musim semi, biasanya banyak orang berkunjung ke Jepang untuk menikmati keindahan bunga sakura. Namun, pada hari Selasa (6/3), sakura belum berkembang.
Tidak putus asa dengan sakura yang belum berkembang, kami mengunjungi taman plum atau ume dalam bahasa Jepang di Bukit Ayabeyama di kota Tatsuno. Kota ini sekitar satu jam perjalanan dari kota Himeji.
Luas bukit yang ditanami plum ini sekitar 24 hektar. Bukit plum ini dikelola oleh Koperasi Kebun Plum Kurosaki. ”Hanya ada 20 pekerja di sini,” kata Direktur Utama Koperasi Shitotani Kazumi.
Sejak 50 tahun lalu, warga berkunjung ke kebun plum ini untuk menikmati keindahan bunganya. Mereka berjalan-jalan menikmati udara musim semi yang sudah sedikit menghangat meskipun angin masih berembus kencang. Ketika bunga plum mekar, Bukit Ayabeyama seperti ditutup oleh selimut putih dan merah dari kakinya hingga ke puncak.
Dalam satu tahun, kebun dibuka untuk umum hanya selama 40 hari, mulai dari pertengahan Februari hingga akhir Maret. Ada tiga jenis plum yang ditanam di bukit ini. Bunga plum putih, sekitar 70 persen, plum merah muda 20 persen dan plum merah 10 persen. Bukit ini ditanami sekitar 20.000 pohon plum.
Bunga plum ini digunakan sebagai bahan sake plum, juga asinan plum. Jika pada musim semi ini bunga plum muncul, buahnya baru akan terlihat pada Juni mendatang. Koperasi menjual buah plum ke beberapa pasar induk seperti di Kobe.
Kota ronin
Sekitar 30 menit dari bukit Ayabeyama, kami singgah di kota Ako. Kisah 47 ronin yang melegenda hingga saat ini berawal dari Ako. Singkat cerita, penguasa Ako pada tahun 1701, Naganori Asano berusaha membunuh Kezukenosuke Kira di Edo.
Pada saat itu, Jepang berada di bawah pemerintahan Tsunayoshi Tokugawa. Dia menghukum semua samurai yang terlibat dalam perkelahian, tetapi menyelamatkan Kira dan menyuruh Asano melakukan seppuku atau bunuh diri.
Para pengikutnya, 47 ronin atau samurai tak bertuan, akhirnya membalas dendam, membunuh Kira pada 14 Desember 1702. Mereka harus melakukan seppuku juga. Para ronin di makamkan di Tokyo, tetapi reruntuhan banteng Ako yang dibangun Asano pada tahun 1661 masih dapat dilihat hingga saat ini.
Demikian pula dengan Kuil Kagakuji yang didirikan Asano saat ini menjadi museum. Setiap 14 Desember, diadakan festival 47 Ako Gishi untuk memperingati 47 ronin tersebut. Bagi orang Jepang, kisah tersebut melambangkan keberanian dan kesetiaan. Pada tahun 2003, dibuatlah film 47 Ronin dengan pemeran utama Keanu Reeves.
Selain menikmati kekayaan sejarah, Ako yang terletak di tepi pantai juga memiliki toko sake kecil yang sudah berusia 400 tahun. Sake dari toko ini dibuat secara tradisional, dengan tiga tenaga kerja yang membuat sake hanya pada musim gugur dan musim dingin saja.
Anak pemilik toko itu menjelaskan, ragi sake, koji (Aspergillus oryzae) hanya dapat berbiak pada suhu rendah. Pabrik sake besar dapat berproduksi sepanjang tahun karena memiliki AC yang dapat menjaga suhu konsisten rendah sepanjang tahun.
Sake di Ako terbuat dari beras pilihan. Semakin sering beras digiling dan hanya inti berasnya saja yang digunakan, semakin enak sake yang dihasilkan. Biasanya, pada label kemasan sake akan tertera berapa persen beras yang digunakan. Beras yang baru satu kali digiling berarti 100 persen dan warnanya kekuningan.
Semakin kecil persentasenya, semakin sering beras digiling berarti semakin banyak bagian beras yang terbuang. Jika pada label ada keterangan 40 persen, berarti hanya 40 persen beras yang digunakan, sisanya terbuang. Pada sake Ako, ada yang tercantum 47 persen. Angka ini terkait dengan kisah 47 ronin tersebut.
Semakin kecil persentase beras, harga sake pun semakin mahal. Untuk membuat sake, beras yang hendak dijadikan sake dicuci dan dikukus lalu dibubuhi ragi. Setelah terjadi proses fermentasi, beras ditampung dan diperas sehingga didapatkan sake. Sake sudah dapat diminum, tetapi sebaiknya direbus dalam suhu 60 derajat celsius sehingga ragi menjadi stabil.
Selain sake, produk unggulan dari Ako adalah garam tradisional yang sudah diproduksi sejak tahun 1700-an dan budi daya kerang oyster yang bercangkang tipis serta berdaging tebal. Dengan kucuran jeruk lemon, oyster siap dinikmati sambil memandang matahari terbenam dari tepi pantai pada musim semi ini.