Selisih Harga Makin Lebar
Selisih harga premium dengan pertalite dan pertamax yang semakin lebar dapat memicu peningkatan konsumsi premium.
Pada laman resmi Pertamina, di wilayah Jawa, harga pertalite (RON 90) naik dari Rp 7.500 per liter menjadi Rp 7.600 per liter. Adapun harga pertamax (RON 92) naik dari Rp 8.600 per liter menjadi Rp 8.900 per liter. Sementara harga premium (RON 88) sejak 1 April 2016 ditetapkan Rp 6.450 per liter, yang berlaku sampai sekarang.
Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito mengatakan, kenaikan harga bahan bakar khusus tersebut disebabkan kenaikan rata-rata harga minyak dunia. Harga bahan bakar khusus ditetapkan badan usaha dengan mempertimbangkan pergerakan harga minyak dunia. Pertamina menghitung rata-rata harga minyak dunia dalam tiga bulan terakhir.
”Pengaruh utamanya adalah kenaikan harga minyak dunia. Namun, harga yang ditetapkan Pertamina masih lebih murah dari harga bahan bakar sejenis yang dijual kompetitor,” kata Adiatma saat dihubungi, Minggu (25/2), di Jakarta.
Saat disinggung mengenai kemungkinan konsumen beralih ke bahan bakar yang lebih murah, yakni premium, menurut dia, hal itu bisa saja terjadi. Namun, ia yakin, konsumen sudah paham betul tentang mutu bahan bakar kendaraan. Apalagi, spesifikasi mesin kendaraan yang mutakhir mensyaratkan kualitas bahan bakar dengan RON paling rendah 91.
”Pemerintah sudah menerbitkan aturan mengenai penggunaan bahan bakar berstandar euro-IV. Jadi, kami percaya, masyarakat tetap memprioritaskan pemakaian bahan bakar dengan RON tinggi,” ujar Adiatma.
Data Pertamina menunjukkan, konsumsi pertalite merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan bahan bakar jenis lain. Sepanjang 2017, rata-rata konsumsi pertalite sebanyak 42.400 kiloliter per hari. Angka itu lebih besar dibandingkan dengan premium yang dikonsumsi 31.970 kiloliter per hari. Adapun konsumsi pertamax rata-rata 16.000 kiloliter per hari.
Wajar
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, kenaikan harga bahan bakar jenis pertalite dan pertamax adalah hal wajar. Penyebabnya, dua indikator penentu harga jenis bahan bakar tersebut adalah harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Kenaikan salah satu indikator itu akan mendorong harga bahan bakar naik.
”Tak hanya Pertamina, pemain lain juga ikut menaikkan harga bahan bakar sejenis. Ini sesungguhnya fenomena bisnis yang biasa,” ujar Komaidi.
Mengenai harga jual premium dan solar bersubsidi yang tidak ekonomis bagi Pertamina, lanjut Komaidi, harga bahan bakar jenis pertalite dan pertamax yang dinaikkan itu boleh jadi bagian dari strategi bisnis perusahaan. Upaya semacam itu adalah konsolidasi menutup potensi rugi pada sebuah unit bisnis dengan unit bisnis lain yang bisa dioptimalkan keuntungannya.
Mengutip laman Bloomberg, harga minyak mentah WTI kemarin 63,55 dollar AS per barrel. sedangkan jenis Brent 67,31 dollar AS per barrel.
Sementara itu, Ketua Komite Penghapusan Bensin Bertimbal Ahmad Safrudin mengatakan, premium dengan RON 88 sebenarnya secara spesifikasi sudah tidak cocok dengan mesin kendaraan terkini. Kadar belerang dalam bahan bakar premium sebesar 200 part per milion (ppm), sedangkan mesin kendaraan mutakhir mensyaratkan ambang batas kadar belerang sebesar 50 ppm.
”Pertamina sebaiknya transparan dalam penetapan harga bahan bakar jenis pertamax. Dari data yang kami peroleh, harga pokok—sebelum pajak dan margin—pertamax dengan RON 95 di Malaysia dan Australia lebih murah dari harga pokok pertamax dengan RON 92 yang dijual Pertamina,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar mengatakan, pemerintah tidak ingin membuat Pertamina merugi akibat menjual bahan bakar di bawah harga keekonomian, khususnya jenis premium dan solar bersubsidi. Pemerintah tengah menyiapkan formula baru untuk menentukan harga kedua jenis bahan bakar tersebut.
Menurut Pertamina, harga jual premium dan solar bersubsidi di bawah harga keekonomian. Dengan harga Rp 6.450 per liter untuk premium, ada selisih sekitar Rp 1.000 per liter dari harga keekonomian. Sementara untuk solar bersubsidi yang dijual Rp 5.150 per liter, ada selisih sekitar Rp 2.000 per liter dengan harga keekonomian. (APO)