JAKARTA, KOMPAS — Harga komoditas yang mulai bangkit akhir-akhir ini tetap tidak dapat dijadikan tumpuan Indonesia dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi. Hal itu karena harga komoditas diproyeksi akan kembali turun.
Ekonom dari Bank UOB, Enrico Tanuwijaya, mengatakan, Indonesia harus berani beralih ke sektor ekonomi yang bersifat tersier. Oleh karena itu, ketergantungan akan harga komoditas dapat dikurangi.
”Apa itu sektor tersier? Ya, itu yang ada di tangan saudara semua, jual beli online melalui gadget dan lain-lain,” ujar Enrico saat menjadi narasumber dalam diskusi ”Diskusi Perekonomian Indonesia 2018; Peluang dan Tantangan” yang diselenggarakan Bank UOB di Jakarta, Kamis (22/2).
Enrico mencontohkan harga minyak dunia Brent yang kini berada pada kisaran harga 70 dollar AS per barrel akan terus menurun hingga mendekati angka 60 dollar AS per barel di pengujung tahun 2020.
”Memang harga minyak saat ini sudah ada perbaikan dibanding tahun 2016 yang sempat menyentuh angka terendah, yaitu 20 dollar AS per barrel. Akan tetapi, Indonesia tidak bisa terus mengandalkan harga komoditas,” ujar Enrico.
Menurut Enrico, beberapa negara lumbung penghasil minyak, seperti Arab Saudi dan Brunei Darussalam telah melirik sektor lain. Arab Saudi, misalnya, kini mengembangkan sektor pariwisata guna melepaskan ketergantungan akan harga minyak dunia.
Meski begitu, menurut Enrico, sektor tersier di Indonesia harus didukung oleh sektor ekonomi sekunder, yaitu infrastruktur.
”Apa yang sudah dilakukan Presiden Joko Widodo sudah betul, gencar menggarap infrastruktur. Semua investor sudah menunggu, hanya tinggal menunggu hasilnya karena pembangunan infrastruktur memerlukan waktu,” tutur Enrico. (DD14)