JAKARTA, KOMPAS — Pembayaran bunga utang menjadi pengeluaran terbesar dalam belanja pemerintah pusat pada Januari 2018. Namun, realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara secara umum lebih baik ketimbang tahun lalu. Pendapatan negara per Januari tercatat sebesar Rp 101,4 triliun atau tumbuh 14,7 persen dibandingkan Januari 2017 dan merupakan pertumbuhan tertinggi dalam minimal tiga tahun terakhir.
Hal itu diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers tentang realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 per Januari di Jakarta, Selasa (20/2). Hadir juga semua pejabat eselon satu Kementerian Keuangan. ”APBN kita sekarang dikelola secara lebih konsisten, lebih sehat, dan sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas yang lebih baik,” kata Sri Mulyani.
Tidak saja mengalami pertumbuhan positif, semua komponen penerimaan juga mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi ketimbang tahun lalu. Penerimaan pajak tercatat Rp 82,5 triliun, tumbuh 11,4 persen. Pajak sebagai penyumbang utama mengalami pertumbuhan tertinggi selama empat tahun terakhir. Adapun penerimaan negara bukan pajak mencapai Rp 32,3 triliun, tumbuh 9,4 persen.
Sementara realisasi belanja negara mencapai Rp 138,4 triliun, lebih tinggi ketimbang 2017, tetapi lebih rendah dibandingkan 2016. Defisit keseimbangan primer pada Januari adalah Rp 13,9 triliun atau terendah selama minimal tiga tahun terakhir. Dalam periode yang sama, defisit APBN 2018 adalah Rp 37,1 triliun atau 0,25 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Ini juga merupakan defisit APBN per Januari yang terendah selama minimal tiga tahun terakhir.
Bunga utang
Khusus untuk belanja pemerintah pusat, pembayaran bunga utang adalah pengeluaran terbesar pada Januari. Realisasinya Rp 23,2 triliun, naik 2,6 persen dibandingkan periode yang sama pada 2017. Pola sama juga terjadi minimal pada 2016 dan 2017. Besarnya masing-masing Rp 18,1 triliun dan Rp 22,6 triliun.
Apabila komponen transfer daerah ikut dibandingkan, pembayaran bunga utang adalah pengeluaran terbesar kedua. Terbesar pertama adalah dana alokasi umum senilai Rp 66,5 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menyatakan, jatuh tempo pembayaran bunga utang sepanjang tahun tidak merata. Dengan demikian, ada bulan-bulan tertentu yang belanja bunganya lebih tinggi dan sebaliknya.
Pembayaran bunga utang merupakan beban yang terakumulasi dari utang yang diterbitkan dari waktu ke waktu.
Pemerintah Indonesia harus membayar bunga utang untuk tahun ini senilai Rp 238,61 triliun. Sementara pokok utang jatuh tempo tahun ini mencapai Rp 394,1 triliun, terdiri dari surat berharga negara jatuh tempo senilai Rp 322,96 triliun dan cicilan pokok pinjaman senilai Rp 71,15 triliun.
Ekonom Universitas Indonesia, Aviliani, menuturkan, pengelolaan utang luar negeri, terutama surat utang negara atau obligasi, perlu dilakukan dan disampaikan kepada publik berdasarkan kejelasan proyek yang didanai. Publik dapat memahami penggunaan atau pemanfaatan utang luar negeri tersebut.
Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual mengatakan, utang luar negeri memang meningkat. Namun, peningkatan belum signifikan. ”Pertumbuhan utang luar negeri melambat. Secara nominal memang meningkat, tetapi dibandingkan PDB, nominal PDB membesar,” katanya.
Data Bank Indonesia menunjukkan, total utang luar negeri Indonesia per akhir 2017 mencapai 352,2 miliar dollar AS atau tumbuh 10,1 persen selama setahun. Dari total utang itu, komposisi utang publik, yakni pemerintah dan bank sentral, tercatat sebesar 180,6 miliar dollar AS dan utang swasta 171,63 miliar dollar AS. (LAS/FER)