JAKARTA, KOMPAS — Kontrak berjangka dalam transaksi jual-beli batubara memberikan jaminan harga bagi pelaku industri di tengah harga komoditas yang fluktuatif. Kendati cukup menguntungkan bagi penjual dan pembeli, kontrak berjangka dapat membuat harga batubara kurang kompetitif.
Hal itu mengemuka dalam Argus Coalindo Indonesia Coal Forum 2018, di Jakarta, Kamis (8/2). Pertemuan pelaku industri batubara itu sekaligus menjadi ajang sosialisasi konsep kontrak berjalan yang akan digunakan Indeks Batu Bara Indonesia (Indonesia Coal Indeks/ICI) dalam jual-beli batubara.
Hal itu disampaikan CEO PT Coalindo Energy Maydin Sipayung. Coalindo Energy adalah pengelola indeks batubara Indonesia.
Maydin mengatakan, kontrak berjangka menjadi harga yang disepakati pembeli dan penjual batubara untuk jangka waktu tertentu. Hal ini mengubah sistem penetapan harga yang selama ini ditetapkan untuk jangka waktu satu tahun.
”Konsep kontrak berjangka diterapkan karena jual-beli batubara dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Sebab, perlu waktu pengiriman hingga berbulan-bulan. Padahal, di sisi lain harga batubara sangat fluktuatif,” ujarnya.
Kontrak berjangka, lanjut Maydin, merupakan sarana untuk mengetahui harga batubara selama jangka waktu tertentu. Pembeli dan penjual pun mendapat jaminan harga.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai, penerapan kontrak berjangka berdampak positif dan negatif. Secara umum, dampak positif yang akan dirasakan pembeli dan penjual adalah adanya jaminan harga.
”Namun, di sisi lain, kontrak berjangka membuat harga jual batubara tidak memiliki daya saing. Saat harga batubara sedang tinggi, produsen tidak dapat menikmati keuntungan,” ujarnya.
Kepala Subdirektorat Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Ditjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Hersonyo Wibowo menyebutkan, target produksi batubara tahun ini adalah 485 juta ton. (GER)