JAKARTA, KOMPAS — Pelaksanaan sistem resi gudang selama ini dinilai belum berjalan dengan optimal karena terkendala soal sumber daya manusia. Padahal, jika sistem resi gudang bisa berjalan, petani akan terbantu dalam pengelolaan pascapanen dan penyimpanan komoditas yang dihasilkan.
Pandangan itu disampaikan oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam acara ”Outlook Industri Perdagangan Berjangka Komoditi, Sistem Resi Gudang, dan Pasar Lelang Komoditas”, di Jakarta, Rabu (7/2).
”Harus diakui (sistem resi gudang) belum berhasil dengan baik karena sumber daya manusia,” kata Enggartiasto.
Selama ini, lanjut Enggartiasto, pengelolaan sistem resi gudang diserahkan kepada pemerintah-pemerintah daerah. Namun, sistem pengelolaan sistem resi gudang ternyata belum disiapkan.
Untuk itu, Enggartiasto mengapresiasi sistem informasi resi gudang yang dibuat Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Sistem itu tidak hanya terkait dengan informasi komoditas, tetapi juga sarana pemasaran. Dengan perkembangan sistem teknologi, diharapkan sistem resi gudang juga dapat dilakukan secara digital.
Kepala Bappebti Bachrul Chairi mengatakan, Bappebti telah mengembangkan aplikasi resi gudang (SRG-mobile). Aplikasi ini diharapkan dapat memudahkan pelaku usaha merencanakan penyimpanan barang karena terdapat fitur simulasi biaya dan kontak pengelola gudang SRG.
Bachrul menambahkan, pada 2017, sebagian besar proses bisnis di Bappebti sudah dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Misalnya, layanan perizinan secara daring, penyampaian laporan keuangan pelaku usaha perdagangan berjangka komoditas secara daring, serta penyebarluasan informasi harga dan pengawasan transaksi.
Perikanan
Di sektor perikanan, BUMN Perum Perikanan Indonesia (Perindo) berkomitmen untuk memperkuat kerja sama dengan nelayan.
”Kami akan tingkatkan perdagangan, membeli lebih banyak ikan dari nelayan,” ujar Sekretaris Perusahaan Perum Perindo Agung Pamujo, Rabu.
Upaya meningkatkan kerja sama perdagangan perikanan ini akan ditopang dengan penambahan gudang-gudang pendingin. Kontribusi perdagangan ikan tahun ini diharapkan mencapai Rp 800 miliar, dengan target penyerapan ikan sebanyak 50.000 ton dari nelayan.
Tahun 2017, bisnis perdagangan ikan berkontribusi 72,25 persen dari total pendapatan (non-audit) Perum Perindo sebesar Rp 602 miliar. Realisasi pendapatan Perum Perindo itu hanya 57,6 persen dari target 2017 sebesar Rp 1,045 triliun. Namun, jika dibandingkan dengan realisasi pendapatan 2016 sebesar Rp 223 miliar, terjadi kenaikan 170 persen.
Beberapa gudang pendingin Perum Perindo yang mulai beroperasi antara lain di Belawan (Sumatera Utara) dengan kapasitas 100 ton, di Brondong (Jawa Timur) 200 ton, Pemangkat (Kalimantan Barat) 100 ton, dan Muara Baru (Jakarta) 2.750 ton.
”Gudang pendingin di Pemangkat diharapkan akan menambah serapan ikan tangkapan nelayan di Natuna. Kami juga akan bersinergi dengan kapal-kapal nelayan eks cantrang untuk menyerap hasil tangkapan,” kata Agung.
Pada triwulan I-2018, pihaknya juga akan mengoperasikan gudang pendingin 500 ton di Pati (Jawa Tengah) dan unit pengolahan ikan 200 ton di Rembang (Jawa Timur).
Di sektor penangkapan ikan, Perindo sejauh ini baru memiliki 8 unit kapal. Tahun 2018, Perindo berencana menambah 20 unit kapal senilai Rp 32 miliar dengan target penangkapan ikan 10.000 ton. Sebagian dana investasi itu bersumber dari pengalihan dana penyertaan modal negara. (FER/LKT)