JAKARTA, KOMPAS — Kapal-kapal berbendera Indonesia yang akan berlayar ke luar negeri ditingkatkan pengawasannya. Pasalnya, banyak kapal Indonesia yang ditahan di luar negeri karena dianggap tidak memenuhi standar keselamatan pelayaran. Pengawasan ini dilakukan berdasarkan Tokyo MOU yang Indonesia menjadi salah satu anggotanya.
”Kita tidak mau lagi ada kapal-kapal berbendera Indonesia yang ditahan saat berlayar ke luar negeri. Pengetatan yang dilakukan sudah menunjukkan hasil yang baik, tetapi kami ingin tidak ada satu pun kapal Indonesia yang ditahan di luar negeri,” kata Direktur Perkapalan dan Kepelautan Junaidi di Jakarta, Rabu (7/2).
Junaidi mengatakan, pada tahun 2015 jumlah kapal berbendera Indonesia yang ditahan Port State Control Officer (PSCO) negara anggota Tokyo MOU di luar negeri sebanyak 36 kapal (dari 197 kapal yang diperiksa). Kemudian menurun pada tahun 2016 menjadi 24 kapal yang ditahan (dari 196 kapal yang diperiksa), dan kembali terjadi penurunan pada tahun 2017, yaitu 17 kapal yang ditahan (dari 196 kapal yang diperiksa).
”Selama 3 (tiga) tahun terakhir persentase jumlah kapal berbendera Indonesia yang diperiksa dan ditahan PSCO negara anggota Tokyo MOU di luar negeri mengalami penurunan, tetapi pemerintah terus melakukan upaya untuk mengurangi tingkat penahanan kapal-kapalnya tersebut bahkan kalau bisa tidak ada yang ditahan,” ujar Junaidi.
Tokyo MOU adalah salah satu organisasi regional port state control (PSC) yang terdiri atas 20 negara anggota di kawasan Asia Pasifik. Tujuan utama Tokyo MOU adalah untuk membangun sebuah rezim kontrol yang efektif di wilayah Asia Pasifik melalui kerja sama para anggota dan harmonisasi kegiatan, dengan visi untuk mengurangi pengoperasian kapal di bawah standar internasional, melalui misi mempromosikan penerapan yang seragam mengenai ketentuan Organisasi Maritim Internasional (IMO) dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) terkait keselamatan di laut, perlindungan lingkungan maritim dan kondisi kerja serta kehidupan awak kapal.
Adapun 20 negara anggota tetap Tokyo MOU adalah Australia, Kanada, Chile, China, Fiji, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Kepulauan Marshall, Selandia Baru, Papua Niugini, Peru, Filipina, Rusia, Singapura, Thailand, Vanuatu, dan Vietnam.
Sementara itu, Ketua Umum Indonesia National Shipowners’ Association (INSA) Carmelita Hartoto mendukung langkah diketatkannya pengawasan terhadap kapal-kapal Indonesia. Pengawasan kapal ini, baik yang berlayar di domestik maupun ke luar negeri, sejalan dengan semangat INSA yang mendorong peningkatan keselamatan pelayaran.
”Peningkatan pengawasan keselamatan pelayaran sudah selayaknya dilakukan mengingat seringnya terjadi kecelakaan kapal tidak saja di laut, tetapi juga di pelabuhan ataupun di galangan. INSA menyambut baik langkah yang dilakukan pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan yang menjalankan fungsinya sebagai pengawas,” kata Carmelita.
Dia menambahkan, Permendag Nomor 82 Tahun 2017 tentang kewajiban penggunaan kapal nasional untuk muatan ekspor batubara dan produk CPO serta impor beras membutuhkan kapal-kapal yang laik layar.
”Dalam arti pemerintah juga menjamin bahwa kapal nasional yang membawa muatan ekspor tersebut sesuai dengan segala persyaratan internasional mengenai keselamatan sehingga terbebas dari ancaman penahanan yang bisa merugikan eksportir juga,” kata Carmelita.