Garuda Indonesia, Aset Bangsa yang Harus Diselamatkan
Garuda Indonesia adalah maskapai milik negara yang didirikan sejak 26 Januari 1949. Dalam sejarah panjangnya, Garuda pernah mengalami pasang surut dan pernah terbang tinggi serta mengukir prestasi yang membanggakan dalam konteks pelayanan. Pada 2013, Skytrax menganugerahkan Garuda dua penghargaan sekaligus world’s best economy class dan world’s best economy seat.
Sejak Maret 2014, Garuda menjadi anggota Skyteam Airline Alliance yang merupakan aliansi maskapai paling bergengsi di dunia.
Sejak Maret 2014, Garuda menjadi anggota Skyteam Airline Alliance yang merupakan aliansi maskapai paling bergengsi di dunia. Empat tahun berturut-turut hingga 2017 Skytrax memberikan predikat world’s best cabin crew kepada Garuda.
Kampanye branding yang sukses, baik di dalam maupun luar negeri, didukung oleh predikat prestasi tadi telah berhasil membentuk segmen pasar Garuda dengan baik. Sekarang tinggal emotional brand itu dikapitalisasi secara lebih profesional dan maksimal.
Prestasi fenomenal yang tidak banyak diketahui masyarakat bahkan dunia adalah bahwa mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Wiweko Soepono sebagai pilot kawakan yang visioner pada 1979 memprakarsai gagasan cemerlangnya kepada pihak eksekutif Airbus Roger Beteille bersama pimpinan tes pilot Airbus Pierre Baud. Gagasan itu adalah mengubah desain kokpit dalam pesawat jet berbadan lebar dari yang sebelumnya harus dikendalikan oleh tiga orang; captain, first officer, dan flight engineer menjadi yang hanya dikendalikan oleh dua pilot saja tanpa flight engineer yang menghadap ke samping.
Gagasan spektakuler Wiweko awalnya ditentang banyak pihak, bahkan juga oleh media di Indonesia dengan cemoohan ”kita tidak mungkin menyerahkan ratusan nyawa manusia dalam pesawat hanya kepada dua pilot”.
Setelah perdebatan panjang, ide inovatif Wiweko akhirnya diterima pihak Airbus dan didesain pesawat jet berbadan lebar pertama di dunia yang dikendalikan oleh dua pilot, yaitu A300B4 FFCC (Forward Facing Crew Cockpit) di mana Garuda Indonesia menjadi maskapai pengguna pesawat dengan dark & quiet cockpit design filosofi pertama di dunia.
Inilah legasi kaliber dunia yang ditinggalkan mantan Dirut Garuda Wiweko Supeno kepada dunia penerbangan. Boeing, yang semula menentang kokpit Garuda tetapi setelah itu disempurnakan menjadi glass cockpit lalu diterapkan sebagai standar dunia, akhirnya menerapkan itu pada Boeing B747-400 dan B777.
Sudahkah bangsa Indonesia bangga dengan prestasi kaliber dunia itu, minimal merawat Garuda sebagai simbol jati diri Indonesia agar semakin terbang tinggi dengan gagah sebagai penghargaan terhadap almarhum Wiweko Supeno?
Potensi pasar
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia membuat transportasi udara merupakan sebuah keniscayaan untuk bermobilitas. Fakta itu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penumpang udara domestik kelima terbesar dunia seiring dengan tingkat pertumbuhannya tertinggi kedua di dunia.
Hal tersebut di atas merupakan potensi captive market, belum termasuk terus tumbuhnya kebutuhan sarana konektivitas, baik bagi turis mancanegara maupun domestik yang bepergian dari dan menuju ke 10 kawasan wisata baru di luar Bali.
Garuda merupakan flag carrier dengan berlimpah berkah. Berkah itu di antarnya Garuda beroperasi dalam wilayah geografis yang strategis di tengah pasar ASEAN dengan populasi 650 juta penduduk, total GDP 2,4 triliun dollar AS, dengan beraneka ragam latar belakang budaya dan agama sehingga banyak event tradisional yang membuat hampir setiap saat menjadi seolah-olah high season. Ditambah lagi bonus Garuda sebagai pelaksana eksklusif penerbangan haji nasional untuk dua pertiga dari 260.000 anggota jemaah setiap tahun dan umrah yang berjumlah 1.500 anggota jemaah per hari dengan kecenderungan yang terus meningkat.
Dengan pertumbuhan jumlah penumpang udara domestik dan regional yang tinggi hingga 16 persen seiring dengan tumbuhnya pangsa pasar relatif Garuda yang juga tinggi, sebagai konsekuensi dari kondisi tersebut dituntut pengelolaan cash flow dan aspek keselamatan yang optimal.
Untuk memanfaatkan potensi pertumbuhan bisnis yang dinamis, diperlukan peremajaan dan penambahan pesawat melalui leasing yang memberikan manfaat. Manfaat itu seperti mendapatkan pesawat dengan teknologi muktahir yang lebih hemat bahan bakar secara lebih cepat dan fleksibel dengan dana investasi awal yang rendah tanpa risiko dari nilai residu.
Kompetitor dan kompetisi dalam era VUCA
Saat ini semua bisnis sedang terancam suasana VUCA dengan manifestasinya berupa bisnis model dan teknologi yang disruptif. Pemimpin perusahaan harus waspada dan tanggap untuk mengantisipasi, memitigasi dampaknya, dan bahkan mengambil kesempatan di dalamnya tentu dengan senantiasa melalukan reengineering organisasi, redesign proses bisnis, dan revitalisasi.
Perubahan perilaku generasi muda dan milenial yang pragmatis, rasional, dan cerdas menjadikan best value for money sebagai kriteria penentuan pilihan semakin menonjol dan harus menjadi fokus perumusan strategi pemasaran.
Persaingan semakin mematikan di mana faktor kesuksesannya ditentukan oleh kemampuan pihak yang lebih cerdas, cepat, dan tepat dalam mengindentifikasi kebutuhan dan mengkapitalisasi kesempatan dengan menawarkan produk yang lebih -baik, -murah, -praktis dan -ramah dengan bisnis proses yang efisien yang sekarang lebih dikenal dengan “Simpliflying”.
Jika Singapore Airlines terkenal dengan ikon Singaporean Girls-nya, Vietjet maskapai Vietnam yang relatif baru dan tumbuh secara fenomenal dalam satu dekade ini sebagai trendsetter bersaing dengan maskapai regional lainnya menggunakan strategi marketing yang sangat “kreatif” dan berdampak destruktif di mana pramugari melayani penumpang hanya dengan berbusana bikini. Karena persaingan tidak sehat itu belum diatur dalam regulasi ICAO maka hal itu harus dihadapi sebagai realita tantangan bisnis.
Kita masih ingat dalam tesisnya yang sangat terkenal “Survival of the fittest” Darwin dan Wallache menyimpulkan bahwa kesuksesan tergantung pada kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dalam hal ini persaingan pasar. Dalam tesis lain ”Der Existenzkampf” Gausch dan Benyamin Franklin menunjukkan fakta risetnya yaitu apabila di dalam sebuah wilayah yang “terisolasi” terdapat dua atau lebih organisme [maskapai] yang hidup dalam satu rantai makanan [segmen pasar] yang sama secara bersamaan, maka hanya yang terkuat yang akan bertahan. Kedua kodrat alami inilah yang harus dijadikan inspirasi dalam memimpin perusahaan.
Panduan manajemen maskapai penerbangan
Semua bisnis didirikan untuk menciptakan keuntungan yang diukur dari pendapatan bersih yang lebih besar dari pada biaya keseluruhan. Tujuan utama tersebut dicapai dengan menciptakan pendapatan setinggi mungkin dan menekan total biaya produksi serendah mungkin tentunya secara profesional, sistematis dan konseptual.
Industri penerbangan merupakan sarana pendukung utama perdagangan, investasi, pertukaran budaya dan pariwisata. Setiap segmen pasar adalah unik dan penuh tantangan tersendiri yang dipengaruhi dinamika sosial, ekonomi, geografi maupun psikografi yang spesifik.
Manajemen membutuhkan market intelligence yang akurat, aktual dan lengkap untuk membuat kebijakan dan putusan yang cepat, tepat dan menguntungkan seperti mengkapitalisasi kesempatan bisnis yang menjanjikan, mengevaluasi permintaan pasar secara proaktif, mendapatkan akses ke pasar dan rute baru yang lukratif, menentukan strategi harga yang tepat serta menilai secara objektif di mana mereka relatif masih tertinggal dan unggul dibanding kompetitor, demi menciptakan daya saing dan profitabilitas yang tinggi.
Untuk mencapai itu manajemen maskapai harus mengelola operasinya sedemikian rupa sehingga dapat menurunkan biaya break-event dengan cara menggunakan konfigurasi desain yang ergonomis untuk meningkatkan kapasitas kursi dalam pesawat dan menurunkan biaya operasional khususnya bahan bakar.
Di samping itu, secara simulatan perlu digalakkan kreativitas untuk meningkatkan pendapatan non-tiket tambahan [ancillary revenues] dengan berbagai pola pemberdayaan semua potensi bisnis yang ada secara maksimal mulai dari komisi hotel, periklanan, on-board F&B, inflight shops dan eksploitasi digital market sebagai strategi diversifikasi.
Problem dan dampak
Kinerja Garuda terus memburuk seperti yang diutarakan mantan Menko Maritim Rizal Ramli bahwa kerugian Garuda pada tahun 2017 sudah mencapai 3,69 Triliun rupiah dan hutang yang membelit sudah sebesar Rp 39,6 triliun rupiah. Nilai saham Garuda di Bursa Efek pada 18 Januari 2018 hanya tinggal Rp 314 atau melorot 58 persen dibanding saat pertama kali dicatat dalam Bursa [IPO].
Di samping itu masih terdapat banyak sinyalemen yang menunjukkan bahwa kinerja Garuda Indonesia saat ini kurang menggembirakan. Situasi dan kondisi yang berat itu telah memaksa Garuda untuk melakukan penundaan penerimaan pesawat baru. Oleh karena itu Garuda harus mengevaluasi ulang rencana operasi secara cepat supaya tidak menimbulkan masalah baru.
Pesawat Bombardier CRJ-1000 adalah pesawat dengan biaya operasional yang sangat mahal dan juga kurang kompatibel dengan kebutuhan operasional Garuda. Selain itu terdapat juga keanehan lain dalam proses pengadaan Boeing B777-300ER yang pada akhirnya tidak dapat digunakan sebagaimana layaknya yaitu lepas landas dengan muatan maksimum melainkan harus dikurangi penalti sebelas ton akibat kekuatan landas pacu di Bandara Soetta belum memadai untuk itu.
Hal tersebut tentu sangat merugikan Garuda baik secara finansial, operasional maupun khususnya strategi marketing yang tidak bisa berjalan sesuai rencana. Selayaknya verifikasi aspek penilaian yang sangat mendasar itu sudah dilakukan secara pasti sejak awal mengingat investasi tersebut sangat besar dan berdampak jangka panjang apalagi pesawat tersebut khusus diperuntukan sebagai diversifikasi strategis yaitu produk baru penerbangan non-stop intercontinental ke pasar nostalgia di Eropa yang ”baru” dihidupkan kembali yaitu Jakarta – London dan Jakarta – Amsterdam dan sebagainya.
Manajemen dan efisiensi
Karakteristik industri penerbangan sangat unik dan berkorelasi langsung dengan situasi dan kondisi ekonomi baik lokal, regional maupun global telah menciptakan dampak persaingan yang sangat kejam diperparah dinamika permasalahan siklikal yang sejak lama selalu menghantui dunia penerbangan karena sering menimbulkan efek disruptif bahkan banyak maskapai raksasa terkenal sekalipun tidak luput dari dampaknya. Garuda sebagai ikon sekaligus identitas kebanggaan nasional yang kini terancam berbagai kesulitan operasional, finansial dan leadership wajib diselamatkan.
Bicara mengenai efisiensi dan efektifitas jumlah sembilan direktur Garuda yang mungkin terbanyak didunia itu perlu dipertimbangkan secara seksama apalagi jelas terjadi tumpang tindih tupoksi antara direktur produksi dengan direktur operasi, direktur teknik dan direktur pelayanan.
Selain itu direktur kargo yang sebenarnya juga tidak dibutuhkan karena dapat diakomodir oleh direktur lain apalagi Garuda saat ini belum mempunyai pesawat kargo. Yang sangat penting untuk diperhatikan adalah Garuda perlu menambah direksi yang menguasai manajemen bisnis penerbangan sehingga dapat menstabilkan kondisi yang ada dan dapat segera bangkit kembali.
Manajemen harus bekerja cerdas dan keras dengan sinergi yang maksimal dan bukan terpisah sesuai KPI masing-masing. Peran, fungsi dan kontribusi aktif management juga harus jelas dan dicapai dengan teamwork yang solid dibawah kendali kepemimpinan yang efektif.
Semua bisnis proses harus disesuaikan dengan kaidah zaman now yang didukung oleh high-tech system yang efisien. Pembenahan difokuskan pada aspek keselamatan, penjualan, efisiensi via IT dan potensi moral hazard diminimalisir sistematis melalui penyelenggaraan yang sesuai dengan kaidah Good Corporate Governance.
Perusahaan memang benar harus selalu menjaga tingkat efisiensi yang tinggi agar total biaya produksi tetap rendah sehingga daya saing perusahaan terjamin. Tetapi efisiensi tidak sama dengan pemotongan biaya ansich sehingga implementasinya harus diiringi dengan pemahaman komprehensif. Potong lemaknya tetapi jangan ototnya karena akan menyebabkan kelumpuhan.
Pemotongan biaya secara kurang cermat bukan saja akan mengganggu pelayanan, keselamatan tetapi juga akan mengusik kohesi sosial yang membuat situasi dan kondisi internal menjadi semakin tidak kondusif dan pasti berdampak pada motivasi karyawan serta kinerja perusahaan yang segera perlu ditangani secara serius sebelum terlambat.
Solusi pembenahan pengelolaan
Beberapa saran praktis berikut ini dapat dijadikan acuan sederhana langkah pembenahan pengelolaan Garuda. Temukan gejala Pareto untuk menentukan mana yang signifikan yang harus dijadikan fokus perbaikan. Dalam melakukan efisiensi tentu utamakan hal-hal yang bersifat [cash-users] menimbulkan biaya tinggi dengan manfaat kecil.
Sebaliknya di dalam berinvestasi prioritaskan dulu hal-hal yang bersifat [cash-generator] berbiaya rendah tetapi dapat menghasilkan efek positif yang besar. Dalam membuat konsep harus berawal pada akhir, dipastikan itu Murphy-less dan disesuaikan dengan kebutuhan dan suasana zaman now [IOT].
Jangan gegabah dan terburu-buru karena bisa keliru membedakan mana yang penting dan yang mendesak sehingga secara tidak sadar memotong otot bukan lemak seperti yang diinginkan lalu berdampak fatal. Dengan banyaknya kegiatan strategis management harus paham betul mana yang harus dilakukan terlebih dulu.
Kinerja operasional yang ideal dapat terlihat dari; biaya pokok produksi dan BBM yang rendah serta tingginya tingkat produktifitas pesawat, keterisian pesawat, system yield, ketepatan keberangkatan, kepuasan pelanggan, pendapatan per staf dan persepsi publik terhadap brand Garuda meningkat.
Melalui audit investigatif yang objektif tim trouble shooter dapat melakukan indentifikasi permasalahan yang bersifat strategis dan signifikan termasuk kebijakan yang mungkin kurang tepat, khususnya yang berhubungan dengan pengadaan pesawat yang mungkin terkesan kurang prudent.
Dalam dunia penerbangan bahkan dibidang lainpun sale & lease back sudah lumrah digunakan sebagai instrumen taktis finansial dalam rangka meningkatkan likuiditas perusahaan sesaat bilamana diperlukan. Tetapi pola pengadaan dengan mekanisme beli yang selalu dikombinasikan dengan skema jual dan sewa kembali [sale & leaseback] dalam satu paket yang bukan bersifat kausalistis tetapi berlangsung secara terus menerus seperti yang terjadi di Garuda terkesan ”tidak lumrah”, spekulatif dan dapat diduga berpotensi menimbulkan kerugian sehingga perlu dipelajari secara mendalam.
Idealnya maskapai hanya menggunakan satu jenis pesawat supaya menjadi sangat efisien dalam berbagai aspek operasional dan teknis. Tetapi dalam realitanya tentu hal itu tidak memungkinkan karena tuntutan spesifikasi operasional yang beragam baik jarak tempuh, kapasitas angkut, kenyamanan dsb.
Meskipun demikian spirit untuk meminimalisir jenis pesawat yang digunakan tetap harus menjadi target. Jalan kompromis yang cerdas adalah menggunakan pesawat berbasiskan commonality atau family concept yang memberikan efek efisiensi operasional yang tinggi karena efek multi-tasking atau one man multi jobs, di mana seorang pilot, pramugari, mekanik dan product support dapat mengoperasikan beberapa jenis pesawat sekaligus.
Saran tindak operasional
Lindungi cashflow sekuat tenaga, menjaga kondisi teknis pesawat dengan cadangan biaya perawatan yang memadai, cipta kondisikan rasa kesatuan sosial internal yang kondusif, radiasikan harapan dan bangkitkan motivasi kerja. Segera tingkatkan kualitas pelayanan dan ketepatan waktu di Terminal 3 dengan menegosiasikan ulang secara selektif, objektif, adil dan win-win bersama AP 2 serta semua mitra usaha lain demi kesuksesan bersama.
Penambahan rute luar negri yang lukratif misalnya ke Los Angeles Amerika Serikat via Honolulu dapat meningkatkan pendapatan dalam bentuk dollar AS dan sekaligus mengurangi resiko dari selisih kurs. Peningkatan pendapatan non-operasional tambahan [ancillary revenue] melalui fasilitas e-commerce untuk mendayagunakan pasar digital dengan memberdayakan potensi anak perusahaan dan mensinergikannya dengan sekitar enam ratus PKBL mitra Garuda. Jadikan operasi penerbangan sebagai catwalk untuk produk yang dirancang khusus sesuai tren dan kebutuhan pasar di udara dan di darat.
Pada saat low season Garuda dapat melakukan bazaar wisata yang menarik turis karena mereka akan mendapatkan sesuatu yang lebih dengan harga yang sama sehingga customers peceived value terhadap Garuda akan relatif meningkat. Penggunaan media sosial sebagai alat kampanye penjualan sudah sangat tepat karena efektif, real time dan semua terhubung. Dengan kiat taktis bazaar tersebut tingkat keterisian pesawat akan naik dan sekaligus terus meningkatkan brand dan product awareness Garuda.
Memimpin bisnis itu seperti memimpin sebuah peperangan. Tidak mungkin perang dapat dimenangkan tanpa adanya perencanaan strategis yang unggul dan dioperasionalkan oleh panglima yang kompeten dan berpengalaman secara sistematis, konsekuen dan konsisten.
Kemampuan untuk merancang konsep pemenangan perang dengan berbagai jenis pertempuran hanya dapat dilakukan oleh ahlinya yang paham tentang “cuaca” sebelum dan selama pertempuran, kondisi “medan” pertempuran dan konstelasi “musuh” yang akan dihadapi secara keseluruhan. Maka dari itu prinsip meritokrasi dalam memilih panglima perlu diterapkan secara bijak supaya terjamin dapat melakukan yang benar dengan benar pada kesempatan pertama.
Memimpin bisnis itu seperti memimpin sebuah peperangan. Tidak mungkin perang dapat dimenangkan tanpa adanya perencanaan strategis yang unggul dan dioperasionalkan oleh panglima yang kompeten dan berpengalaman secara sistematis, konsekuen dan konsisten.
Dengan karakteristik industri penerbangan yang ketat, rumit dan kompleks serta dinamika perubahan iklim usaha yang sangat penuh tantangan tersebut dibutuhkan sentuhan tangan ahli dengan skillset spesifik yang handal, pengetahuan, pengalaman dan mindset yang pas supaya dapat menentukan arah kebijakan strategis, merancang bisnis roadmap dan membuat putusan yang tepat agar Garuda semakin berkibar di Tanah Air dengan kekedigdayaan untuk memberdayakan semua potensi resourse-based yang luar biasa itu dengan konsep “Championship by Design”.
Henry Tedjadharma, Pakar Penerbangan dan Ketua Ikatan Alumni Jerman