JAKARTA, KOMPAS -- Dalam Global Competitiveness Report 2017-2018, peringkat daya saing Indonesia meningkat. Namun, peningkatan performa tersebut hanya bertumpu pada faktor eksternal, yaitu pangsa pasar.
Peneliti Indonesia for Global Justice Olisias Gultom di Jakarta, Selasa (30/1), menerangkan, peringkat daya saing Indonesia meningkat dari posisi 41 menjadi posisi 36 dari 137 negara. Peningkatan tersebut terjadi karena membaiknya makro ekonomi.
Olisias berpendapat, peningkatan ini adalah hal yang wajar karena Indonesia masih bergantung kepada pangsa pasar komoditas bahan mentah.
Dari nilai ekspor Indonesia periode Januari-Desember 2017 yang mencapai USD 168,73 miliar, produk non-migas dari industri pengolahan menyumbang 74,1 persen.
Dari persentase ini, komoditas minyak kelapa sawit masih menjadi dominan, mencapai 16,30 persen.
Selain industri pengolahan, ekspor non-migas di sektor pertambangan dan lainnya menyumbang 14,39 persen. Batu bara, tutur Olisias, masih dominan di 43,59 persen.
"Wajar nilai ekspor kita bertambah, karena ada peningkatan harga komoditas di pasar global. Inilah yang mengangkat pertumbuhan ekspor," tuturnya dalam Diskusi Catatan Awal Tahun 2018 Indonesia for Global Justice.
Lembaga ini berkonsentrasi pada pembangunan ekonomi Indonesia dalam menghadapi perdagangan global. (DD12)