JAKARTA, KOMPAS — Kualitas layanan jual-beli properti hunian masih banyak dikeluhkan konsumen. Pengaduan masalah perdata mendominasi.
Sejak September 2017 hingga sekarang, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menerima 20 pengaduan keluhan konsumen terkait layanan publik. Separuh di antaranya merupakan keluhan jual-beli hunian, baik tapak maupun vertikal. Rata-rata konsumen tersebut berasal dari Jabodetabek.
Koordinator Komisi Pengaduan dan Penanganan Kasus BPKN, Rizal E Halim, di sela-sela konferensi pers Menyingkap Gunung Es Masalah Perumahan, Kamis (25/1), di Jakarta, mengemukakan, jenis keluhan perdata jual-beli hunian mendominasi, seperti kisruh legalitas dan sertifikat. Ada juga keluhan pungutan jasa berlebih, air bersih, pengembalian uang muka, dan pengembang tidak kompeten.
Salah satu kasus yang kini masih ditangani BPKN adalah pengaduan penghuni salah satu perumahan di Bekasi, Jawa Barat. Penghuninya tengah memproses pembayaran cicilan kredit pemilikan rumah (KPR) kepada dua bank.
Namun, pada saat bersamaan, penghuni menerima surat dari bank lain yang isinya meminta mereka mengosongkan rumah. Alasannya adalah pengembang menjadikan kompleks perumahan itu sebagai jaminan kredit modal kerja. Namun, kini terjadi kredit macet.
Kepala BPKN Ardiansyah Parman menyebut pengaduan keluhan layanan jual-beli hunian seperti fenomena gunung es. Dengan kata lain, kasus perdata atau pidana belum banyak terungkap.
Sementara itu, penawaran jual-beli properti hunian secara daring semakin marak. Pekan lalu, 99.co (laman properti asal Singapura) mengumumkan telah mengakuisisi UrbanIndo.com, laman properti asal Indonesia. Dengan akuisisi ini, konsumen kedua negara bisa mengakses penawaran properti lebih luas. (MED)