Produksi Bisa Terganggu
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pemerintah membuka impor garam industri 3,7 juta ton tahun ini dikeluhkan petambak garam. Masuknya garam impor dalam jumlah besar dinilai memukul semangat petambak rakyat untuk berproduksi lebih baik pada tahun ini.
Pemerintah telah menetapkan swasembada garam nasional pada 2020, mencakup garam untuk konsumsi dan industri. Pencapaian swasembada garam akan didorong dari produksi garam rakyat dan garam yang diproduksi perusahaan.
Ketua Himpunan Masyarakat Petambak Garam (HMPG) Jawa Timur Muhammad Hasan mengemukakan, lonjakan impor garam industri dari 2,2 juta ton tahun lalu menjadi 3,7 juta ton tahun ini dinilai janggal. Masuknya garam impor sebesar itu akan mengganggu produksi garam rakyat.
Pemerintah seharusnya mendorong pemenuhan garam industri dari hasil produksi dalam negeri. "Impor garam yang terlalu besar dapat berdampak pada rembesan garam impor ke pasar, anjloknya penyerapan garam rakyat, dan merosotnya harga panen," ujar Hasan saat dihubungi dari Jakarta, Senin (22/1).
Sekitar 30 persen stok garam rakyat dari hasil panen tahun lalu hingga kini belum terserap pabrik atau industri. Alasannya, pabrik sudah kelebihan stok. Garam di tingkat petambak dijual Rp 2.300 per kg untuk kualitas II dan Rp 2.500 per kg untuk kualitas I. Biasanya, pada musim panen raya, harga garam rakyat hanya pada kisaran Rp 250-Rp 750 per kg.
Impor garam untuk industri 3,7 juta ton ditetapkan dalam Rapat Koordinasi Bidang Pembahasan Kebutuhan Garam untuk Industri pada 19 Januari. Rapat yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution itu, antara lain, dihadiri Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamurti Poerwadi, serta perwakilan Badan Pusat Statistik.
Kualitas tinggi
Darmin, dalam siaran pers, mengemukakan, garam impor itu, antara lain, untuk memenuhi kebutuhan industri petrokimia, pulp dan kertas, farmasi dan kosmetik, aneka pangan, pengasinan ikan, tekstil, penyamakan kulit, pakan ternak, pengeboran minyak, serta sabun dan detergen. Garam industri dengan kualitas tinggi dinilai belum dapat dihasilkan oleh produsen dalam negeri.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Senin, menyatakan hanya merekomendasikan impor garam 2,1 juta ton pada tahun ini. Sebagian produksi garam rakyat dinilai telah bagus dan memenuhi skala industri. "Sayangnya, rekomendasi dari saya tidak diindahkan," kata Susi.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengemukakan, hasil perhitungan Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan, stok garam 349.505 ton, estimasi produksi garam tahun ini 1,5 juta ton, dan kebutuhan garam 3,98 juta ton. Maka, garam impor yang dibutuhkan untuk industri 2,133 juta ton.
"Rencana impor garam 3,7 juta ton terlalu besar serta tidak melihat estimasi ketersediaan dan suplai garam. Garam rakyat bisa tidak terserap," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi mengemukakan, pihaknya menolak keputusan impor garam yang tidak didasarkan pada rekomendasi Menteri Kelautan dan Perikanan.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memiliki data kebutuhan impor yang berbeda, yakni 3,77 juta ton. Usulan impor garam industri didasarkan pada angka kebutuhan industri.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar menuturkan, impor garam industri hingga saat ini masih dibutuhkan karena industri dalam negeri membutuhkan kontinuitas pasokan garam industri.
"Kebutuhan garam industri selama ini tidak mungkin dipenuhi dari dalam negeri. Industri belum bisa mengandalkan produksi dalam negeri yang bergantung pada musim. Kualitas juga tidak bisa dibohongi," kata Haris.
Spesifikasi berbeda
Ada berbagai jenis garam industri yang dibutuhkan di setiap industri. Industri pengguna garam industri di Indonesia beragam, mulai dari industri kimia, kertas, farmasi, kosmetik, tekstil, penyamakan kulit, pengolahan air, hingga industri pengeboran minyak.
"Industri tersebut umumnya membutuhkan garam industri dengan kadar NaCl berkisar 97-99 persen," kata Haris.
Menurut Haris, ada pula garam industri dengan kandungan unsur tertentu yang harus dihilangkan atau ditambahkan sesuai dengan kebutuhan di industri. Garam industri dengan spesifikasi tersebut belum mampu diproduksi di dalam negeri.
"Menurut kami, impor jangan menjadi sesuatu yang haram. Apalagi, garam industri impor yang menjadi bahan baku di industri dalam negeri itu pun selanjutnya akan mengalami proses produksi dengan nilai tambah berlipat yang juga didapat di Indonesia," kata Haris.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordi- nator Perekonomian Elen Setiadi menuturkan, impor garam industri itu akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan. Perencanaan kebutuhan tersebut disusun oleh Kemenperin. (LKT/CAS/LAS)