JAKARTA, KOMPAS — Koperasi mesti mengatasi tantangan internal dan eksternal agar mampu berkembang pada era digital. Selain itu, koperasi juga mesti meningkatkan kapasitas dan kesiapannya agar tidak tergilas dalam persaingan global.
”Saya cenderung ingin mengatakan, tantangan yang ada di dalam koperasi jauh lebih besar dibandingkan dengan tantangan dari luar koperasi,” kata mantan Menteri Koordinator Perekonomian dan mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah, di Jakarta, Kamis (18/1).
Burhanuddin menyampaikan hal itu dalam diskusi panel yang digelar seusai pengukuhan pengurus Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Keluarga Alumni Institut Koperasi Indonesia.
Menurut Burhanuddin, tantangan utama dari dalam koperasi terkait pendidikan insan koperasi, baik pengurus maupun anggota. Peluang besar bagi koperasi juga belum bisa dimanfaatkan dengan optimal karena pasar tidak diatur sebagaimana mestinya.
”Sebetulnya pasar itu sangat memerlukan pemerintah. Secara teori, pasar yang dibiarkan akan cenderung monopolistik, menghilangkan demokrasi, dan selanjutnya menghilangkan pasar itu sendiri,” katanya.
Burhanuddin menambahkan, koperasi akan mampu mengoptimalkan peluang jika pemerintah mengatur pasar. Hal yang perlu diatur di pasar, antara lain aspek hak kepemilikan, aturan monopoli, kontrak perjanjian, dan aturan soal kebangkrutan.
Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Sri Edi Swasono mengatakan, koperasi tidak akan bisa besar selama pemerintah memelihara kapitalisme dan liberalisme. Sebab, koperasi memiliki pola pikir kerja sama dan tidak mengenal persaingan yang saling mematikan.
Persaingan direduksi sebagai perlombaan sehingga pihak yang kalah harus diberdayakan. ”Koperasi tidak anti besar. Besar boleh saja, tetapi dimiliki orang banyak. Ada tiga co, yaitu co-ownership atau ikut memiliki, co-determination atau ikut menentukan, dan co-responsibility atau ikut memelihara,” kata Sri Edi.
Digital
Pengusaha Mochtar Riady mengatakan, ekonomi digital dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kemiskinan. Salah satu contohnya, dengan memanfaatkan pasar digital, petani di China lebih sejahtera. Sebab, dengan dukungan digital, petani bisa menjual produk pertanian dan membeli produk dengan efisien.
”Hal yang saat ini bisa menjadi pelajaran, bagaimana mengaitkan koperasi yang berintikan kebersamaan dengan ekonomi digital,” katanya.
Mochtar mengatakan, perusahaan tidak akan mampu berkembang secara berkelanjutan apabila tidak berpikir untuk meringankan nasabah atau pelanggan. Demikian pula koperasi akan jaya jika memikirkan kepentingan anggotanya.
Sekretaris Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Agus Muharam mengatakan, tantangan koperasi simpan-pinjam adalah era suku bunga satu angka. ”Kalau masih bermain di dua angka, akan tergilas,” katanya. (CAS)