TANAH MERAH, KOMPAS — Pengendalian distribusi bahan bakar minyak di wilayah terpencil belum optimal. Sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum atau SPBU kerap kehabisan stok dalam hitungan jam.
Penyebabnya, BBM diborong dan dijual kembali secara eceran dengan harga lebih mahal.
Bupati Boven Digoel, Papua, Benediktus Tambonop mengakui, SPBU di Boven Digoel kerap tutup lebih cepat lantaran saat pasokan tiba langsung terserap habis. BBM tersebut dibeli dan dijual kembali ke sejumlah distrik (kecamatan) yang lokasinya berjauhan. Dengan demikian, realisasi program BBM satu harga hanya berlaku di SPBU.
”Luas Boven Digoel lebih dari 27.000 kilometer persegi yang terdiri dari 20 distrik dan 112 kampung. Dengan kondisi seperti ini, wajar apabila harga BBM yang jauh dari SPBU lebih mahal daripada harga resmi. Bisa mencapai Rp 10.000 per liter,” kata Benediktus Tambonop saat menerima kunjungan tim Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Kamis (18/1), di Tanah Merah, ibu kota Kabupaten Boven Digul.
Benediktus berharap, seandainya memungkinkan, kuota BBM di Boven Digoel ditambah. Selain itu, ia meminta agar perizinan niaga penjualan BBM di Boven Digoel dipermudah.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa mengatakan, untuk membangun SPBU tambahan di Boven Digoel, investasinya terlampau mahal. Pembangunan salah satu SPBU milik swasta di wilayah tersebut menelan biaya hingga Rp 5 miliar.
Saat ini, BPH Migas sedang menggodok kebijakan pembangunan subpenyalur BBM di wilayah terpencil.
”Kalau penyalur ini dikenal sebagai SPBU. Nah, kalau subpenyalur itu setingkat di bawahnya. Semacam penjual eceran yang resmi. Ini yang akan kami tata,” ujar Fanshurullah.
Fanshurullah menambahkan, syarat membangun atau berbisnis sebagai subpenyalur adalah pendiriannya minimal berjarak 10 kilometer dari SPBU reguler dan 5 km dari SPBU mini. Adapun harga jual bahan bakar tersebut ditentukan bupati lewat peraturan bupati.
”Bulan depan, BPH Migas akan meneken nota kerja sama dengan Polri untuk penertiban penjualan SPBU di wilayah terpencil. Tujuannya mencegah oknum tertentu membeli BBM melebihi batas wajar,” kata Fanshurullah.
Bobby (36), warga Boven Digoel, mengatakan, saat stok BBM di SPBU habis, harga premium eceran naik sampai Rp 10.000 hingga Rp 12.000 per liter. Apabila kelangkaan BBM kian parah, harga premium bisa mencapai Rp 20.000 per liter. Harga resmi premium sebesar Rp 6.450 per liter dan solar bersubsidi Rp 5.150 per liter.
Sales Executive Retail Wilayah I MOR VIII Pertamina Agung Dodo Wibowo menyebutkan, dalam sebulan, konsumsi premium di Boven Digoel sebanyak 365 kiloliter per bulan. Adapun konsumsi solar bersubsidi sebanyak 251 kiloliter per bulan. (APO)