Aset negara yang mangkrak dan yang tidak dimanfaatkan secara optimal menjadi beban bagi negara. Negara, dalam hal ini kementerian atau lembaga dan badan usaha milik negara, akan menanggung biaya perawatan dan pengelolaan. Sebaliknya, jika dianggap sudah tidak memberikan keuntungan, aset-aset negara itu pun cenderung ditelantarkan begitu saja.
Padahal, jika aset dikelola dengan baik, tentu berpotensi mendorong investasi dan menjadi sumber pemasukan bagi negara dari sektor bukan pajak. Aset itu juga dapat mendorong peningkatan perekonomian setempat.
Argentina, misalnya, negara penghasil wine terbaik kelima dunia itu memiliki aset besar, baik warisan sejarah maupun aset di kawasan industri dan ekonomi. Pemerintah Argentina mengelola aset negara yang terbengkalai untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Argentina adalah mengonservasi kawasan- kawasan peninggalan sejarah menjadi pusat bisnis dan wisata.
Puerto Madero, misalnya. Pelabuhan kargo kuno yang selesai dibangun oleh pengusaha Argentina, Eduardo Madero, pada tahun 1897 itu tidak lagi menjadi area pergudangan yang mangkrak. Kawasan itu kini disulap menjadi pusat bisnis dan wisata terpadu dengan hotel-hotel dan pusat-pusat pertemuan, pameran, dan konvensi bisnis. Bekas-bekas gudang dan pabrik di situ ada yang dipertahankan sebagai warisan sejarah, ada pula yang direvitalisasi menjadi restoran-restoran.
Pemerintah Argentina juga menerapkan konsep tersebut di daerah La Boca. La Boca merupakan kota pelabuhan tempat permukiman para budak pada abad ke-16. Kota yang semula kumuh dengan tingkat kriminalitas tinggi ini disulap menjadi kota wisata budaya Argentina.
Pemerintah Argentina mengusung konsep wisata kota menyusuri jalan-jalan di La Boca yang dikenal sebagai Caminito La Boca. Rumah-rumah tradisional Argentina dilestarikan dalam aneka warna berdominasi hijau, kuning, biru, dan merah. Di tempat itu, para seniman Argentina berkarya dan menjual karya mereka itu.
Bagaimana dengan Indonesia? Pemerintah sudah berkomitmen untuk lebih serius mengoptimalkan aset negara yang mangkrak atau tidak termanfaatkan dengan baik. Pada Desember 2015, Kementerian Keuangan mendirikan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN). Lembaga ini bertujuan mendukung optimalisasi manajemen aset negara guna meningkatkan manfaat ekonomi dan sosial sekaligus menggali potensi return on assets serta penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari barang milik negara.
Selama dua tahun berdiri, aset negara yang dikelola LMAN adalah aktiva kilang gas alam cair (LNG) Arun (Lhokseumawe, Aceh) dan Badak (Bontang, Kalimantan Timur). Adapun aset negara lainnya berupa properti ruko, gedung, tanah, dan apartemen. Total nilai aset LNG Arun dan Badak itu mencapai Rp 27,08 triliun. LNG Arun akan digunakan untuk membangun fasilitas penerimaan kondensat dan sulfur yang akan diproduksi dari sumur-sumur di lapangan Blok A, sedangkan LNG Badak dimodifikasi agar bisa memproduksi gas minyak bumi (LPG). Sejak diambil alih LMAN, kedua aset itu sudah berkontribusi terhadap pendapatan LMAN sebesar Rp 56,96 miliar dari LGN Arun dan Rp 180,06 miliar dari LGN Badak.
Adapun aset sektor properti, apartemen, dan tanah, bernilai total Rp 1,616,99 triliun. Kontribusi dari properti hingga Desember tahun ini senilai Rp 12,88 miliar. Kontribusi itu bersumber dari sewa enam properti dari total 17 properti yang saat ini sedang direhab dan dipromosikan.
Sementara itu, pemerintah daerah juga mengoptimalkan aset-aset daerah. Optimalisasi ini umumnya masih berbasis kawasan dan belum berjalan optimal karena kendala biaya. Di Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, kawasan kota tua Lasem diubah menjadi kawasan pelestarian sejarah, wisata, dan pengembangan batik. Di Kota Semarang, kendati sangat belum optimal, kawasan kota tua dijadikan pusat kuliner, seni, dan pelestarian sejarah.
Langkah-langkah itu patut diapresiasi karena dengan begitu, optimalisasi aset dapat menghidupkan perekonomian setempat. Optimalisasi aset ini kerap terlupakan dalam penyusunan tata ruang tata wilayah. Dana selalu disebut sebagai kendala utama. Padahal optimalisasi aset itu juga dapat digarap melalui skema kerja sama pemerintah-swasta. (HENDRIYO WIDI)