JAKARTA, KOMPAS — Kejahatan siber telah berkembang menjadi industri. Dampaknya, kelompok orang atau organisasi semakin mudah melakukan serangan siber secara tersembunyi dan tidak memerlukan investasi khusus pada perangkat mereka.
Tahun ini, ancaman kejahatan siber diproyeksikan semakin tinggi.
Pegiat Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Satriyo Wibowo mengemukakan hal tersebut, Kamis (4/1), di Jakarta. Contoh kejahatan siber sebagai industri adalah kemunculan ransomware as a servise dan DDoS as a service.
Di sisi lain, tingkat kualitas keamanan siber di Indonesia belum merata. Menurut Satriyo, kesadaran masyarakat untuk selalu memperbarui sistem keamanan pada perangkat teknologi belum tinggi.
Kesadaran masyarakat untuk selalu memperbarui sistem keamanan pada perangkat teknologi belum tinggi.
Satriyo menyebutkan, serangan DDoS dan percobaan pengambilalihan pusat administrasi komputer peladen merupakan dua jenis kejahatan terbanyak yang terekam di sistem Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII). ID-SIRTII adalah tim yang dibentuk Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk mengawasi keamanan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet. Tim ini telah melebur ke dalam Badan Siber dan Sandi Negara.
Serangan DDoS adalah jenis serangan terhadap komputer atau peladen dalam jaringan internet. Caranya, dengan menghabiskan sumber yang dimiliki komputer tersebut.
Dua jenis serangan tersebut menyasar sektor kritis negara, yakni pemerintahan, pertahanan, telekomunikasi, keuangan, perbankan, transportasi, kesehatan, pangan, serta energi.
"Mekanisme pertahanan harus dimiliki negara. Koordinasi pencegahan ataupun antisipasi ancaman kejahatan kini berada di tangan Badan Siber dan Sandi Negara," katanya.
Dalam Kaspersky Security Bulletin: Review of The Year 2017, perusahaan penyedia antivirus Kaspersky menyebutkan, serangan kejahatan siber terhadap mesin anjungan tunai mandiri (ATM) meningkat sepanjang 2017.
Territory Channel Manager Indonesia, Kaspersky Lab Asia Pasifik, Donny Koesmandarin mengungkapkan, malware jenis ransomware masih akan masif menyerang pada tahun 2018. Pelaku kejahatan tidak secara spesifik menetapkan target serangan ke swasta atau pemerintah.
Sementara itu, Sales Director Trend Micro Indonesia Laksana Budiwiyono mengatakan, tren serangan kejahatan siber tahun ini akan menyasar aktivitas yang terkait dengan transaksi finansial. (MED)