JAKARTA, KOMPAS — Usaha rintisan di Tanah Air diperkirakan makin banyak yang melepaskan saham di Bursa Efek Indonesia tahun ini. Hal ini karena untuk terus berkembang, perusahaan rintisan tetap memerlukan sumber pendanaan lain di luar modal investasi dari perusahaan ventura.
Dari 37 perusahaan yang mendaftar untuk mencari dana di pasar saham sepanjang 2017, dua di antaranya tergolong sebagai usaha rintisan. Dua usaha rintisan itu adalah PT Kioson Komersial Indonesia Tbk dan PT MCash Integrasi Tbk.
Dihubungi di Jakarta, Senin (1/1), analis riset First Asia Capital, David Sutantyo, menilai gebrakan kedua perusahaan ini dalam menempuh opsi pendanaan dari pasar modal akan menjadi pelajaran bagi perusahaan rintisan lain melakukan hal serupa.
Tidak hanya perusahaan rintisan biasa, David meyakini, cepat atau lambat, perusahaan rintisan dengan aset di atas 1 miliar dollar AS—yang digolongkan ke dalam unicorn—juga akan segera mencari sumber pendanaan di pasar saham. ”Itu akan menjadi cara mereka mengembalikan imbal hasil kepada investor,” ujar David.
Saat ini, kata David, pasar modal masih belum populer bagi perusahaan rintisan yang lebih akrab dengan modal ventura sebagai sumber pendanaan. Perusahaan kelompok unicorn, seperti Gojek, Tokopedia, dan Bukalapak, memperoleh suntikan dana besar dari para investor.
”Akan tetapi, kita lihat di Amerika Serikat, misalnya Facebook dan Amazon, sudah nyaman di bursa saham. Tinggal yang perlu dipastikan oleh Bursa Efek Indonesia adalah penyerapan valuasi agar perusahaan, seperti Gojek, yang total asetnya lebih dari Rp 20 triliun tidak lari ke pasar saham luar negeri,” kata David.
Lebih ketat
Analis Binaartha Parama Sekuritas, Reza Priyambada, memperkirakan, persaingan yang akan dihadapi perusahaan rintisan di pasar modal akan lebih ketat. Hal ini karena kinerja perusahaan rintisan yang berbasis digital tergolong lebih mudah terpantau investor.
”Kuncinya, bagaimana para pengurusnya amanah mengelola perusahaan itu. Harus terus ada peremajaan ide karena perusahaan rintisan biasanya berbasis inovasi dan aplikasi,” ujarnya.
Di sisi lain, kejelasan pertumbuhan kinerja dan segmentasi pasar menjadi nilai tambah bagi perusahaan rintisan menggaet para investor di pasar saham.
”Sementara, para investor yang sebelumnya menyuntikkan dana bagi perusahaan rintisan bisa mendapat likuiditas untuk berinvestasi di tempat lain. Ini menjadi solusi yang menguntungkan semua pihak,” ujarnya.
Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) juga mendukung perusahaan rintisan masuk ke bursa melalui program IDX Incubator.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI Samsul Hidayat mengatakan, setidaknya tahun ini ada satu perusahaan rintisan di bidang perdagangan digital atau e-dagang jebolan IDX Incubator akan mencatatkan diri di lantai bursa.
Samsul menuturkan, dengan bergabung di pasar saham, perusahaan bakal mendapatkan struktur pendanaan lebih baik dan ongkos yang lebih efisien. Dalam beberapa tahun mendatang, pendanaan yang lebih besar juga bisa didapatkan dengan mudah melalui instrumen penerbitan saham terbatas dan surat utang.
”Perusahaan digital yang ingin ekspansi harus membutuhkan pendanaan yang lebih kreatif. Dengan menawarkan saham perdana di bursa, perusahaan akan mendapatkan variasi struktur pendanaan,” kata Samsul.
Otoritas BEI juga sedang mematangkan teknik valuasi untuk meningkatkan animo para investor terhadap perusahaan rintisan saat mendaftar di lantai bursa. Kendati secara pembukuan tetap sama, yakni proses penghitungan untung rugi perusahaan, BEI masih kesulitan melakukan valuasi sebagai bentuk harga perusahaan.
”Hal ini menjadi tantangan tersendiri karena penilaian perusahaan rintisan bergantung pada ekosistem yang bisa meningkatkan ekspektasi masyarakat. Bisa saja yang divaluasi adalah aktivitas perusahaan secara digital,” ujar Samsul. (DIM)