Indeks Pembangunan Teknologi Informasi Komunikasi Indonesia Masih Rendah
Oleh
MEDIANA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia pada 2016 sebesar 4,34 dari skala 0-10. Pada tahun sebelumnya, indeks tercatat 3,88 dari skala 0-10.
Hasil penghitungan Badan Pusat Statistik (BPS) tentang Indeks Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (IP-TIK) Indonesia itu diterbitkan pada 15 Desember 2017.
IP-TIK merupakan ukuran standar yang dapat menggambarkan tingkat pembangunan TIK suatu wilayah, kesenjangan digital, dan potensi pengembangannya. IP-TIK disusun oleh 11 indikator yang dikelompokkan menjadi tiga subindeks, yakni akses dan infrastruktur, penggunaan, dan keahlian. Semakin tinggi nilai indeks, artinya potensi dan pencapaian pembangunan lebih optimal.
Nilai subindeks akses dan infrastruktur sebesar 4,88. Lalu, nilai subindeks keahlian tercatat 5,54. Terakhir, nilai subindeks penggunaan ialah 3,19. DKI Jakarta menjadi provinsi dengan IP-TIK tertinggi dengan nilai 7,41, sedangkan terendah adalah Papua sebesar 2,41.
Ketua Program Studi Teknik Telekomunikasi di Institut Teknologi Bandung Ian Yoseph, yang dihubungi Selasa (26/12), di Jakarta, berpandangan, kenaikan IP-TIK secara nasional ditopang dari Jawa. Dengan kata lain, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah mulai dari pemerataan akses dan infrastruktur sampai dengan penggunaan TIK secara berkelanjutan.
”Pembangunan proyek jaringan tulang punggung Palapa Ring sangat diperlukan, khususnya membantu pengembangan infrastruktur di luar Jawa. Pembangunan proyek itu harus diikuti dengan pengembangan ekosistem, mulai dari penyediaan perangkat, akses, dan biaya yang terjangkau oleh masyarakat di luar Jawa,” ujar Ian.
Ketua Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Kamilov Sagala, yang dihubungi pada hari yang sama, berpendapat, pencapaian IP-TIK itu mencerminkan ketidakberhasilan pemerintah dalam melakukan pemeratan pembangunan ekosistem TIK. Pemerintah cenderung tidak tegas mendorong operator ikut membangun. Program pelayanan universal untuk daerah rural pun dinilai tidak berjalan maksimal.
Dia menilai positif keberadaan proyek Palapa Ring. Hanya saja, dia melihat sejauh ini belum ada pembicaraan seputar tarif sewa.
”Regulator seharusnya tetap memegang kendali sewa atau perhitungan tarif pemakaian jaringan tulang punggung Palapa Ring,” kata Kamilov.
Proyek jaringan tulang punggung Palapa Ring terdiri dari tiga paket, yakni Paket Barat, Paket Tengah, dan Paket Timur. Pemerintah menargetkan pembangunan ketiganya selesai pada 2018.
Mengutip laman Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo), Menkominfo Rudiantara mengklaim proses pengerjaan Paket Barat telah mencapai 74 persen per Agustus 2017. Pada waktu yang sama, pengerjaan Paket Tengah mencapai 26 persen dan Paket Timur 17 persen.