JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan produksi garam nasional mencapai 4,1 juta ton pada 2018. Target ini meningkat 28 persen dari target produksi tahun ini yang sebanyak 3,2 juta ton.
Untuk mencapai target 2018, pemerintah akan mendorong peningkatan produksi, yang antara lain melalui pemberdayaan usaha garam rakyat.
Sampai dengan akhir November 2017, produksi garam rakyat dari 15 sentra garam dan PT Garam (Persero) sebanyak 1.305.606 ton, tak sampai setengah dari target tahun ini. Produksi garam pada 2016 hanya 137.600 ton, sedangkan pada 2015 sebanyak 2,91 juta ton.
Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam Jawa Timur Muhammad Hasan, saat dihubungi Kompas, Senin (25/12), dari Jakarta, mengemukakan, pemerintah harus realistis terhadap target produksi garam. Dalam kondisi optimal dan cuaca baik, produksi garam umumnya 3 juta ton. Oleh karena itu, perlu terobosan untuk meningkatkan produksi menjadi 4,1 juta ton. ”Penambahan target produksi garam sebanyak 1 juta ton sangat besar,” katanya.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengemukakan, peningkatan produksi garam didorong melalui program pengembangan usaha garam rakyat (Pugar) pada lahan garam rakyat terintegrasi.
Tahun ini, lahan terintegrasi ditargetkan seluas 268 hektar di 15 sentra produksi. Upaya mendorong produksi garam juga dilakukan melalui penambahan lahan produksi garam yang dikoordinasikan Kementerian Koordinator Kemaritiman.
Pada 2018, PT Garam menargetkan penambahan produksi 5.000 ton yang bersumber dari operasional tambak baru garam di Bipolo, Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Harga
Sementara itu, Direktur Jasa Kelautan KKP Mohammad Abduh mengemukakan, pihaknya menerima laporan dari koperasi dan unit pengolahan garam bahwa harga garam sudah sangat tinggi. Hal ini memberatkan usaha pengolahan garam. Namun, pemerintah belum bisa memastikan apakah harga yang mulai tidak terkendali itu dipicu penimbunan garam atau stok yang terbatas.
”Pemerintah tidak memiliki ukuran atau indikator untuk menentukan terjadinya penimbunan garam. Ukuran indikasi penimbunan garam sejauh ini adalah harga. Jika harga garam cenderung semakin tinggi, ada kemungkinan stok garam telah habis atau garam ditimbun. Kami terus memonitor,” katanya.
Sejauh ini, pihaknya tengah menyusun usulan harga pokok pembelian (HPP) garam kepada Kementerian Perdagangan. Namun, garam tidak termasuk kategori bahan pokok dan bahan penting sehingga dinilai tidak memerlukan harga acuan. Padahal, kendati kebutuhan garam untuk konsumsi masih sedikit, kebutuhan garam untuk industri terus tumbuh. Industri yang membutuhkan garam di antaranya farmasi, tekstil, aneka pangan, dan kaca.
Berdasarkan surat edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Nomor 563/PDN/SD/11/2017, garam tidak tergolong ke dalam kategori bahan kebutuhan pokok dan bahan penting. (LKT)