Mengabadikan Kenangan
Untuk perhelatan pernikahan putri Presiden RI tersebut, Mintorogo (48) mendapat pesanan sebanyak 500 kotak kaca segi enam bertekstur aqualet (kaca dengan tekstur bergelombang), tekstur dedaunan, serta tekstur membentuk motif flora lainnya. Kotak kaca ini berukuran 11 sentimeter (cm) x 12 cm dengan tinggi 5 cm.
Karya kerajinan ini bukan sekadar cantik sebagai hiasan, melainkan juga berfungsi sebagai tempat penyimpan perhiasan.
”Kami kebanyakan membuat suvenir untuk tempat perhiasan dengan berbagai bentuk, kotak kubus, segi enam, segi lima, ada juga yang segi tiga. Motifnya bisa berbagai macam bunga, seperti tulip, mawar, anggrek, bunga matahari, atau motif batik kawung, parang, sekar jagat, tirto tejo, dan lainnya,” katanya.
Mintorogo kini pun tengah sibuk menggarap pesanan sebanyak 2.000 kotak kaca, juga untuk suvenir acara pernikahan. Kali ini, pesanan datang dari Jakarta. ”Pesanan ini bentuknya berbeda, untuk tempat pensil, tetapi ada juga yang untuk kotak perhiasan,” kata Mintorogo yang ditemui di bengkel kerjanya di Solo.
Tak sebatas suvenir pernikahan, Mintorogo juga memproduksi pernak-pernik penghias interior ruangan dari kaca grafir ataupun kaca patri. Usaha ini ia rintis sejak tahun 1999.
Membangun sendiri
Mintorogo mulai mengenal dunia kerajinan kaca pada tahun 1997. Ketika itu, ia membantu memasarkan cermin hias atau yang biasa disebut ”kaca ayu” atau ”kaca benggala” buatan ayahnya, Rochgianto (75). Ayahnya membuka usaha kerajinan kaca benggala itu selepas pensiun sebagai pegawai salah satu BUMN.
Kala itu, Mintorogo sebatas membantu memasarkan hasil produksi ayahnya karena ia sendiri masih bekerja di sebuah perusahaan periklanan. Setelah mengundurkan diri dari perusahaan periklanan itu pada tahun 1999, Mintorogo pun terjun sepenuhnya menekuni kerajinan kaca. Ia mendirikan usaha sendiri dengan mengusung merek Risang Aji.
”Bapak saya itu keahliannya membuat produk kaca benggala yang artistik banget, harganya mahal. Dulu harganya Rp 3,5 juta per buah, sekarang Rp 6 jutaan. Karena mahal, pembelinya terbatas. Jadi, saat itu saya terpikir untuk membuat pernak-pernik dari kaca yang bisa dijual lebih murah,” katanya.
Mintorogo kemudian mendesain berbagai suvenir dari kaca, seperti tempat pensil, kotak perhiasan, kotak tisu yang dihiasi motif batik dan bunga-bunga, serta model kaca grafir. Ia juga membuat kaca benggala, tetapi dengan desain yang lebih sederhana agar harganya terjangkau.
Mintorogo bahkan juga sempat mengekspor produk kaca benggala ke Amerika Serikat (AS). Ia juga menjajaki pasar ASEAN, seperti Malaysia, Singapura, dan Kamboja. Ekspor ke AS terhenti pada 2006. Pasar di AS melemah akibat terdampak krisis ekonomi. Usaha Mintorogo pun terpukul sehingga banyak karyawan harus dirumahkan. Dari 18 orang, kini tinggal tersisa enam orang. Ia pun berusaha bertahan dengan menggarap pesanan lokal.
Tahun 2011, usaha Mintorogo bangkit kembali. Belajar dari pengalaman, ia kini lebih fokus menggarap pasar dalam negeri yang memiliki potensi besar. Setelah merampungkan 2.000 suvenir kotak kaca yang sedang dikerjakan, garapan berikutnya sudah menanti. ”Januari nanti saya harus menyelesaikan pesanan suvenir pernikahan 450 buah,” katanya.
Mintorogo menetapkan harga produk kerajinan kacanya dengan kisaran Rp 50.000-Rp 175.000 per buah. Harga itu dinilainya terjangkau dan tidak terlalu mahal. Harga produk bergantung pada ukuran, jenis kaca, motif, dan kerumitan desain. ”Untuk motif batik memakai bahan akrilik yang dilukis dengan tangan. Adapun untuk jenis kaca grafir, dikerjakan tangan menggunakan mesin gerinda kecil,” katanya.
Turun tangan
Dalam proses produksi, Mintorogo yang berlatar belakang pendidikan S-1 ekonomi manajemen dan S-2 magister manajemen turun tangan langsung. Mulai dari mendesain, menggambar motif, hingga pengerjaan kaca grafir pun dilakoninya. Ia menyerap ilmu dan keterampilan pembuatan kerajinan kaca itu dari karyawan ayahnya.
”Saya memang memiliki ketertarikan pada desain. Saya pernah mendaftar kuliah arsitek di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tetapi tidak lolos,” kata Mintorogo yang juga aktif berkegiatan sosial sebagai Ketua Kelompok Sadar Wisata Kota Solo
Menurut Mintorogo, pihaknya memiliki kapasitas produksi suvenir kaca maksimal 1.300 buah per bulan. Untuk cermin hias atau kaca benggala dengan desain semi-art, kapasitas produksi hanya 30-55 buah per bulan karena produksinya lebih rumit. Cermin hias kaca benggala berukuran standar 60 cm x 120 cm dijual Mintorogo dengan harga rata-rata Rp 2,5 juta per buah. ”Untuk kaca benggala setiap produk didesain berbeda. Jadi, satu karya untuk satu orang,” ujarnya.
Mintorogo juga tidak pelit menularkan ilmu dan keterampilan yang ia miliki. Tak heran, banyak sekolah tingkat SMP dan sederajat SMA mengadakan kegiatan luar kelas ke studio kerja Risang Aji yang berada di dekat Pasar Legi, Solo. Para pelajar ini melihat dari dekat proses produksi ataupun berlatih membuat kerajinan kaca.
Mintorogo pun menyambut mereka dengan tangan terbuka. Jalan menuntut ilmu dan rezeki, ia yakini, terbuka untuk siapa pun.