JAKARTA, KOMPAS — Perum Bulog mendukung penundaan perluasan program bantuan pangan nontunai sesuai instruksi Presiden Joko Widodo. Salah satu hal yang perlu dievaluasi adalah ketepatan sasaran keluarga penerima manfaat atau keluarga masyarakat miskin yang memang berhak menerima bantuan pangan.
Hal itu disampaikan Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti di sela-sela acara Rapat Kerja (Raker) Perum Bulog se-Indonesia di Jakarta, Jumat (15/12). ”Kementerian teknis perlu mengevaluasi (bantuan pangan nontunai) sesuai instruksi Presiden,” kata Djarot.
Seperti diberitakan, Presiden Joko Widodo menegaskan, penambahan jumlah penerima bantuan pangan nontunai tidak bisa dilakukan selama evaluasi basis data peserta belum selesai dilakukan. Langkah ini dipandang perlu agar program pengentasan rakyat dari kemiskinan bergulir secara lebih tepat sasaran (Kompas, 6/12).
Menurut Djarot, evaluasi diperlukan untuk memastikan bantuan pangan nontunai (BPNT) bisa tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat kualitas. ”Apakah semua orang yang berhak menerima bantuan di suatu desa, misalnya, sudah tercatat dalam daftar penerima manfaat,” katanya.
Jika ada yang tidak menerima bantuan, lanjut Djarot, dalam pelaksanaan program beras untuk keluarga prasejahtera (rastra) selama ini, beras sebanyak 15 kilogram untuk keluarga penerima biasanya dibagikan kepada keluarga yang belum menerima. Jika tidak ada data akurat, ia mempertanyakan apakah sistem kartu dalam program BPNT dapat menyelesaikan masalah itu.
Pada 2017, program BPNT dengan sistem kartu diujicoba dengan sebanyak 1,2 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Sisanya, yakni kurang lebih 14 juta keluarga prasejahtera masih dilayani dengan program bantuan rastra.
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Karyawan Gunarso mengatakan, melalui program rastra, keluarga prasejahtera membeli beras rastra seharga Rp 1.600 per kilogram karena ada subsidi pemerintah. Alokasi beras untuk keluarga prasejahtera sebanyak 15 kilogram per bulan. Hal itu berarti keluarga prasejahtera hanya mengeluarkan Rp 24.000 per bulan untuk membeli beras.
Namun, pada 2018, semula pemerintah merencanakan untuk menambah jumlah penerima BPNT secara bertahap hingga mencapai 10 juta keluarga. Dengan BPNT, KPM mendapat alokasi dana yang ditransfer langsung (nontunai) sebesar Rp 110.000 per bulan.
Keluarga penerima manfaat dapat membeli beras yang tersedia di e-warong sesuai harga pasar. Dengan asumsi harga beras Rp 10.000 per kilogram, KPM hanya dapat membeli sebanyak 11 kilogram per bulan. Namun, pekan lalu, Presiden Jokowi memutuskan menunda perluasan penerima BNPT tersebut.
Gunarso mengatakan, mulai 1 Januari 2018, program subsidi rastra juga tidak disalurkan lagi dan akan diubah menjadi bantuan sosial (bansos) berbentuk beras. Hingga saat ini, kata Gunarso, Bulog belum ditunjuk sebagai pemasok beras dalam program bansos tersebut. Bulog juga belum menerima data terkait masyarakat yang berhak menerima bansos tersebut. (FER)