Pangan dan Petani Diutamakan
BUENOS AIRES, KOMPAS — Negara-negara G-33 sepakat mengedepankan pembahasan sektor pertanian dalam Konferensi Tingkat Menteri Organisasi Perdagangan Dunia ke-11 di Buenos Aires, Argentina. Perlindungan petani, akses pangan bagi masyarakat miskin, dan ketahanan pangan menjadi alasan utamanya.
Ketiga hal itu merupakan bagian dari pembangunan pertanian berkelanjutan yang telah diamanatkan dalam Agenda Pembangunan Doha (DDA). Indonesia bersama G-33 berkomitmen memperjuangkan pentingnya stok pangan dalam negeri, pengendalian harga pangan pokok, dan mekanisme perlindungan produk pangan dalam negeri.
”Kami akan mempertahankan proposal ketersediaan stok dalam rangka ketahanan pangan dan mekanisme perlindungan khusus terhadap produk dalam negeri dari arus impor produk pertanian negara-negara lain,” kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam konferensi pers tentang hasil pertemuan G-33, Sabtu (9/12), waktu setempat, seperti dilaporkan wartawan Kompas, Hendriyo Widi, dari Buenos Aires.
Kami akan mempertahankan proposal ketersediaan stok dalam rangka ketahanan pangan dan mekanisme perlindungan khusus terhadap produk dalam negeri dari arus impor produk pertanian negara-negara lain.
Pertemuan G-33 itu dihadiri perwakilan dari 47 negara anggota. Kelompok G-33 terdiri dari negara-negara berkembang, negara-negara sedang berkembang, negara-negara ekonomi kecil, dan negara-negara berkembang pengimpor makanan.
Enggartiasto yang juga Koordinator G-33 mengemukakan, G-33 menekankan pentingnya pembangunan sektor pertanian berkelanjutan. Tujuannya, memastikan ketahanan pangan, keberlanjutan mata pencarian sektor pertanian, dan pembangunan perdesaan.
Melalui proposal ketersediaan stok dalam rangka ketahanan pangan, negara-negara anggota G-33 tetap memiliki fleksibilitas dalam mengelola stok dan mengendalikan harga bahan pangan. G-33 akan mendorong proposal itu menjadi solusi permanen dalam perundingan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO pada 10-13 Desember 2017.
”Solusi permanen itu nantinya juga mencakup program-program tertentu dalam pengembangan pertanian berkelanjutan negara-negara anggota G-33,” kata Enggartiasto.
Proposal ketersediaan stok dalam rangka ketahanan pangan itu merupakan proposal G-33 hasil dari Paket Bali atau perundingan KTM WTO di Bali pada 2013. G-33 ingin mempertahankan proposal ini agar harga bahan pangan pokok yang diatur pemerintah tidak masuk dalam perhitungan subsidi yang dilarang WTO melalui mekanisme aggregate measurement of support.
Enggartiasto menambahkan, G-33 juga akan mempertahankan kewenangan negara melindungi produk domestik melalui SSM. SSM adalah instrumen perlindungan untuk membendung arus impor yang dapat mematikan atau mengganggu kelangsungan usaha pertanian.
G-33 juga akan mempertahankan kewenangan negara melindungi produk domestik melalui SSM. SSM adalah instrumen perlindungan untuk membendung arus impor yang dapat mematikan atau mengganggu kelangsungan usaha pertanian.
”Misalnya, dengan tidak mengurangi atau menaikkan tarif bea masuk produk-produk pertanian dari luar negeri yang merugikan produk pertanian di dalam negeri,” katanya.
Subsidi
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti berharap pemerintah tetap konsisten memperjuangkan subsidi bagi petani kecil dalam KTM WTO kali ini. Perlindungan terhadap petani sangat penting karena banyak produk pangan impor yang masuk ke Indonesia.
Pemerintah juga diharapkan tetap memiliki kewenangan untuk mengatur atau mengintervensi harga pangan. Dalam perundingan dan pembahasan WTO, muncul dorongan untuk menghapus pemberian subsidi kepada petani dan wewenang pemerintah dalam mengendalikan harga.