Negara-negara yang mengampanyekan perdagangan bebas, pada akhirnya tak terlepas dari upaya melindungi industri dalam negeri. Dalam era globalisasi, keberpihakan pemerintah terhadap arah dan pengembangan industri menjadi sangat penting.
Apalagi, di Indonesia masih dibutuhkan lapangan kerja yang besar untuk menyerap tenaga kerja dan meningkatkan kontribusi industri terhadap pertumbuhan ekonomi. Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan salah satu industri padat karya yang masih berpotensi dikembangkan untuk menyerap tenaga kerja dan berkontribusi terhadap perekonomian.
Industri TPT tidak bisa disebut sebagai industri yang mulai surut (sunset industry) jika keberpihakan pemerintah -melalui regulasi dan kebijakan- tetap mendukung industri TPT tumbuh dan berkembang. Hal ini tergambar dari wawancara Kompas dengan CEO PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, di Jakarta, pekan lalu.
Kenapa Sritex disebut sebagai industri terbesar di Asia Tenggara?
Sebenarnya, industri yang satu atap, dari pembuatan benang sampai garmen. Sebagai industri yang terintegrasi satu atap, (Sritex) terbesar. Di Asia Tenggara, kalau kita ke pabrik-pabrik, pabrik terpencar-pencar. Industri benang dimana, industri garmennya dimana. Kalau satu atap, kami terbesar di industri tekstil.
Apa strategi bisnis Anda?
Sritex awalnya dari toko kecil tahun 1966. Lalu, kami kembangkan pakaian jadi skala kecil dan mengintegrasikan pembuatan benang sampai garmen. Potret industri ini sudah jadi tahun 1990-an dan menjadi tulang punggung. Kami tinggal menambah bisnis untuk memperkuat basis manufakturnya. Lalu, perusahaan, mesin, teknologi, dan inovasi ditambah. Kami lihat bagaimana industri ini harus berlanjut. Oleh karena itu, kami juga banyak melakukan diversifikasi. Strateginya diversifikasi sehingga kami memiliki barang berupa benang, menjual kain, kain jadi, garmen, punya produk seragam, mode, produk dengan spesifikasi tertentu. Diversifikasi produk menunjang perusahaan. Perusahaan ini mempunyai optimalisasi yang hebat. Kami juga mengembangkan industri hulu yaitu material mentah. Kedua, kami juga melakukan diversifikasi pelanggan. Pelanggan beraneka ragam, diversifikasi di lebih dari 100 negara. Ini membuat posisi Sritex lebih tahan menghadapi pengaruh globalisasi.
Apa tantangan terbesar dalam menjalankan binis industri tekstil?
Situasi gejolak ekonomi. Untuk menghadapi itu, perlu diversifikasi. Salah satu kepekaan industri ini terletak pada situasi ekonomi. Mengapa? Begitu ekonomi melambat, industri ini agak melambat juga. Namun, kalau ekonomi membaik sedikit, industri ini naik duluan. Kalau ekonomi kurang baik, orang mau beli baju mesti mikir atau menunda dulu. Akan tetapi, kalau ada uang sedikit, orang langsung bisa beli baju. Ini sudah kami pelajari. Namun, kami melakukan diversifikasi. Ada seragam militer, seragam perusahaan, mode, dan kami juga jual benang. Ini tidak mudah.
Apa strategi menghadapi industri digital?
Untuk menghadapi itu, kami memiliki tim. Semula, saya pikir itu tantangan. Namun, sekarang, saya melihat itu sebagai peluang. Sekarang, kami melayani banyak onliners. Mereka tidak mempunyai basis produksi yang baik dan berkualitas. Kami bantu mereka. Dia mempunyai laman yang bagus, tapi setelah (barang) dikirim, jelek, karena tidak punya manufaktur yang bagus. Kami masuk di situ. Itu bisa memperluas pasar produk kami.
Apakah betul industri TPT merupakan industri yang surut?
Tidak betul. China pun, penggeraknya tekstil. Disebut sunset industry, ya, karena tidak preferensi. Semua dibiarkan bertarung secara bebas. Padahal, semua negara tetangga menggunakan preferensi, artinya negara membantu dan mengutamakan (industri TPT). Apakah kita bisa ekspor dengan mudah ke China? Enggak bisa. Ekspornya dia gampang, impornya dia enggak gampang. Kami masuk ke sana dipersulit. Persyaratannya banyak daripada impor dari sana. India juga sama. Preferensi itu penting. Negara yang pasar bebas, tetap ada preferensi, kok. Harus ada keberpihakan.
Bagaimana mendorong kinerja industri agar memberi kontribusi lebih besar pada pertumbuhan?
Salah satunya harus ekspor dan ekspor tak langsung. Memang, Indonesia baru mengalami perubahan. Kita ini menuju tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Ada transaksi-transaksi yang dulu tidak tercatat, sekarang tercatat. Dulu kan banyak yang tidak tertulis, ekonomi tersembunyi. Ekonomi riilnya, menurut saya, sekarang ini. Kalau dulu memang ada uang-uang yang kadang tersembunyi di pasar. Kesimpulannya, pemerintah harus menyikapi ini dengan memberi stimulus bagi ekonomi. Stimulus yang lebih realistis karena bisa menunjang perputaran ekonomi dan menambah pajak. Pemerintahan sekarang sangat perhatian dengan infrastruktur karena melihat 5-10 tahun ke depan akan semakin sulit kalau tidak ada infrastruktur.
Insentif apa yang dibutuhkan untuk mendorong kinerja industri ?
Pengurangan PPh badan, salah satunya. Kedua, industri yang punya manfaat sosial yang banyak, harus diberi perkecualian. Industri padat karya. Tanggung jawab sosial luar biasa atau industri yang memberi nilai tambah.
Selama ini masih kurang?
Saya melihat begini. Salah satu penggerak ekonomi adalah industri TPT. Industri TPT harus betul-betul memiliki peta jalan karena ada 3 juta orang yang berlindung di industri TPT. Road map ini harus jadi, soal kesinambungan manufaktur dan usaha kecil menengah (UKM). Kita harus sepakat bagaimana membesarkan UKM dan keberlanjutannya. Peta jalan harus ada. Untuk itu, pemerintah harus berkecimpung. Tidak bisa lepas semaunya karena pendapatan per kapita masih 3.800 dollar. Ini potensial menambah 3 juta orang tenaga kerja kalau peta jalan jadi. Perlu dipetakan, siapa ahli batik, siapa di UKM. Asosiasi juga harus jalan.
Bagaimana perbandingan dengan negara lain?
Di India dan Pakistan ada menteri tekstil. Langsung ke rakyat. Kami sudah membuat draf akademik RUU kedaulatan sandang. Hal ini membutuhkan pemikiran dan legawa. Dalam pengembangan industri tekstil, yang penting, kita harus punya material mentah. Kedua, mengatur pasar, baik domestik maupun luar negeri. Misalnya, ritel dari luar negeri boleh buka di Indonesia, tetapi kontennya 70 persen Indonesia, dong. Kalau buatan Indonesia 70 persen, pengangguran turun lagi, kan. Konten kan bisa diatur. Ketiga, energi. Biaya energi mahal, harus dipikirkan betul, harus dipetakan. Keempat, pendanaan. Penting sekali bagaimana kita bisa punya pendanaan yang murah. Kelima, sumber daya manusia. Apa bikin pendidikan dan latihan atau sekolah ahli pertekstilan. Sekarang, semua menggunakan tekstil. Jalan raya pakai geo tekstil, karpet, otomotif, pesawat. Ini masa depan Indonesia.
Berapa pendapatan dan keuntungan Sritex?
Tahun 2016, penjualan mencapai 680 juta dollar AS dan laba bersih 59 juta dollar AS. Tahun 2017, penjualan diproyeksikan bisa tumbuh dan laba bersih ditargetkan naik 10-15 persen atau sekitar 65 juta dollar AS sampai 68 juta dollar AS.
Apa nilai-nilai korporasi yang Anda tanamkan?
Yang kami tanamkan adalah kebersamaan, kerja tim, karena industri ini membutuhkan sumber daya manusia yang baik. Kami membuat kinerja lebih baik dan membuat fasilitas pendidikan atau diklat. Sritex menjadi suatu rumah besar. Kami menganggap semua keluarga besar. Kami memberi kesempatan untuk tumbuh. Saya mengatakan, kamu yang ekspansi, bukan saya. Jadi, mereka punya jenjang karir. Kalau kamu bisa, kamu pegang pabrik dan ekspansi. Kita beri peta jalan untuk memperbesar perusahaan. Mereka harus berpikir sebagai wirausaha.