Belajar dari Sekolah Vokasi di Jerman
Vokasi dan ekonomi Jerman bagai dua sisi sebuah koin. Vokasi sistem ganda ini menggabungkan kurikulum pendidikan sekolah dan praktik langsung di perusahaan. Sebanyak 55,7 persen dari 82 juta penduduk Jerman mengikuti pendidikan vokasi sistem ganda saat mereka memasuki usia 15 tahun, ketika duduk di kelas IX atau X. Saat ini, ada 1,4 juta tenaga magang yang menyerap berbagai pengetahuan kerja pada 327 profesi di Jerman. Selain belajar 1-2 hari per minggu di sekolah kejuruan, mereka juga menjalani praktik kerja selama 3-4 hari per minggu di perusahaan. Sebanyak 95 persen lulusan pendidikan vokasi langsung diserap pasar kerja dengan upah minimum sekitar 1.620 euro (Rp 25,6 juta) per bulan. Bukan hal sulit bagi angkatan kerja berpendidikan menengah di Jerman-setingkat sekolah menengah atas atau kejuruan di Indonesia-untuk jadi pekerja kerah biru dengan berbekal pendidikan vokasi sistem ganda.Pendidikan vokasi yang menggabungkan penguasaan pengetahuan teknis di sekolah dan keterampilan praktis di perusahaan membuat calon pencari kerja mampu merencanakan, melaksanakan, dan mengontrol proses-proses kompleks dalam profesi yang dipelajari. Kemampuan yang disebut kompetensi bertindak ini membuat semua lulusan vokasi sistem ganda langsung siap bekerja sesuai standar.Pekerjaan layakVokasi sistem ganda di Jerman ini juga diadopsi oleh Swiss, Austria, dan Denmark. Prospek sekolah vokasi ini membuat tidak semua lulusan pendidikan dasar merasa harus masuk sekolah umum dan kuliah untuk mendapat pekerjaan layak. Bagi mereka yang ingin langsung bekerja setamat pendidikan dasar 9 tahun, bisa langsung mendaftar ke sekolah vokasi atau ke perusahaan-perusahaan yang rutin mengeluarkan daftar lowongan magang setiap tahun.Selama 2,5 tahun hingga 3 tahun mereka belajar dengan kurikulum 30 persen di sekolah dan 70 persen di perusahaan. Angkatan kerja kompeten yang dihasilkan Jerman melalui sistem ini mampu mendukung pertumbuhan industri yang efisien dan berdaya saing tinggi. Pekerja pun mendapat upah tinggi sehingga tingkat kesejahteraan berbanding lurus dengan produktivitas kerja. Tak heran, tingkat pengangguran Jerman tahun 2016 tercatat paling rendah di Eropa, yakni 4,31 persen. Berkaca dari Jerman, Indonesia perlu banyak berbenah. Dari 124,5 juta angkatan kerja Indonesia per Februari 2017, sebanyak 41,95 juta orang berpendidikan sekolah menengah pertama, tanpa keterampilan khusus, dan kesiapan bekerja. Siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) di Indonesia pun hanya praktik tiga bulan di tempat usaha pada akhir masa belajar. Indonesia membutuhkan konsep komprehensif pengembangan vokasi sistem ganda yang lugas menegaskan siapa melakukan apa. (Hamzirwan Hamid)