JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berupaya memberi kemudahan prosedural dan fasilitas kepabeanan terkait kegiatan impor untuk mendukung ekspor demi peningkatan devisa. Namun, tindakan tegas tetap akan diberikan apabila sampai ada pihak yang menyelewengkan fasilitas tersebut.
Hal itu terungkap dalam konferensi pers Sinergi Pemberantasan Perdagangan Ilegal antara Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), di Jakarta, Kamis (2/11).
”Sesuai arahan Presiden, kami diminta mengamankan industri dalam negeri dari berbagai macam kegiatan penyelundupan yang menciptakan kompetisi tidak seimbang atau tidak adil,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sri Mulyani menuturkan, pihaknya juga harus memberantas berbagai macam barang ilegal dan menertibkan importir yang berisiko tinggi. ”Bea dan Cukai sebagai institusi penjaga daerah kepabeanan di Indonesia bersama Kejaksaan Agung dan PPATK berhasil membongkar modus penyelewengan fasilitas kepabeanan oleh sebuah perusahaan bidang pertekstilan,” katanya.
Dia mengatakan, perusahaan tersebut memiliki aktivitas di kawasan berikat sehingga mendapatkan fasilitas penangguhan bea masuk. ”Jadi, ketika mengimpor bahan serat benang dan lainnya yang kemudian diolah sebagai barang jadi untuk diekspor, mereka tidak membayar bea masuk,” katanya. Perusahaan tersebut mengaku, dalam pemberitahuan ekspor barang, mengekspor lima kontainer yang berisi 4.038 rol tekstil. ”Namun, ternyata hanya berisi 583 rol atau tujuh kali lebih kecil dari seharusnya. Sisanya merembes ke dalam negeri,” ujar Sri Mulyani.
Menteri Keuangan menuturkan, pihaknya bekerja sama erat dengan PPATK dalam mencegah barang ekspor milik perusahaan tersebut yang selanjutnya ditindaklanjuti melalui audit investigasi dan permintaan keterangan. ”Kemudian Bea dan Cukai bekerja sama dengan Kejaksaan Agung melakukan pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana pencucian uang tersebut. Estimasi kerugian negara dari kejadian ini sebesar Rp 118 miliar,” katanya.
Sri Mulyani menuturkan, pihaknya meminta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terus mengembangkannya karena di Indonesia ada 1.400 kawasan berikat. ”Kami ingin memberi informasi kepada pengusaha-pengusaha di kawasan berikat bahwa Bea dan Cukai bertugas serta membantu melayani mereka. Namun, mereka tidak seharusnya menggunakan kesempatan untuk melakukan kejahatan kepabeanan,” tuturnya.
Jaksa Agung HM Prasetyo menuturkan, pihaknya akan menangani tuntas dan tegas kasus yang memiliki implikasi luas tersebut. ”Kami tidak akan kompromi. Saya melihat mereka tampaknya memiliki pemahaman dan melakukan itu semua karena merasa risikonya rendah dengan keuntungan tinggi. Kami akan balik nanti, bahwa keuntungan mereka rendah dan risikonya sangat tinggi dengan penegakan hukum yang tegas dan keras,” kata Prasetyo.