JAKARTA, KOMPAS — Rembuk nasional bidang pangan yang digelar dalam rangka tiga tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla memasuki tahap akhir. Pada penyelenggaraan ketiga di Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat, Jumat (20/10), panitia mengajak kalangan akademisi, pelaku usaha, dan masyarakat diajak untuk mengkritisi kebijakan sektor pangan.
”Tolong bicara apa adanya. Ini untuk masa depan bangsa. Pemerintah butuh data untuk perbaikan. Apa bolong-bolongnya (kekurangannya) harus diungkap dan tidak usah tutup mata bahwa ada masih ada kekurangan,” kata anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Sidarto Danusubroto sekaligus Ketua Dewan Pengarah Rembuk Nasional 2017.
Isu kedaulatan, tata kelola, dan penguatan kelembagaan pangan diangkat menjadi tema pada rembuk kali ini. Pemenuhan hak atas pangan merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Sidarto menambahkan, pemerintah menggelar rembuk di kampus-kampus dengan harapan mendapat masukan akademis atas kebijakan yang telah dilakukan tiga tahun terakhir dan yang perlu ditempuh pemerintah dua tahun ke depan. ”Hari ini saatnya buka-bukaan. Kita sampaikan apa adanya. Kalau kita bicara dengan data yang benar dan akurat, Presiden mau mendengar,” kata Sidarto.
Dalam sambutannya, Rektor IPB Herry Suhardiyanto menyatakan, ada sejumlah kebijakan dan peraturan diambil dalam ketergopohan dan tidak berdasar data dan kajian ilmiah yang matang. Dirinya berharap kebijakan atau keputusan pemerintah terkait pangan dipilih dengan basis ilmu pengetahuan.
”Sebab, urusan pangan dan pertanian ada ilmunya. Ilmu memang terus dikembangkan. Sayang sekali jika ilmu tidak dipakai dalam pengambilan keputusan atau kebijakan,” ujarnya.
Sebelumnya, panita bidang pangan telah menggelar rembuk daerah di Sapta Tirta, Kecamatan Matesih, Karanganyar, Jawa Tengah, 27-28 September 2017, lalu di Universitas Syah Kuala Banda Aceh, 16 Oktober 2017. Rembuk daerah tersebut dihadiri oleh 700 perwakilan petani se-Indonesia, akademisi, dan pemangku kebijakan.
Rembuk daerah di bidang pangan menghasilkan enam poin rekomendasi. Enam poin rekomendasi ini yang nantinya akan dibahas dan dipertajam pada rembuk daerah di IPB hari ini. IPB yang menjadi satu-satunya perguruan tinggi rumpun keilmuan pertanian terbesar di Indonesia diharapkan bisa menyatukan gagasan dan pemikiran guru besar, pakar, pengamat, dan praktisi se-Indonesia.
Hasil dari rembuk di IPB akan disatukan dengan hasil rembuk dari 16 perguruan tinggi lain untuk disampaikan kepada Presiden pada acara puncak rembuk nasional yang menurut rencana digelar 23 Oktober 2017 di JiExpo, Kemayoran, Jakarta.
Rembuk nasional merupakan kegiatan yang diadakan dengan tujuan untuk mendalami sekaligus mengkritisi capaian tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK dalam 12 bidang pembangunan dan masalah nasional yang perlu mendapat perhatian khusus.
Berbeda dari rembuk nasional 2015 dan 2016, rembuk nasional 2017 ini akan dilakukan dalam dua tahap, yaitu rembuk daerah (RD) dan rembuk pusat. Rembuk daerah dilaksanakan di 16 perguruan tinggi di 14 provinsi di antaranya adalah Universitas Cendrawasih- Jayapura (Papua), Universitas Pattimura (Ambon), Universitas Hassanudin (Makassar), Universitas Samratulangi (Manado), Universitas Mulawarman (Samarinda), Universitas Udayana (Bali), Universitas Airlangga (Surabaya), Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta), Universitas Diponegoro (Semarang), ITB (Bandung), UI (Depok), IPB (Bogor), Universitas Sriwijaya (Palembang), Universitas Andalas (Padang), Universitas Syiah Kuala (Banda Aceh), Universitas Sumatera Utara (Medan), dan IPB (Bogor).