SALATIGA, KOMPAS — Petani bisa meningkatkan kesejahteraan apabila memasuki proses bisnis. Namun, diperlukan skema permodalan yang sesuai untuk itu. Di sisi lain, petani perlu bergabung dalam kelompok besar sehingga mampu menyiapkan mesin-mesin pengolahan sendiri.
Presiden Joko Widodo mengajak petani yang tergabung dalam Serikat Petani Qoriyah Toyyibah, Kota Salatiga, Jawa Tengah, untuk tak hanya berkumpul dalam satu kelompok besar. Namun, kelompok besar ini memungkinkan petani untuk memiliki sendiri pengering gabah, mesin perontok padi, penggilingan besar, bahkan mesin untuk mengemas beras yang dihasilkan.
Presiden pun menunjukkan contoh beras pulen wangi Cap Caping Gunung yang dihasilkan PT BUMR Pangan Terhubung, Sukabumi. Beras yang dikemas baik ini, menurut Presiden, sangat mudah dipasarkan ke ritel besar atau supermarket, bahkan untuk diekspor.
”Kalau petani terkonsolidasikan, bisa mengalahkan perusahaan-perusahaan gede di negara mana pun. Sebab, pasti harganya lebih murah. Kalau perusahaan besar, biayanya pasti gede,” tutur Presiden Joko Widodo dalam silaturahim dengan anggota Serikat Petani Qoriyah Toyyibah di Desa Kalibening, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga, Senin (25/9).
Turut mendampingi Presiden antara lain Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, serta Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi. Selain itu, hadir pula Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Wali Kota Salatiga Yuliyanto.
Petani pun disarankan untuk bergabung dalam kelompok besar sehingga bisa bersama-sama urunan memiliki mesin perontok modern, mesin giling, dan mesin pengemas yang baik. Tak hanya itu, kelompok tani juga bisa memiliki divisi marketing sendiri.
Dengan demikian, petani tak perlu kehilangan sekitar 15 persen hasil panennya akibat menggunakan mesin perontok tradisional. Inefisiensi akibat pengeringan tradisional saat musim hujan juga bisa dihindari dengan penggunaan mesin pengering modern.
”Jadi, bukan hanya menanam dan memanen, tetapi bagaimana mengerjakan proses bisnisnya,” lanjut Presiden.
Pinjaman modal
Salah seorang petani Qoriyah Toyyibah, Teguh Kusuma (47), mengatakan, petani memang mengharapkan hal itu. Namun, diperlukan pinjaman modal dengan masa tenggang (grace period) yang sesuai dengan karakter petani. Tak mungkin petani diminta langsung membayar cicilan sebab umumnya masih menunggu masa panen.
”Kalau dari tiap gapoktan (gabungan kelompok tani) keluar beras, bukan gabah, petani bisa sejahtera. Sebab, proses padi ke beras yang mengubah harga,” ucap Teguh.
Beberapa petani yang diwawancarai Presiden Jokowi juga menyampaikan harapan supaya kelompok taninya bisa memiliki mesin perontok beras dan jagung, mesin penggiling beras, serta mesin pengolah pupuk kandang. Mesin-mesin ini untuk menghilangkan keharusan petani menyewa mesin perontok.
”Kekurangan petani di daerah kami mungkin perontok padi. Perontok jagung juga masih kurang, masih dari luar semua. Jadi, kalau panen, datang. Jadi perlu alat lagi, Pak,” tutur Ahmad Muslimin dari Kelompok Petani Desa Kemusuk, Salatiga.
Presiden mendorong petani bersama-sama memiliki mesin penggiling. Dengan demikian, kewirausahaan bisa tumbuh di kelompok tani.
Masalah pengairan pun menjadi persoalan di desa-desa tertentu. Sebab, pompa air tak cukup kuat mendorong sumber air ke desa yang berlokasi di tempat yang lebih tinggi.
Presiden pun menjanjikan untuk mencarikan solusi karena modernisasi pertanian sangat diperlukan. Menteri Pertanian kini bertugas menyiapkan langkah-langkah menuju hal tersebut. Adapun pembangunan embung, bendungan, dan irigasi, lanjut Presiden, merupakan tugas pemerintah untuk menyediakannya.