Cangkang Mencari Kelomang
Kelomang butuh perlindungan. Untuk itu, ia mencari cangkang. Tidak sembarang cangkang, tetapi cangkang yang pas menurut instingnya. Pas berarti sesuai kebutuhan dan kemampuan.
Barangkali inilah analogi yang lebih kurang mendekati gambaran hubungan manusia dan asuransi. Bedanya, kelomang mencari cangkang. Sementara untuk manusia, umumnya sebaliknya, yakni asuransi yang lebih aktif mencari.
Seperti halnya cangkang bagi kelomang, asuransi sifatnya personal bagi manusia. Seiring dengan semakin tingginya pendapatan seseorang, kebutuhan asuransinya pun makin personal.
Theresia Rustandi adalah sekretaris perusahaan di salah satu perusahaan pengembang terkemuka di Indonesia. Lebih dari sepuluh tahun, ia menjadi nasabah dari tiga asuransi jiwa sekaligus unit investasi.
Kesadaran akan produk asuransi sudah dimiliki Theresia sejak lajang dan awal bekerja. Begitu berkeluarga dan memiliki anak, serta seiring dengan peningkatan penghasilan, ia mencari produk asuransi yang bisa melindungi keluarga sekaligus alat investasi.
”Asuransi jiwa ini instrumen jaring pengaman terakhir supaya ahli waris atau anak terjamin. Jika terjadi apa-apa (ke saya), keluarga tidak repot,” kata Theresia.
Saat ini, sebagian besar perusahaan asuransi menawarkan paket asuransi jiwa sekaligus unit link untuk investasi. Produk kombinasi inilah menjawab kebutuhan sehingga dipilih Theresia. ”Bagi orang yang peduli untuk mengurus investasi, produk asuransi sebaiknya hanya untuk proteksi. Sedangkan investasi, ambil saja instrumen khusus investasi. Namun, kalau tidak sempat mengurus produk investasi dan asuransi, paket asuransi jiwa sekaligus unit investasi menjadi pilihan pas karena tidak repot,” katanya.
Kondisi sebaliknya diutarakan Irene, karyawati di salah satu perusahaan di Jakarta. Setelah 8 tahun menjadi nasabah produk asuransi jiwa plus unit link, ia memutuskan berhenti karena tidak merasakan manfaat yang signifikan dari produk campuran tersebut.
Sewaktu menjadi nasabah paket asuransi, ia membayar iuran premi senilai Rp 750.000 per bulan. Namun, setelah 8 tahun, uang simpanannya di asuransi hanya senilai kurang dari Rp 50 juta. ”Hasil yang didapat dengan produk asuransi plus investasi tidak signifikan. Lebih baik saya menabung untuk bekal hari tua,” ujar Irene.
Irene mendapatkan tanggungan biaya kesehatan dari kantor sekaligus asuransi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Adapun untuk bekal hari tua, ia mengaku masih memiliki tabungan yang diharapkan cukup memadai untuk kebutuhan hari tua.
Berdasarkan data dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), premi industri asuransi selama tahun 2016 tumbuh 29 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan asuransi jiwa syariah cenderung lebih cepat dibandingkan asuransi jiwa konvensional.
Corporate Marketing, Communications & Sharia Director Prudential Indonesia Nini Sumohandoyo mengemukakan, pertumbuhan asuransi jiwa di Indonesia digerakkan oleh konsumsi kelas menengah atas. Segmen ini mendorong peningkatan pertumbuhan industri asuransi jiwa seiring semakin tingginya tingkat kesadaran dan kebutuhan mereka akan perlindungan keuangan jangka panjang. ”Segmen menengah ke atas ini paling potensial mencari perlindungan asuransi jiwa karena faktor penghasilan dan tingkat pendidikan, serta kesadaran yang lebih matang mengenai asuransi,” katanya.
Kelas menengah
Survei Boston Consulting Group menunjukkan, jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia diperkirakan akan tumbuh menjadi lebih dari 141 juta orang di tahun 2020. Menurut Nini, pertumbuhan industri asuransi jiwa dalam beberapa tahun terakhir didorong oleh
produk unit link, khususnya premi reguler.
Kebutuhan asuransi setiap nasabah, menurut Nini, berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti usia, status berkeluarga, tingkat penghasilan, prioritas pengeluaran, serta rencana keuangan masa depan. Pilihan asuransi pun beragam. ”Semua kembali pada kebutuhan nasabah,” katanya.
Ketua Umum AAJI Hendrisman Rahim menyatakan, asuransi di segmen menengah terus tumbuh dari tahun ke tahun. Kelas menengah berminat pada produk yang merupakan investasi juga asuransi. Produk ini bisa berupa unit link atau saving plan, yang terkait dengan rencana pensiun.
”Kelas menengah memiliki karakteristik tak ingin uangnya sampai hilang. Jadi, premi yang dibayarkan tidak hilang, malahan ingin berkembang. Jadi, mereka menyukai produk-produk asuransi dan investasi seperti unit link,” kata Hendrisman.
Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan, pertumbuhan asuransi jiwa konsisten dua digit dalam dua tahun terakhir. Atas dasar ini, ia memperkirakan pertumbuhan asuransi jiwa dalam tahun-tahun mendatang berkisar 10-30 persen.
”Tantangan masih klasik, yakni masyarakt masih banyak yang belum memiliki kesadaran asuransi,” kata Togar.
Menurut Togar, secara agregat, nasabah produk unit link lebih banyak ketimbang yang tradisional. Namun, jika dilihat satu per satu perusahaan, ada yang komposisinya terbalik. Bahkan, ada perusahaan asuransi yang tidak menawarkan unit link sama sekali.
”Asuransi jiwa itu masih dijual, tidak dibeli. Artinya, asuransi harus diterangkan manfaat, isi polis, dan lain-lain terlebih dahulu. Semua disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan nasabah,” kata Togar.
(Laksana Agung Saputra/Lukita Grahadyarini/Joice Tauris Santi)