CIREBON, KOMPAS — Cuaca tak menentu dalam beberapa hari terakhir masih akan menghambat produksi garam konsumsi di sentra garam, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Padahal, musim kemarau yang ideal untuk membuat garam tinggal tiga bulan lagi.
Hingga Jumat (28/7), mendung masih menyelimuti wilayah Cirebon. Tambak garam di Kecamatan Pangenan, Cirebon, kebanyakan masih berisi air. Mendung dan gerimis yang terjadi pada sehari sebelumnya membuat petani belum memanen garam.
”Kalau cuacanya seperti ini, kami tidak bisa menjamin produksi garam terus berlanjut,” ujar Ketua Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia Jabar Mohammad Taufik, Jumat. Produksi garam oleh petani masih mengandalkan cara tradisional yang bergantung pada terik matahari.
Berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, hingga akhir Juli, produksi garam masih 795 ton dari total lahan 3.010 hektar. Kondisi kemarau basah pada 2016 juga menghambat produksi garam konsumsi. Saat itu, hasil panen hanya 1.640 ton.
Padahal, Juni dan Juli merupakan waktu yang tepat untuk memproduksi garam karena telah memasuki kemarau. Bahkan, pada 2015, ketika kemarau panjang, produksi garam telah berlangsung pada bulan Mei. Saat itu, petani mampu menghasilkan 440.503 ton. Jumlah itu hampir sepertiga dari kebutuhan garam konsumsi nasional, yakni sekitar 1,5 juta ton.
Menurut Taufik, dengan kondisi cuaca tak menentu hingga akhir Juli, waktu panen garam tahun ini bisa lebih sempit. ”Bulan November sudah masuk musim hujan. Artinya, produksi belum bisa maksimal. Padahal, industri kecil menengah sudah kehabisan stok garam,” ujarnya.
Tajwid, petani garam di Losarang, Indramayu, Jawa Barat, juga mengeluhkan cuaca yang tak menentu. ”Dari 1 hektar lahan, saya baru panen seminggu dengan hasil hanya 5-7 ton,” ucapnya. Idealnya, saat musim panen, petani bisa mendapatkan 10 ton per hektar per hari.
Prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Jatiwangi, Ahmad Faa Iziyn, mengatakan, musim kemarau di Cirebon dan sekitarnya sebenarnya sudah mulai pada akhir Mei lalu. Namun, ia mengatakan musim kemarau bukan berarti tidak ada hujan. Hujan masih terjadi meskipun intensitasnya terbilang jarang, antara 1-10 hari dalam sebulan.
”Musim kemarau diprediksi berakhir awal November. Artinya, produksi garam tinggal tiga bulan lagi,” katanya.