logo Kompas.id
EkonomiUtang Rp 344 Triliun Lagi
Iklan

Utang Rp 344 Triliun Lagi

Oleh
· 3 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah harus menarik utang sekitar Rp 344 triliun lagi di paruh kedua tahun ini. Utang tersebut untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017 di semester II sekaligus melunasi pokok utang yang jatuh tempo tahun ini. "Kami melakukan lelang empat kali setiap bulan. Jadi, sisa kebutuhan pembiayaan itu tinggal dibagi pada bulan-bulan mendatang," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Robert Pakpahan di Jakarta, Kamis (22/6). Kebutuhan pembiayaan tersebut, tambah Robert, akan dipenuhi melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), yang mayoritas dalam rupiah. Adapun sisanya dalam valuta asing seperti dollar Amerika Serikat, yen Jepang, dan euro. "Prinsipnya, kita akan selalu mempertimbangkan likuiditas dalam negeri," katanya. Pemerintah berencana menarik utang Rp 684,83 triliun pada tahun ini. Jumlah itu terdiri atas Rp 399,99 triliun untuk pembiayaan APBN 2017 dan Rp 284,84 triliun untuk melunasi pokok utang yang jatuh tempo pada tahun ini serta membeli kembali SBN. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, total utang yang telah ditarik pemerintah sampai dengan 14 Juni 2017 sebesar Rp 380,44 triliun. Jumlah itu sekitar 55,59 persen dari target utang. Untuk kebutuhan pembiayaan APBN, realisasinya sebesar Rp 241,51 triliun atau 60,38 persen dari target. Adapun realisasi untuk pelunasan pokok utang yang jatuh tempo dan pembelian kembali SBN mencapai Rp 138,93 triliun atau 48,78 persen dari target. Dengan demikian, utang yang belum ditarik sebesar Rp 304,39 triliun. Namun, kebutuhan pembiayaan untuk APBN diproyeksikan lebih besar dari rencana awal karena penerimaan pajak diperkirakan kurang Rp 50 triliun dari target. Sebagaimana disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa hari lalu, defisit APBN 2017 diperkirakan melebar dari 2,41 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 2,6 persen terhadap PDB. Artinya, pemerintah perlu menambah utang sekitar Rp 40 triliun di luar rencana awal. Dengan asumsi ini, utang yang akan ditarik pemerintah mulai akhir Juni sampai dengan akhir tahun ini menjadi sekitar Rp 344,34 triliun.Membengkak Direktur Institute for Development of Economics and Finance Enny Sry Hartati menyatakan, utang pemerintah dalam beberapa tahun terakhir membengkak. Meski demikian, berdasarkan nilai utang itu, tidak bisa serta-merta dikategorikan buruk atau baik."Sebenarnya tidak ada best practice soal rasio utang suatu negara. Amerika Serikat dan Jepang, misalnya, utangnya di atas 100 persen dari PDB, tetapi baik-baik saja," kata Enny.Berdasarkan data DJPPR, rasio utang pemerintah terhadap PDB terus meningkat. Pada 2012, saldo utang pemerintah sebesar Rp 1.977 triliun atau 24 persen dari PDB. Pada 2014, nilainya meningkat menjadi Rp 2.608,78 triliun atau 25,84 persen terhadap PDB. Pada 2016, utang membengkak menjadi Rp 4.468,7 triliun atau 27,96 persen terhadap PDB. Tahun ini, posisinya meningkat lagi menjadi Rp 3.875,2 triliun atau 28,20 persen terhadap PDB.Hal yang perlu lebih dicermati, menurut Enny, adalah seberapa jauh peningkatan produktivitas ekonomi yang dihasilkan dari tambahan modal hasil utang tersebut. Jika peningkatan produktivitasnya tidak optimal dibandingkan dengan tambahan modal yang telah ditarik, maka utang menjadi kurang produktif."Semangat pembangunan yang dilakukan Presiden Joko Widodo sangat luar biasa. Upaya percepatan pembangunan tampak nyata. Namun, kalau ini tidak terkelola dengan baik, bisa jadi bom waktu (dari sisi utang)," kata Enny. (LAS)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000