JAKARTA, KOMPAS — Ancaman kejahatan siber menyerang multisektor. Jika awalnya ancaman hanya menyerang ke sektor ekonomi, kini beralih ke politik dan bidang lain.
Ketua Indonesia Cyber Security Forum Ardi Sutedja yang dihubungi Kompas, Senin (5/4), di Jakarta, berpendapat, masalah siber bukan hanya di teknologi, melainkan juga psikologi, manajemen, kriminologi, diplomasi, geopolitik, penanganan bencana, dan ilmu medis.
”Multidimensi. Pemerintah harus segera rangkul semua pemangku kepentingan yang relevan dan kompeten,” ujar Ardi.
Sebelumnya, Symantec, sebuah perusahaan perangkat lunak, dalam Internet Security Threat Report tahun ini melaporkan serangan terhadap jaringan internet secara global. Mulanya, Indonesia menduduki peringkat ke-29 pada 2015. Namun, tahun 2016, Indonesia berada di urutan ke-17. Surat elektronik (surel) dengan kandungan perangkat lunak perusak dari semula satu dalam 236 surel kini menjadi satu dalam 156 surel.
Para penyerang melihat data penggunaan internet yang mengindikasikan adanya perputaran uang dalam jumlah besar di negara itu sehingga mereka akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan keuntungan.
Meski demikian, Symantec juga menyebut bahwa motivasi penyerang sekarang beralih dari ekonomi ke kepentingan politik dengan cara sabotase, seperti terjadi di beberapa negara Timur Tengah.
Ardi mengungkapkan, hambatan, tantangan, dan ancaman di ruang siber bersifat dinamis. Polanya bisa berubah-ubah setiap saat dan menyesuaikan kepentingan si penyerang.
Hal terpenting sekarang, katanya, pemerintah dan industri tetap harus konsisten membangun kemampuan pertahanan diri. Caranya dengan berinvestasi di sumber daya manusia terlebih dahulu lalu teknologi keamanan siber.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.