Warga Lansia Juga Berhak Berbahagia dan Bergembira
Menjadi lanjut usia itu pasti jika diberi umur panjang. Karena itu, menyiapkan diri menjalani masa-masa lansia sangat penting. Kondisi kesehatan dan dukungan finansial harus diperhatikan saat memasuki masa lansia.
Siapa bilang lansia tidak berguna/Bangun pagi sembahyang tuk anak cucu. Siapa bilang lansia hanya hiasan/Mesti pun tua tetap diperlukan.
Banting tulang sudah sejak remaja/Meski hujan meski panas tidak masalah.Siapa bilang Lansia hanya meminta/Jangan percaya orang punya cerita.
Mengapa harus malu/Mengapa harus loyo.Rambut putih kulit keriput/Tidak masalah.
Biar umur tinggallah bonus/Biar lutut harus dibungkus.Tapi lansia tetap semangat di hari tua.
Kalimat di atas adalah lirik dari lagu ”Balada Lansia” yang nada-nadanya diadaptasi dari lagu pop Manado ”Balada Pelaut”. Saat Peringatan Hari Lanjut Usia Nasional (HLUN) 2022 tanggal 29 Mei lalu, lagu ini beredar di sejumlah Grup Whatsapp maupun media sosial.
Lagu yang mewakili kata hati para lansia itu ditampilkan dalam berbagai ekspresi. Ada yang dinyanyikan pria lansia, ada juga perempuan lansia. Ada pula sebuah video di mana seorang kakek menyanyikan lagu itu sembari bermain piano.
Lewat lagu tersebut para penyanyi mengirimkan pesan bahwa lansia masih tetap berdaya (berguna) kendatipun secara fisik mereka sudah tidak sekuat ketika masih muda. Lagu itu benar-benar menjadi penyemangat para lansia. Walau rambut memutih, kulit keriput, dan tulang melemah, tapi semangat mereka tak boleh pudar.
Semangat itu juga yang dirasakan Tine Tombokan Neloe (81), warga Tangerang. ”Bersukacita itu kekuatanku. Enjoy saja. Jangan rakus. Makan secukupnya. Tapi jangan dengan perut kosong,” ujar pensiunan dokter di RS PGI Cikini Jakarta itu, Jumat (3/6/2022).
Bagi Tine, bisa melampaui usia lebih dari 80 tahun merupakan anugerah terbesar dalam hidupnya. Meski sempat ”terpukul” setelah ditinggal suaminya berpulang tahun lalu, ibu tiga anak dan oma dari tiga cucu ini terus berusaha menjalani hari-harinya dengan sukacita.
Pukul 05.00 biasanya Tine sudah terbangun, mengawali harinya dengan beribadah. Dalam setahun terakhir, Tine bahkan bergabung bersama kelompok bible study yang mayoritas pesertanya pensiunan dan warga lanjut usia di atas 60 tahun. Tine mengikuti lewat aplikasi Zoom yang dia sendiri baru pelajari di masa pandemi Covid-19.
Untuk menjaga kebugaran tubuhnya, setiap pagi dia berjalan kaki sekitar tiga puluh menit berkeliling kompleks tempat tinggalnya. ”Saya biasanya berjalan morning walk, sambil menyanyi. Kalau enggak ada orang saya menyanyi dengan suara keras, tapi kalau ada orang cukup menyanyi dalam hati,” ujar Tine yang sudah menggunakan satu ring untuk jantungnya.
Di waktu senggang, dia mengurus tanaman yang ditanam di halaman rumahnya. Ada tanaman kelor, belimbing, dan bunga-bunga. Saat menyentuh tanaman-tanaman tersebut, Tine juga berkomunikasi. ”Kalau melihat anggrek berbunga, aku akan bilang…aduuuuh thank you. You rajin berbunga, ya, bikin senang hatiku,” ungkapnya.
Ketika ada ajakan bertemu dengan komunitas, Tine juga tidak pernah menolak. Meski anak-anaknya khawatir kalau dia terjatuh saat keluar rumah, Tine menyakinkan anak-anaknya bahwa ada banyak orang yang siap menolongnya.
Bahkan, akhir Mei 2022 lalu, Tine masih mampu terbang ke Manado, Sulawesi Utara. Selama hampir sepekan dia berada di Kota Bitung, mengikuti sebuah acara pertemuan senior dari organisasi kemahasiswaan yang diikutinya, lalu berwisata ke Pulau Lembe, serta berkeliling Tomohon dan Tondano.
Hingga 2021, satu dari sepuluh penduduk Indonesia adalah lanjut usia. Pada tahun 2045 diperkirakan penduduk lansia mencapai 25 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Tine benar-benar menikmati perjalanan tersebut. Bahkan, ketika rombongan foto-foto di bebatuan di pinggir pantai, Tine pun ikut berfoto bersama dengan peserta yang usianya jauh lebih muda darinya.
Bagi Tine, tidak ada masalah bergaul dengan anak-anak muda. Baginya lansia juga bisa gaul. ”Anak saya bilang apakah mama bisa nyambung dengan yang muda-muda. Saya bilang oh enggak apa-apa? Kalau enggak nyambung kita bikin nyambung. Ha-ha-ha,” kelakar dia.
Karena itu, Tine tak segan-segan mengajak para lansia untuk tetap menjalani hari-hari tua dengan gembira. ”Kita harus bersyukur karena Tuhan memberkati kita dengan umur panjang. Masih bisa melihat anak cucu. Kita bersyukur anak-anak muda mau bergaul dengan kita,” ungkap Tine, yang memiliki motto hidup ”Hidup bersyukur, sederhana, dan berdoa”.
Tine hanyalah salah satu contoh dari lansia yang memilih menjalani masa-masa tua dengan bersukacita. Kondisi fisik dan kesehatan yang terus menurun, tak menghalanginya untuk bergembira.
Ada banyak sosok lansia seperti Tine. Namun, ada sejumlah lansia yang menghadapi situasi memprihatinkan, bahkan luput dari perhatian keluarga dan masyarakat.
Baca juga: Orang Lansia Bahagia
Situasi di Indonesia
Perhatian pada warga lansia perlu mendapat prioritas dari negara. Sebab, populasi penduduk lansia di Indonesia dari tahun ke tahun terus bertambah. Bahkan diperkirakan pada tahun 2045 jumlah penduduk lansia Indonesia mencapai 25 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS)tahun 2020, jumlah lansia Indonesia mencapai 9,92 persen atau 26,82 juta jiwa, yang terdiri dari 47,71 persen (laki-laki) dan 52,29 persen (perempuan). Para lansia paling banyak hidup di perkotaan (52,95 persen), sisanya di pedesaan (47,5 persen).
Hingga 2021, satu dari sepuluh penduduk Indonesia adalah lanjut usia. Pada tahun 2045 diperkirakan penduduk lansia mencapai 25 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Maliki, Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas, pada ”Peluncuran Buku Bunga Rampai Lansia di Abad 21” pekan lalu, Rabu (25/6/2022), mengungkapkan tantangan dan kondisi yang dihadapi penduduk lansia Indonesia.
Saat ini, sebagian besar lansia hidup dengan keluarga. Namun, terdapat 16 persen lansia perempuan hidup sendiri, dan 2 juta lanjut usia (65 tahun ke atas) dalam kondisi miskin. Tantangan lain adalah tidak ada data terkait kondisi lanjut usia yang lengkap. Ketersediaan data lansia hanya sebatas kondisi sosial-ekonomi untuk 40 persen terbawah.
Baca juga : Memastikan Warga Lansia Berdaya
Pada Webinar peringatan HLUN 2022 yang digelar Komnas Perempuan, Jumat (3/6/2022), Khotimun Sutanti, Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (LBH APIK) Indonesia, mengungkapkan, dari struktur sosial dan dimensi jender ada sejumlah persoalan yang dihadapi warga lansia.
”Terjadi subordinasi dan marginalisasi terhadap lansia. Kelompok lansia dianggap tidak memiliki masa depan, tidak dipercayai dengan pekerjaan, tidak digali kebutuhan khususunya, dilibatkan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga maupun masyarakat,” katanya.
Ketidakadilan jender memengaruhi situasi lansia, terutama perempuan lansia, yang dikonstruksi oleh percampuran antara adat, tradisi dan tafsir agama, secara turun temurun. Perempuan yang tidak memiliki anak cenderung lebih rentan ditelantarkan. Misalnya, di Bali dan Deli Serdang, jika perempuan lansia tidak memiliki anak laki-laki cenderung lebih rentan telantar.
Karena itu, penting untuk mendorong sensitivitas kebutuhan lansia dan keterwakilan kelompok lansia mulai dari tingkat nasional hingga desa harus didorong dan dikuatkan oleh regulasi untuk memastikan hak-hak lansia terpenuhi.
Menurut Khotimun, pelibatan lintas generasi tentang hak-hak lansia juga kian urgen. Paradigma program terhadap lansia mesti right based bukan charity. Dan yang terpenting adalah warga lansia harus dijadikan subyek dalam program pembangunan maupun lainnya. Warga lansia harus diberdayakan. Jangan biarkan warga lansia terlupakan...!