Dua Perempuan Korban TPPO di Suriah Terima Restitusi
Salah satu modus tindak pidana perdagangan orang adalah menjanjikan pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga di luar negeri. Namun, kenyataannya korban dieksploitasi dan tidak digaji sesuai janji.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
JAKARTA,KOMPAS— Dua perempuan asal Jawa Barat yang dipekerjakan secara ilegal sebagai pekerja rumah tangga di Suriah pada 2017 dan 2018 menerima restitusi atau pembayaran ganti rugi dari pelaku, Selasa (17/5/2022). Sebelumnya, pada Januari 2022, majelis hakim Pengadilan Negeri Cikarang menghukum pelaku untuk membayar restitusi kepada kedua korban.
Restitusi diserahkan langsung kepada kedua korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), yakni AN (warga Sumedang) dan NY (warga Subang), oleh jaksa penuntut penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi, di Kantor Kejaksaan Agung. Jumlah restitusi yang diterima AN sebesar Rp 34.669.000 dan NY Rp 28.941.150.
Penyerahan restitusi disaksikan langsung Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Antonius PS Wibowo dan Jaksa Muda bidang Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Fadil Jumhana. ”Ini merupakan kolaborasi antara LPSK dan jajaran kejaksaan dalam menghitung dan menuntut pembayaran restitusi untuk korban TPPO modus asisten rumah tangga di Suriah tersebut,” ujar Antonius dalam keterangan pers, Selasa.
Hal senada juga disampaikan Fadil, yang mengapresiasi kerja sama kejaksaan dan LPSK dalam memperjuangkan pemberian restitusi kepada para korban TPPO. Pemberian restitusi tersebut merupakan gerakan sinergi antara LPSK dan kejaksaan dalam menyelesaikan perkara TPPO.
Kejaksaan berkomitmen mengutamakan perlindungan terhadap korban, di samping melakukan penghukuman kepada pelaku tindak pidana. ”Keberpihakan kepada korban tindak pidana sebagai salah satu pilar keberhasilan proses penegakan hukum yang komprehensif. Penegakan hukum yang didasari rasa keadilan dan keseimbangan antara penghukuman pelaku dan pemenuhan hak-hak korban,” ujar Fadil.
Menurut Antonius, AN dan NY merupakan korban TPPO di Suriah yang didampingi LPSK.Sebelumnya, kedua perempuan tersebut dijanjikan pelaku bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. AN direkrut pada Oktober 2017 dan NY pada Juli 2018 oleh pelaku, M dan SH. Keduanya sempat ditampung beberapa minggu di salah satu agen di Abu Dhabi, kemudian diberangkatkan ke Suriah dan dipekerjakan sebagai ART.
Selain tidak pernah menandatangani perjanjian penempatan kerja, para korban merasa dibohongi pelaku karena gaji yang diperoleh tidak sesuai dengan yang dijanjikan. AN dan NY dijemput Kedutaan Besar RI di Damaskus dan dipulangkan kembali ke Indonesia.Pada Maret 2021, para pelaku yang memberangkatkan korban kemudian diproses hukum dan diadili di PN Cikarang.
Selain tidak pernah menandatangani perjanjian penempatan kerja, para korban merasa dibohongi oleh pelaku karena gaji yang diperoleh tidak sesuai dengan yang dijanjikan.
Selanjutnya, pada 19 Januari 2022, majelis hakim PN Cikarang dalam putusannya menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 120 juta kepada terdakwa M. Selain itu, hakim mengabulkan permohonan restitusi korban AN sebesar Rp34.669.000 dan korban NY sebesar Rp28.941.150, yang dibebankan pembayarannya kepada terdakwa M bersama-sama dengan pelaku lainnya SH.
Antonius menyatakan, hingga April 2022, LPSK telah menfasilitasi pembayaran restitusi bagi para korban TPPO sebanyak Rp 599 juta. Menurut dia, sejauh ini pemberian restitusi masih rendah.
”Perlunya sinergi antara LPSK, penyidik, dan penuntut umum untuk memaksimalkan hukuman pelaku TPPO dan mengoptimalkan upaya pemulihan korban TPPO melalui restitusi.Karena itu, kami terus menyarankan JPU agar memaksimalkan tuntutan kurungan pengganti restitusi dan menerapkan penyitaan harta kekayaan pelaku,” kata Antonius menegaskan.