Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah Diusulkan Jadi Warisan Budaya
Undang-Undang Tanjung Tanah yang telah berusia 600 tahun hingga kini masih berperan penting dalam kehidupan masyarakat. Dihormati dan dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
KERINCI, KOMPAS — Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah di Kerinci, Jambi, diakui sebagai naskah Melayu tertua di dunia. Kitab itu kini diusulkan masuk sebagai warisan budaya tak benda Indonesia.
Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Ahmad Mahendra mengatakan, Tanjung Tanah merupakan naskah kuno yang penting karena berisikan undang-undang. Hasil uji karbon menunjukkan naskah ini telah berusia 600 tahun. Meskipun telah melintasi banyak generasi, kitab tersebut masih berperan penting dalam kehidupan masyarakat.
”Di tengah perkembangan zaman yang semakin modern, masyarakat masih menghormati kitab ini sebagai pusaka,” katanya, Minggu (15/5/2022).
Nilai penting Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah layak menjadi warisan budaya tak benda nasional. Bersamaan dengan Kenduri Sko yang digelar pada Jumat dan Sabtu (13-14/5/2022) di Kerinci, tim gabungan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi memulai proses dengan mendokumentasikan naskah itu beserta beragam tradisi lokal yang hidup di masyarakat.
Yunus Satrio Atmodjo dari Tim Ahli Cagar Budaya Nasional menyebut Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah telah menjadi kebanggaan nasional atas keberadaannya sebagai naskah Melayu tertua di dunia. Naskah itu berisikan aturan berkehidupan di masyarakat serta hubungan Kerinci dan Dharmasraya pada masa akhir Kerajaan Melayu.
Masyarakat tidak bisa membaca aksara di dalamnya, tetapi secara turun-temurun telah menjalankan isinya dalam kehidupan mereka. (Yunus Satrio Atmodjo)
Berbagai aturan di dalamnya, uniknya, masih berjalan dan ditaati masyarakat setempat hingga kini. ”Masyarakat tidak bisa membaca aksara di dalamnya, tetapi secara turun-temurun telah menjalankan isinya dalam kehidupan mereka. Aturan itu terus diwariskan dari generasi ke generasi,” ujarnya.
Masyarakat juga diapresiasi karena mampu melestarikan pusaka itu hingga kini. Dalam Kenduri Sko, seluruh naskah dibuka kembali dari tempat penyimpanannya. Naskah-naskah beserta pusaka lainnya dipulas dengan air jeruk nipis sebagai tanda pembersihan.
Yunus menilai, kondisi naskah masih terbilang baik. Seluruh naskah itu ditulis pada media kulit kayu dan lontar.
Alih aksara Niniek Susanti menilai, tradisi lokal yang hanya mengeluarkan naskah tersebut lima tahun sekali bersamaan Kenduri Sko ternyata efektif menjaga pusaka tersebut masih utuh hingga kini. ”Selama ini naskah disimpan dalam kotak khusus dan hanya diturunkan lima tahun sekali. Inilah yang membuatnya tetap awet sampai sekarang,” ujarnya.
Pustakawan Ahli Utama Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Ahmad Maskuri mengatakan, Perpusnas juga tengah berproses untuk mendigiltalisasi naskah Tanjung Tanah. Upaya ini dilakukan agar kitab tersebut dapat diakses lebih luas dan bermanfaat bagi dunia literasi. Digitalisasi pusaka tersebut sekaligus sebagai bentuk antisipasi jika naskah aslinya tak lagi dapat dibaca.
Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah pernah didokumentasikan oleh tim Uli Kozok, peneliti sejarah dan budaya. Hasil uji karbon menunjukkan naskah undang-undang itu dibuat dari abad ke-14. Naskah itu merupakan dokumen penting dalam sejarah bahasa dan kesusastraan Melayu dan Indonesia dan membuktikan bahwa peradaban Melayu sudah memiliki aksara dan sistem hukum sendiri di zaman pra-Islam.