Pemuda berperan signifikan dalam sejarah bangsa Indonesia. Pendidikan dan penguatan identitas kebangsaan dapat memperkuat peran pemuda.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejarah mencatat bahwa pemuda berperan di berbagai perubahan besar bangsa Indonesia, utamanya di abad ke-20. Peran pemuda krusial untuk mengatasi tantangan zaman sekarang. Untuk itu, akses pendidikan mesti terjamin dan pemuda perlu mengenal identitas bangsanya.
Hal ini mengemuka pada diskusi daring ”STOVIA dan Kebangkitan Nasional: Inspirasi untuk Kebangkitan Pemuda di Masa Kini”. Diskusi tersebut diadakan Museum Kebangkitan Nasional di Jakarta, Kamis (12/5/2022).
Gagasan kebangsaan tumbuh di kalangan pemuda terpelajar pada awal abad ke-20. Kesempatan bersekolah telah membuka wawasan mereka. Kesadaran kebangsaan pun muncul.
”Pendidikan telah membuka kotak pandora. Pendidikan (untuk penduduk Hindia Belanda) yang awalnya bertujuan untuk balas jasa (dari Belanda) malah memberi konsekuensi tak terduga. Hal ini justru membuka kesadaran kebangsaan para pemuda,” kata sejarawan Bondan Kanumoyoso.
Menurut dia, hanya sekitar 1 persen dari total jumlah penduduk yang mengenyam pendidikan hingga abad ke-20. Kesempatan sekolah baru terbuka ketika politik etis diterapkan di masa pemerintah kolonial Hindia Belanda di akhir abad ke-19. Politik etis merupakan politik balas budi dari pemerintah yang diuntungkan setelah menguasai Nusantara. Politik etis mencakup tiga bidang, yaitu edukasi, irigasi, dan emigrasi.
Terbukanya akses pendidikan lantas melahirkan sejumlah tokoh intelektual, misalnya kakak kandung RA Kartini, Raden Mas Panji Sosrokartono. Peraih gelar sarjana pertama di Indonesia ini merupakan salah satu pengajar Soekarno, orang yang lantas menjadi presiden.
Adapun Stovia (dulu Sekolah Dokter Djawa) didirikan ketika politik etis berlaku. Sekolah ini mencetak para intelektual yang melatarbelakangi berdirinya organisasi Budi Utomo, seperti Wahidin Soedirohoesodo, Soetomo, Soeradji, dan Tjipto Mangunkusumo.
Budi Utomo tidak hanya diisi pelajar Stovia. Ada juga pelajar sekolah menengah dan sekolah tinggi lain. Sejumlah gagasan kebangsaan lahir dari organisasi ini. Salah satu isu yang diperjuangkan adalah pendidikan untuk seluruh rakyat tanpa memandang status sosial. Bondan menyebut, kesempatan pendidikan yang setara merupakan dasar terbentuknya negara modern.
”Penggerak perubahan-perubahan besar di Indonesia adalah pemuda. Pada 1908, Budi Utomo didirikan pemuda. Pada 1928, ada Sumpah Pemuda. Proklamasi kemerdekaan di tahun 1945 diawali oleh gerakan pemuda. Peran pemuda juga tampak di tahun 1966 (Tritura) dan 1998 (akhir Orde Baru),” ujar Bondan.
Gerakan pemuda di abad ke-20 dinilai mampu menjawab tantangan zaman, seperti kolonialisme dan kesetaraan hak. Respons para pemuda pun sesuai dengan zamannya, baik angkat senjata, perumusan gagasan, hingga demonstrasi.
”Tiap generasi punya cara masing-masing untuk menjawab tantangan zaman. Generasi abad ke-21 sudah masuk era revolusi industri 4.0. Masalah mereka bukan lagi kolonialisme, melainkan korupsi, kerusakan lingkungan, dan lainnya,” kata Bondan.
Agar bisa menjawab tantangan zaman, kesadaran kebangsaan pada generasi muda mesti ditanamkan. Ini bisa dilakukan dengan mengajak pemuda memahami sejarah dan budaya.
Anggota Asosiasi Museum Indonesia (AMI), Kresno Yulianto Soekardo, mengatakan, museum berperan untuk mengenalkan identitas bangsa ke publik. Materi perlu disampaikan secara menarik untuk menarik minat publik. Museum juga didorong untuk memahami karakter generasi muda agar taktik penyampaian materi tepat.
”New museum nantinya tidak hanya mengurus sejarah, tetapi ikut merespons gejolak sosial di luar museum,” tutur Kresno.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Museum Kebangkitan Nasional Pustanto mengatakan, museum mesti dikelola secara dinamis sehingga bisa menginspirasi publik. Museum juga agar inovatif dan relevan dengan perkembangan zaman.