Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga terus dinantikan. Proses legislasi Rancangan Undang-Undang ini telah mencapai 18 tahun.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pekerja rumah tangga memiliki peran penting dalam menopang keluarga majikannya. Kontribusi para pekerja rumah tangga yang memastikan pekerjaan domestik berjalan lancar seharusnya semakin mendorong semua pihak, terutama majikan, untuk meningkatkan perlindungan dan memenuhi hak-hak pekerja rumah tangga.
”Pekerja rumah tangga (PRT) adalah tangan kanan. Masa mudik Lebaran ini, kita sangat rasakan peran mereka. Maka, kita juga harus ubah pola pikir kita di tatanan pemberi kerja karena kebanyakan tidak menyadari pentingnya memahami hak dan kewajiban PRT,” ujar Ketua Umum Korps Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto, Jumat (29/4/2022), dalam konferensi pers ”Mudik dan Kesibukan Lebaran: Saatnya Mengingat Nasib PRT”.
Contoh konkret dalam menghargai eksistensi PRT bisa dirasakan pada saat Lebaran. Ketika PRT akan pulang kampung, pemberi kerja harus memastikan upah dan tunjangan hari raya diberikan, termasuk juga memastikan mereka pulang dan kembali ke tempat kerja, aman dan nyaman, serta dalam keadaan sehat.
Untuk meningkatkan perhatian terhadap PRT, Kowani hingga kini terus menyosialisasikan pentingnya Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT (RUU PPRT). Kowani memiliki misi meningkatkan harkat dan martabat perempuan dan peduli untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dalam pembangunan di segala aspek kehidupan, terutama perlindungan dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak.
”PRT sebagian besar adalah perempuan sehingga sangat rentan terhadap kekerasan. Jumlah PRT sekitar empat juta hingga lima juta, yang perempuan pekerja mencapai 84 persen. Di antara mereka, 14 persen itu adalah pekerja usia anak, yang menjadi penopang perekonomian,” papar Giwo.
Giwo berharap, melalui sosialisasi RUU PPRT, anggota Kowani yang sebagian besar adalah majikan dari PRT akan memahami situasi dan kondisi PRT sehingga ada jalan tengah yang bisa diambil demi kepentingan dua pihak. Selain upah yang layak, jaminan sosial, ketenagakerjaan dan kesehatan, harus diperoleh oleh PRT. ”Jika RUU PPRT disahkan, ada jaminan baik pekerja maupun pemberi kerja,” ucapnya.
Selain Giwo, dalam diskusi yang dipandu Eva Sundari, Direktur Institut Sarinah, ini, hadir juga Fransisca Sestri (Sekretaris Jenderal Lembaga Pemberdayaan Ek Rakyat/LPER), Rinawati Prihatiningsih (Wakil Ketua Umum Bidang Litbang dan Ketenagakerjaan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia/IWAPI), Emmy Astuti (Direktur Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil Mikro/ASPPUK), Arum Ratnawati (Komunitas Pemberi Kerja PRT), dan Ealy Rahmawati (Ketua Perkumpulan untuk Peningkatan Usaha Kecil/PUPUK).
Fransisca Sestri menyatakan, LPER sangat mendukung RUU PPRT disahkan menjadi UU. Menurut dia, saat ini perlindungan terhadap PRT masih jauh dari harapan. Bahkan, masih sering ditemui upahnya dipotong penyalurnya.
”Kami dukung RUU PRT karena memberikan hak dan kewajiban pemberi kerja dan PRT, penyalur serta pemerintah,” ujarnya.
Dukungan atas RUU PPRT juga disampaikan Rinawati, Emmy, Arum, dan Rita. ”Bagi kami IWAPI, PRT adalah salah satu unsur penting yang membantu unsur domestik sehingga kami perempuan bisa fokus menjadi penggerak ekonomi,” papar Rinawati.
Kepentingan kedua pihak
Adapun Arum menegaskan tidak semua pemberi kerja tidak mendukung RUU PPRT. Karena di komunitas pemberi kerja, pihaknya juga memberikan aspirasi pentingnya RUU PPRT dengan semangat perlindungan kedua belah pihak.
”Jadi, kita tidak berhadap-hadapan dengan PRT. Tapi, semangatnya adalah perlindungan kedua pihak. Saya ingin garis bawahi, upaya mewujudkan UU PPRT sebuah hal yang sangat baik. Perlu kita lakukan kalau kita mengakui sebagai manusia yang mempunyai kemanusiaan,” paparnya.
Menurut Arum, kehadiran UU PPRT akan membantu dua pihak. Dengan adanya UU tersebut, PRT yang selama ini bekerja dalam kondisi buruk akan lebih terlindungi, dimanusiakan, dan mendapat perlindungan hukum atas statusnya sebagai pekerja.
”Di sisi lain, UU PPRT akan memberikan banyak manfaat pada pemberi kerja. Contohnya, kita akan memasuki Lebaran. Biasanya PRT pulang kampung. Biasanya kegundahan pemberi kerja, apakah PRT akan kembali pada kita. Kalau mereka tidak kembali, pemberi kerja akan kesulitan merekrut PRT yang baru,” ujar Arum.
Dukungan untuk RUU PPRT juga disuarakan Luluk Nur Hamidah, anggota DPR. Dia berharap RUU tersebut memutus perbudakan.
Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) Lita Anggraini mengungkapkan, selama ini PRT rentan mengalami eksploitasi dan kekerasan.
”PRT yang disuruh dengan kaki, didorong kepalanya, disuruh menjilat susu yang tumpah di lantai, dipukul dan disekap, bahkan yang enggak boleh pulang Lebaran kami juga menerima laporan itu. Kasus-kasus tersebut ada yang fatal, sama seperti yang terjadi pada pekerja migran,” papar Lita.