Komunikasi Bermakna dari Pers Mengedukasi Masyarakat
Informasi yang berasal dari satu sumber dan mengandalkan kecepatan menurunkan kualitas berita. Padahal, berita komprehensif turut mencerdaskan publik.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pers didorong melakukan komunikasi bermakna agar informasi yang disampaikan tidak hanya informatif, tetapi juga berguna bagi masyarakat. Dengan demikian, masyarakat dapat berpartisipasi pada isu publik, tidak sekadar menjadi audiens.
Menurut profesor emeritus bidang komunikasi di Vienna University, Thomas A Bauer, komunikasi bermakna terjadi jika pengetahuan yang disampaikan dapat dimengerti masyarakat. Pengetahuan pun bermakna jika berdampak ke orang lain.
”Contohnya ketika berita tentang perubahan iklim berhasil dipahami masyarakat. Publik jadi tahu apa itu perubahan iklim, apa dampaknya, dan bagaimana harus bertindak. Intinya adalah membuat isu dapat dipahami,” kata Bauer pada sesi diskusi di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta, Jumat (29/4/2022).
Ada tiga kategori yang mesti dipenuhi media agar pengetahuan yang disampaikan bisa dipahami. Pertama, pengetahuan berguna buat audiens. Kedua, logis. Ketiga, pengetahuan bersifat etis.
Agar pengetahuan mudah dicerna publik, media mesti menyusun informasi secara runut, lantas disampaikan dengan sederhana, tetapi komprehensif. Berita mestinya tidak membingungkan audiens.
”Media berperan sebagai moderator pada diskursus yang terjadi di masyarakat. Sebagai moderator, kita mesti menginterpretasikan isu agar publik paham dan bisa menjadi bagian dari diskursus, tidak hanya sekadar menerima informasi,” ucap Bauer.
Ia menambahkan, media juga perlu memahami kompleksitas masyarakat dari berbagai sisi, baik budaya, ekonomi, maupun tingkat pendidikan. Hal itu bertujuan agar media bisa menyusun strategi komunikasi yang tepat.
Saat dihubungi terpisah, anggota Dewan Pers Agus Sudibyo menilai bahwa secara umum, kualitas berita saat ini menurun, terlebih yang diproduksi media daring. Hal itu disebabkan media daring umumnya menyajikan berita dengan perspektif dari satu sumber saja. Berita menjadi tidak berimbang.
Media berperan sebagai moderator pada diskursus yang terjadi di masyarakat. Sebagai moderator, kita mesti menginterpretasikan isu agar publik paham dan bisa menjadi bagian dari diskursus, tidak hanya sekadar menerima informasi.
”Jika beritanya informatif, misalnya, soal peresmian gedung, ya, tidak masalah. Lain halnya jika berita berupa judgment. Pasti tidak berimbang,” kata Agus. Ketika kualitas berita turun, kita akan makin jauh dari tujuan media untuk mencerahkan publik.
Menurut dia, berita yang kini dikonsumsi masyarakat di media daring adalah informasi, bukan berita. Sebab, berita merupakan informasi yang sudah diolah, diverifikasi, dan diperkaya dengan informasi lain agar komprehensif.
Berita yang beredar di media daring maupun media sosial dinilai tidak memberi pencerahan ke publik. Ini disebabkan informasi yang disampaikan tidak lengkap atau hanya sepotong. Masyarakat pun mesti aktif mengumpulkan informasi, menyusunnya menjadi satu berita utuh, kemudian menyimpulkan makna berita. Namun, tidak semua orang memiliki keterampilan ini.
Agus mengatakan, menyuguhkan praktik dan produk jurnalisme baik (good journalism) adalah keniscayaan buat semua perusahaan media. Ini karena model bisnis berbasis umpan klik (clickbait) dan jumlah klik belum terbukti mampu menjaga keberlanjutan media.
Sementara itu, model bisnis tersebut akan membuat publik dan pengiklan sulit membedakan antara media massa dan media sosial. Media massa pun terancam ditinggalkan. ”Ini pilihan tidak terhindarkan jika media mau bertahan di masa depan. Good journalism akan menjaga keberlanjutan media,” kata Agus.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan, industri pers Indonesia menghadapi disrupsi digital dan persaingan dengan platform digital raksasa asing. Ini mengubah lanskap persaingan media secara signifikan sehingga tren media yang mengejar jumlah klik tumbuh. Akibatnya, informasi dan konten yang beredar hanya mengejar popularitas, menyesatkan, bahkan mengadu domba.
”Dalam kondisi penuh tekanan ini, media-media arus utama harus secepatnya bertransformasi, semakin inovatif, meningkatkan teknologi untuk mengakselerasi pertumbuhan yang sehat,” kata Presiden pada peringatan Hari Pers Nasional, Rabu (9/2/2022).