Napak Tilas Jalur Rempah Akan Berlayar ke Enam Titik
Setelah ditunda karena pandemi Covid-19, Muhibah Budaya Jalur Rempah akan diadakan pada 1 Juni hingga 2 Juli 2022. KRI Dewaruci akan digunakan untuk berlayar ke enam titik perdagangan rempah pada masa lalu.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
KEMENDIKBUDRISTEK
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengadakan Muhibah Budaya Jalur Rempah pada 1 Juni hingga 2 Juli 2022. Napak tilas jalur rempah ini dilakukan dengan berlayar ke enam titik, yaitu Surabaya, Makassar, Baubau-Buton, Ternate-Tidore, Banda, dan Kupang.
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi akan mengadakan Muhibah Budaya Jalur Rempah. Program napak tilas jalur rempah itu akan dilaksanakan di enam titik, yaitu Surabaya, Makassar, Baubau-Buton, Ternate-Tidore, Banda, dan Kupang.
Napak tilas akan dilakukan dengan berlayar menggunakan Kapal RI (KRI) Dewaruci milik TNI Angkatan Laut ke enam titik tersebut. Keenamnya merupakan beberapa simpul perdagangan rempah Nusantara di masa lampau. Adapun Muhibah Budaya Jalur Rempah direncanakan berlangsung pada 1 Juni hingga 2 Juli 2022.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristeik Hilmar Farid menyatakan, jalur rempah tidak hanya ada di Nusantara, tetapi membentang sampai Afrika bagian timur. Menurut dia, Indonesia perlu melihat jalur rempah ”dari geladak kapal sendiri”. Ini untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai poros maritim dunia.
”Nusantara, khususnya bagian timur, adalah hulu Jalur Rempah yang berperan dalam sejarah, bahkan jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa. Selain itu, Jalur Rempah penting untuk melengkapi agenda poros maritim dunia dari sisi kultural, yaitu membangkitkan kesadaran maritim,” kata Hilmar melalui keterangan tertulis, Selasa (19/4/2022).
YOLA SASTRA UNTUK KOMPAS
Sejumlah rempah-rempah dipamerkan dalam Forum Internasional Jalur Rempah 2019 yang diadakan Yayasan Negeri Rempah di Jakarta, Selasa (19/3/2019).
Sebelumnya, muhibah budaya direncanakan berlangsung pada Agustus hingga Oktober 2021, tetapi batal karena pandemi Covid-19. Kala itu, ada 13 titik yang akan dikunjungi, antara lain Lhokseumawe, Padang, Semarang, dan Belawan.
Sama seperti rencana tahun lalu, pelayaran tahun ini akan melibatkan anak muda perwakilan dari 34 provinsi, TNI AL, mentor, hingga awak media. Selain pelayaran, ada juga Festival Jalur Rempah di titik-titik singgah yang menampilkan, antara lain, seni, kuliner, wastra, sejarah, hingga ramuan Nusantara.
KOMPAS/ TOTOK WIJAYANTO
Buruh menyiapkan karung berisi pala untuk diangkut Kapal Pelni Nggapulu yang berlabuh di Pelabuhan Banda Naira, Maluku, Jumat (28/4/2017).
Kepala Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Sulawesi Selatan Muhammad Jufri mengatakan, dirinya berencana menyinkronkan Festival Jalur Rempah dengan Festival Pinisi. Kapal pinisi berperan penting dalam perdagangan rempah di masa lalu hingga kini. Adapun kapal pinisi telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada 2017.
”Mudah-mudahan ini bisa disinergikan (Festival Jalur Rempah dan Festival Pinisi). Kapal pinisi sangat terkenal dan berjasa besar ke jalur rempah sampai dengan pelabelan suku Bugis sebagai pelaut ulung. Itu karena Pinisi,” ucap Jufri, seperti dikutip dari laman Disbudpar Sulsel.
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbudristek Restu Gunawan mengatakan, muhibah budaya ini juga upaya untuk menjadikan Jalur Rempah sebagai warisan budaya yang diakui UNESCO. Jalur Rempah juga merupakan media diplomasi budaya Indonesia.
Gerakan ini diharapkan jadi kebangkitan kekuatan kebaharian, mengubah paradigma lama, serta membangun perspektif luas atas potensi alam dan budaya Indonesia untuk masa depan yang lebih baik.
Adapun Jalur Rempah, menurut rencana, didaftarkan ke UNESCO melalui ”jalur budaya”. Artinya, warisan ini tidak terbatas ke benda atau tradisi saja, tetapi juga pergerakan manusia, perjumpaan dan dialog, serta pertukaran dan silang budaya di waktu dan tempat tertentu (Kompas, 6/2/2021).
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Ahmad Samian menjemur buah palanya di depan rumah di Kampung Lonthoir, Pulau Banda Besar, Kepulauan Banda, Maluku, Rabu (26/4). Mayoritas warga Pulau Banda besar penghasilan utamanya dari berkebun pala.
Menurut Restu, jalur rempah menghubungkan Indonesia sejak dulu. Ketersambungan budaya ini akan ditegaskan kembali dan diharapkan dapat menjadi dasar bagi pembangunan berkelanjutan di Indonesia ke depan.
”Gerakan ini diharapkan jadi kebangkitan kekuatan kebaharian, mengubah paradigma lama, serta membangun perspektif luas atas potensi alam dan budaya Indonesia untuk masa depan yang lebih baik,” ujarnya.