Ketika ”Fraksi Balkon” Meluapkan Kegembiraan atas Pengesahan RUU TPKS
Setelah menanti sekian tahun, akhirnya Indonesia memiliki Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Itu merupakan buah perjuangan bersama DPR, pemerintah, dan masyarakat sipil.
Suasana haru menyelimuti para aktivis dari berbagai organisasi masyarakat sipil saat Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi undang-undang. Perjuangan bersama selama bertahun-tahun mengawal proses pembahasan payung hukum itu akhirnya membuahkan hasil.
”Hidup Mbak Puan… Hidup Perempuan.” Demikian teriakan pujian untuk Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani dari para aktivis dari berbagai organisasi masyarakat sipil yang duduk di balkon Ruang Rapat Paripurna DPR di Gedung Nusantara II, Selasa (12/4/2022).
Tak hanya itu, para aktivis pun menangis dan berpelukan sesaat setelah Puan mengetok palu sidang sebagai tanda persetujuan DPR untuk Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Sejak pagi hari, aktivis dari berbagai kelompok masyarakat sipil yang mengawal RUU tersebut sudah berada di Gedung DPR.
Baca juga: UU TPKS Hadiah bagi Kemajuan Bangsa
Para aktivis itu, antara lain, berasal dari Forum Pengada Layanan (FPL) Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, Jaringan Masyarakat Sipil (JMS) untuk Advokasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, serta Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual (JPHPKKS). Sejumlah komisioner dari Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) juga ikut duduk di balkon.
Pengesahan UU TPKS menjadi momentum yang tidak terlupakan bagi para aktivis dari berbagai organisasi masyarakat sipil yang sejak tahun 2016 mengawal Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Ekspresi dan luapan kegembiraan para aktivis organisasi masyarakat sipil pun tak bisa dibendung petugas pengamanan dalam (pamdal) DPR yang bertugas saat Rapat Paripurna DPR dengan agenda Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan atas RUU TPKS.
Apalagi, sebelum memulai sidang pengambilan keputusan atas RUU TPKS, Puan sempat menyapa para aktivis perempuan di balkon dengan menyebut sejumlah organisasi perempuan.
Baca juga: UU TPKS Disahkan, Tonggak Awal Penghapusan Kekerasan Seksual
Keharuan mewarnai ruang Sidang Paripurna DPR saat Puan membacakan pidatonya menanggapi Pendapat Akhir Presiden atas RUU TPKS yang disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati,
Bahkan, ketika mendengar suara Puan bergetar dan kemudian Puan menangis ketika menyebut di Indonesia tidak ada tempat bagi kekerasan seksual, spontan para aktivis di balkon bertepuk tangan.
Sepanjang rapat paripurna, beberapa kali tepuk tangan membahana di ruang sidang DPR tersebut. Saat Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS Willy Aditya diberikan kesempatan Puan untuk menyampaikan laporan Panja terkait RUU TPKS, teriakan ”Hidup Willy” pun terdengar dari balkon.
Begitu juga ketika Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Darmawati menyampaikan Pendapat Akhir Presiden atas RUU TPKS, sambutan hangat juga diberikan para aktivis dengan teriakan ”Hidup Bu Bintang”.
Tak hanya Puan, Menteri PPPA juga terharu. Saat membacakan kalimat ”kekerasan seksual merupakan bentuk dari tindakan kekerasan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia, yang bertentangan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan, serta yang mengganggu keamanan dan ketenteraman masyarakat,” suara Bintang bergetar.
”Kekerasan seksual merupakan pelanggaran hak asasi manusia, suatu kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan,” papar Bintang yang saat menyerahkan naskah Pendapat Akhir Presiden atas RUU TPKS kepada Ketua DPR disambut tepuk tangan.
Baca juga: Pengesahan UU TPKS, Momentum Hentikan Kekerasan Seksual
Sorak-sorai para aktivis gerakan perempuan dan pendamping korban kekerasan seksual pun terdengar hingga Puan menutup sidang terkait RUU TPKS. Sesaat setelah keluar ruang sidang, para perempuan aktivis pun menemui Menteri PPPA serta Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy OS Hiariej, Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani, dan perwakilan kementerian atau lembaga.
Tak hanya berjabat tangan, beberapa aktivis memeluk Bintang Darmawati. Bahkan, ketika Bintang dan Eddy akan meninggalkan Gedung Nusantara II, Veni Siregar dan sejumlah perempuan aktivis dari Forum Pengada Layanan bagi korban kekerasan dan Jaringan Masyarakat Sipil (JMS) memberikan kejutan dengan memberikan bunga.
Kekerasan seksual merupakan pelanggaran hak asasi manusia, suatu kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan.
Menteri PPPA dan Wamenkumham pun diajak berfoto bersama dan meneriakan yel-yel ”RUU TPKS Sah”. Foto bersama dilakukan baik di lobi Gedung Nusantara II maupun di teras Gedung DPR. Bintang dan Eddy pun larut dalam kegembiraan bersama masyarakat sipil. Sampai-sampai Eddy mengungkapkan kehabisan kata-kata. ”Kalau aku speechless (kehilangan kata-kata), itu berarti tersenyum bahagia,” papar Eddy.
Menemui anggota DPR
Tak berhenti di situ, para perempuan aktivis pun menemui Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya di ruang kerjanya. Willy yang pada hari yang sama berulang tahun mendapat hadiah selendang dan bunga dari para perempuan aktivis. Bahkan, sebelum masuk ruang kerja Willy, mereka menyanyikan lagu ”Happy Birthday” dan menyalami Willy yang juga politisi Partai Nasdem.
Bunga dan selendang sebagai tanda ucapan terima kasih pun diberikan kepada beberapa anggota Panja RUU TPKS yang dinilai sangat gigih memperjuangkan RUU TPKS dan lantang bersuara setiap kali pembahasan RUU TPKS, seperti Luluk Nur Hamidah (Fraksi PKB). ”Kami saling melengkapi,” kata Luluk.
Taufik Basari (Fraksi Nasdem) saat menerima bunga dari perempuan aktivis mengakui tidak mudah melewati proses pembahasan RUU TPKS, tapi akhirnya juga berujung dengan UU. ”Satu perjuangan yang panjang, melelahkan, penuh suka duka, alhamdulillah hari ini kita punya UU TPKS,” ungkap Taufik.
Selain Luluk dan Taufik, My Esti Wijayati dan Diah Pitaloka dari Fraksi PDI-P juga mendapat bunga dan selendang. Apresiasi juga disampaikan kepada Christina Aryani dan Supriansa dari Fraksi Partai Golkar.
Baca juga: Terobosan Hukum Cegah Kekerasan Seksual
”Ini adalah bentuk terima kasih kami kepada para anggota DPR yang memperjuangkan RUU TPKS sehingga menjadi UU,” ujar Anis Hidayah dari Migrant Care yang sengaja membawa beberapa selendang untuk diberikan kepada beberapa anggota DPR.
Sejumlah anggota DPR jadi perhatian aktivis masyarakat sipil, yaitu Ketua Badan Legislasi (Baleg) Supratman Andi Agtas dari Fraksi Partai Gerindra serta Wakil Ketua Baleg Nurdin, Sturman Pandjaitan, dan Riezky Aprilia (F-PDIP). Ada juga Hendrik Lewerissa dan Sodik Mudjahid (Fraksi Partai Gerindra), Illiza Sa'adudin (Fraksi PPP), dan Zainuddin Maliki (Fraksi PAN).
Sejumlah Pasal Krusial di RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)
Ninik Rahayu, perempuan aktivis yang juga mantan komisioner Ombudsman RI, mengungkapkan, pengesahan UU TPKS adalah bukti kerja bersama baik DPR, pemerintah, maupun masyarakat sipil. Semua berkontribusi.
Perjalanan panjang
Pengesahan RUU TPKS menjadi UU memang patut disambut sukacita oleh para perempuan serta aktivis perlindungan perempuan dan pendamping korban kekerasan seksual. Betapa tidak, perjalanan RUU TPKS cukup panjang. Sejak 2016, RUU tersebut sudah masuk di DPR dan menjadi RUU Usul Inisiatif DPR. Namun, perjalanannya tersendat-sendat.
Di awal RUU TPKS diusulkan (dulu bernama RUU Penghapusan Kekerasan Seksual) menghadapi dinamika karena pro kontra saat pembahasan dilakukan di Komisi VIII DPR. Ketika itu, tidak banyak anggota DPR yang mendukung RUU PKS.
Bahkan, setiap kali pembahasan berlangsung, pemerintah yang ketika itu hanya diwakili Kementerian PPPA harus bolak-balik menghadapi pertanyaan anggota DPR yang terus berkutat pada persoalan kekhawatiran RUU PKS akan merusak hubungan suami istri karena RUU tersebut akan mendorong istri berani menolak permintaan suami untuk berhubungan seksual.
Perjalanan RUU TPKS baru mendapat angin segar pada akhir 2021 saat Presiden Joko Widodo meminta Menteri Hukum dan HAM serta Menteri PPPA mengawal RUU TPKS. Bak bola salju yang meluncur kencang, proses RUU TPKS pun bergulir cepat, pembahasan hingga pengesahan pun tak sampai membutuhkan berbulan-bulan.
Perjuangan untuk membela para korban kekerasan seksual pun membuahkan hasil. DPR setuju RUU TPKS menjadi UU TPKS. Maka, wajar jika airmata para perempuan dan aktivis tak bisa dibendung saat UU TPKS disahkan DPR.
”Terima kasih karena Menteri PPPA beserta timnya telah memimpin semua upaya dari sisi pemerintah dan membangun komunikasi dengan DPR sehingga memungkinkan pembahasan RUU TPKS terjadi saat ini. Apresiasi khusus juga kepada Wakil Menteri Hukum dan HAM sebagai juru bicara pemerintah yang membantu mengakomodasi masukan kami,” kata Ratna Batara Munti dari Asosiasi LBH APIK Indonesia dan JPHPKKS.
Kendati perjuangan melawan kekerasan seksual masih panjang dan penuh tantangan, kehadiran UU TPKS sungguh menjadi oase di tengah bentara kekerasan seksual yang tak berjeda di negeri ini. Implementasi UU TPKS tentu sudah dinantikan. Namun, setidaknya sebagaimana dikatakan Willy, RUU TPKS menjadi kado tidak hanya bagi para korban kekerasan seksual, tetapi juga bagi bumi Nusantara.