Mahasiswa Doktoral Indonesia di Inggris Berkolaborasi dan Berjejaring
Mahasiswa doktoral Indonesia di Inggris berkolaborasi dan berjejaring dalam organisasi kemahasiswaan Doctrine-UK. Organsiasi ini menjadi wadah untuk kolaborasi riset dari berbagai bidang untuk kemajuan Indonesia.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Ratusan mahasiswa doktoral Indonesia di Inggris membentuk wadah organisasi kemahasiswaan bernama Doctoral Epistemic of Indonesian in United Kingdom atau Doctrine-UK. Organisasi ini bertujuan untuk mengumpulkan seluruh mahasiswa Indonesia doktoral di Inggris agar hasil riset mereka terhubung satu dengan lainnya.
Ketua Doctrine-UK Gatot Subroto di acara Pra-Peresmian Doctrine-UK di London, Selasa (29/3/2022), mengatakan, organisasi kemahasiswaan doktor Indonesia di Inggris ini juga memberikan dukungan agar seluruh mahasiswa doktoral Indonesia sukses menjalani studi. Ada 278 mahasiswa doktoral di Inggris Raya. Para mahasiswa ini melakukan riset di berbagai bidang, antara lain ekonomi, sosial, teknik, dan seni.
Gatot mengungkapkan, mahasiswa Indonesia di luar negeri merupakan aset bangsa yang strategis. ”Biaya satu mahasiswa Indonesia untuk menyelesaikan doktoral di Inggris mencapai hingga Rp 6 miliar. Mayoritas kami dibiayai oleh Pemerintah Indonesia. Ini adalah sebuah investasi yang sangat besar. Karena itu, hasil risetnya harus berdampak signifikan pada negara,” ujar Gatot yang merupakan mahasiswa PhD di University College London.
Sementara itu, Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) London, Khairul Munadi, mengatakan, mahasiswa Indonesia yang melanjutkan pendidikan doktoral di luar negeri memiliki tanggung jawab dalam memecahkan persoalan bangsa. Sebab, sebagian besar permasalahan tersebut membutuhkan pemahaman dan pendekatan lintas ilmu (multidisipliner). Para mahasiswa diharapkan saling mengenal dan berkolaborasi.
”Mahasiswa doktoral harus mampu memberikan kontribusi konkret bagi Indonesia. Hal itu tidak dapat dilakukan bila melakukan riset sendiri- sendiri. Penting untuk saling bekerja sama dan berjejaring,” kata Khairul.
Salah satu contoh permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah perubahan iklim. Hal tersebut tidak hanya membutuhkan solusi dari kajian ilmu lingkungan, tetapi juga ekonomi, sosial, dan berbagai bidang ilmu lainnya.
Khairul mengatakan, pelajar Indonesia di luar negeri, khususnya yang menempuh studi doktoral di Inggris, harus saling bekerja sama dan memobilisasi potensi-potensi yang ada agar berdampak untuk Indonesia. Mahasiswa doktoral yang memiliki riset sejenis harus saling melakukan harmonisasi agar hasil risetnya memiliki dampak lebih besar.
Dalam kesempatan tersebut, Khairul meminta para mahasiswa untuk mengajukan surat keterangan akreditasi program studi. Dokumen ini dibutuhkan bagi mahasiswa yang program studinya belum terdaftar di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek. ”Universitas-universitas di Inggris memiliki standar kualitas yang sangat baik. Namun, perguruan tinggi di Inggris tidak memiliki sistem akreditasi yang sama dengan perguruan tinggi di Indonesia. Sebaiknya para mahasiswa mengajukan surat keterangan akreditasi,” ujar Khairul.
Selain itu, Khairul juga memaparkan beragam jenis layanan untuk mendukung para mahasiswa doktoral. Di antaranya, surat keterangan selesai studi, surat keterangan akreditasi, surat keterangan pindah sekolah anak, dan pengisian sasaran kerja pegawai bagi mahasiswa aparatur sipil negara.
Selain layanan tersebut, Atase Pendidikan dan Kebudayaan juga siap memberikan layanan lain sesuai kebutuhan studi mahasiswa. ”Untuk meningkatkan pelayanan, tahun ini kami akan membangun aplikasi agar layanan dapat diakses secara digital dan lebih cepat,” ujar Khoirul.