Nostalgia Film Indonesia Masa Lalu
Rekam jejak sukses film nasional bisa menjadi energi positif bagi masa depan perfilman di Indonesia. Menjadi catatan penting memperingati Hari Film Nasional pada 30 Maret ini.

Film bergenre komedi tak lekang oleh waktu. Data menunjukkan, film komedi mendominasi peredaran film sejak 1970-an dan terus diminati hingga kini. Meski demikian, genre lainnya juga mewarnai film laris yang menjadi penanda semangat zaman. Rekam jejak sukses film ini bisa menjadi energi positif untuk memperingati Hari Film Nasional pada 30 Maret ini.
Pada rentang tahun 1973 hingga 1994, penonton bioskop di Jakarta pernah mencapai 700 ribu orang per film. Genre komedi mendominasi tangga film laris yang kala itu juga diwarnai dengan film drama kehidupan dan percintaan.
Rekam jejak sukses film ini bisa menjadi energi positif untuk memperingati Hari Film Nasional pada 30 Maret ini.
Film komedi terlaris adalah Maju Kena Mundur Kena (1983) dengan 658.896 penonton. Kesuksesan film dari grup lawak Warkop DKI ini pun menjadi puncak dari kejayaan seri-seri film Warkop DKI lainnya. Merujuk data dari Peredaran Film Indonesia (Perfin), film Warkop DKI mendominasi genre komedi sejak 1980 hingga 1994.
Pada 1980, film pertama Warkop DKI berjudul Mana Tahan menjadi yang terlaris kedua dengan 400.816 penonton. Di tahun yang sama, film Gengsi Dong juga masuk peringkat atas dengan 230.555 penonton. Ketenaran juga diraih Warkop DKI melalui seri lainnya seperti Malu-Malu Mau, Gantian Dong, dan Tahu Diri Dong.

Kemasyhuran Warkop DKI pun direproduksi hingga kini. Setelah layar perak di tahun 1994, sinetron Warkop DKI hadir di layar kaca pada 1995 hingga 2004. Terakhir, Warkop DKI dihidupkan kembali melalui film sekuel Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 dan Part 2. Tidak meleset, film ini mengulang kesuksesan masa lampau.
Laman filmindonesia.or.id melaporkan, jumlah penonton Jangkrik Boss! Part 1 mencapai 6,9 juta penonton. Angka ini menempatkan Warkop DKI Reborn sebagai film dengan penonton terbanyak pada periode 2007 hingga 2022. Seri kedua juga mencetak kesuksesan dengan 4,1 juta penonton.
Film komedi non-Warkop DKI juga tak sepi peminat. Bing Slamet Koboi Cengeng menjadi film dengan penonton terbanyak pada 1974. Judul lain seperti Inem Pelayan Sexy (1977), Si Kabayan Saba Kota (1989), dan Ikut-Ikutan (1991) dengan duo Doyok dan Kadir juga mampu meraih sedikitnya 300 ribu penonton.
Baca juga : Film dan Kebangsaan Kita
Laris
Meskipun komedi mendominasi, film yang paling laris selama dekade 70-an hingga pertengahan 90-an justru berkebalikan dengan canda tawa. Film G-30-S-PKI yang beredar pada 1984 menyedot penonton hingga 699.282 orang. Menjadikan film ini sebagai yang terlaris pada era tersebut.

Presiden Joko Widodo saat bersama Panglima TNi Gatot Nurmantyo bersama sejumlah perwira TNI dan Polri bersama prajurit menyaksikan film Pengkhianatan G 30 S PKI di Lapangan Tenis Dalam Korem Bogor Suryakencana 061, Jawa Barat.
Warna drama romantis juga kental hadir. Misalnya saja film terlaris di 1980, yakni Kabut Sutra Ungu yang menyedot 488.865 penonton. Sekuel drama Catatan Si Boy juga masuk dalam film populer. Dua di antaranya tercatat laris, yakni Catatan Si Boy II sebagai terlaris ketiga di tahun 1988 dan Catatan Si Boy IV terlaris kelima pada 1990.
Di era ini, komedi dan drama menjadi genre arus utama yang diproduksi. Meski demikian, tampak adanya satu film populer yang memberikan warna segar dalam perfilman di masa lampau.
Baca juga: Film Terbaik Oscar Makin Melek Isu Sosial
Film tersebut adalah sekuel Saur Sepuh yang menuai sukses hingga tiga seri. Saur Sepuh IIIKembang Gunung Lawu (1990) menjadi film paling banyak disaksikan dengan 611.073 penonton. Sementara total penonton untuk ketiga film ini mencapai 1,8 juta penonton.
Diterimanya film Saur Sepuh di pasaran menjadi kemenangan tersendiri perfilman nasional. Masyarakat penonton film terbukti tidak hanya tertarik pada film sederhana yang dekat dengan hidup keseharian. Meski demikian, film ini pun menyudahi era keemasan terganti kelesuan.

Pada Juli 1993, sesepuh perfilman dan penasihat Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) Rosihan Anwar mengharapkan produser membuat film-film back to basic agar masyarakat mau kembali menonton film-film Indonesia.
Ujaran ini disampaikan di tengah kelesuan produksi yang melanda perfilman Indonesia. Pembuatan film dengan unsur-unsur sederhana ini diharapkan mendekatkan kembali jarak yang terentang begitu jauh. Apabila sudah tercapai, baru mulai menggalakkan produksi film-film yang bersifat artistik (Kompas, 19 Juli 1993).
Baca juga: Film, Politik, dan Tokoh
Ikonik
Salah satu film yang tidak bisa absen dibahas adalah film Ratapan Anak Tiri. Film ini memiliki gaung yang kuat hingga layak disebut sebagai kisah sepanjang masa.
Dalam penelusuran penulis, Ratapan Anak Tiri merupakan film terlama yang memiliki catatan jumlah penonton. Pada 7 Maret 1974, Kompas melaporkan Ratapan Anak Tiri sebagai sinema dengan penonton terbanyak di tahun 1973.
Karcis bioskop yang terjual mencapai 467.831 atau 15 kali lipat dari penjualan karcis film Pemberang yang berada di peringkat kesepuluh. Jumlah ini setidaknya berasal dari penjualan tiket 101 gedung bioskop berbagai kelas di Jakarta. Kala itu, harga tiket masuk paling murah bertarif Rp 275.

Suasana salah satu bioskop di Jakarta, Rabu (24/3/2021) malam. Bioskop kembali dibuka beberapa bulan lalu dengan menerapkan protokol kesehatan.
Enam tahun sejak pertama kali beredar, jumlah penonton bioskop dari film yang disutradarai oleh Sandy Suwardi Hassan ini masih tak terkalahkan di antara film bergenre drama. Sekuelnya kemudian dirilis pada tahun 1980 dan 1990 dengan tokoh utama yang sama, Faradilla Sandy sebagai Sussy.
Di era milenium baru, Ratapan Anak Tiri ditayangkan ulang melalui televisi yang kala itu menjadi media yang semakin umum dimiliki. Arsip Kompas mencatat, pada tahun 2004, Trans TV menjadwalkan penayangan film ini beberapa kali pada waktu pagi setelah acara-acara kartun anak.
Kisah anak yang diperlakukan buruk oleh ibu tirinya masih juga menarik dan direproduksi. Saluran televisi RCTI pada Februari 2006 meluncurkan sinetron baru berjudul serupa yang mengambil narasi perjuangan tiga anak yang diusir ibu tiri sehingga menjadi anak jalanan.
Baca juga: Menuju Kebangkitan Film Nasional
Kini
Di masa sekarang, gurat-gurat cerita masa lalu masih tampil dalam layar perak. Misalnya saja lewat kesuksesan film komedi Warkop DKI yang dilahirkan kembali. Pergeseran tampak pada genre drama romantis yang berbalut khazanah keislaman.
Delapan dari 15 film terlaris antara 2007 hingga 2022 adalah film bergenre drama romantis. Karakter di zaman ini ditandai dengan kembali berhasilnya sekuel film percintaan dan hadirnya film romantis bernapas Islam.
Film sekuel Dilan menjadi film dengan penonton terbanyak kedua, ketiga, dan kesebelas. Secara berturut-turut adalah Dilan 1990 (2018), Dilan 1991 (2019), dan Milea: Suara dari Dilan (2020).

Warkop DKI, Indro, Kasino, dan Dono.
Total penonton untuk ketiganya adalah 14,7 juta penonton. Jumlah tersebut hampir setengah dari total penonton di tahun 2016. Tahun 2016 sendiri tercatat sebagai tahun dengan jumlah penonton terbanyak dalam 15 tahun terakhir.
Film romantis bernapas Islam juga mengambil panggung pada dekade ini. Film Ayat-Ayat Cinta 1 (2008) dan yang kedua (2016) meraup total 6,5 juta penonton. Sementara film Ketika Cinta Bertasbih (2009) sebanyak 2,1 juta penonton.
Kendati film-film yang hadir masih mengeksplorasi sederhana, muatan dalam film-film basic mulai menampilkan unsur yang segar.
Pengabdi Setan (2017) yang juga tinggi peminat tidak memasukkan unsur sensualitas yang kental layaknya film-film horor umumnya. Begitu pula harapan pada film nasional lainnya. Penonton menunggu dikagetkan dengan narasi segar dari sineas Tanah Air. Selamat Hari Film Nasional ! (LITBANG KOMPAS)