Guru di DIY Pertanyakan Aturan Tambahan Penghasilan Pegawai
Para guru di Daerah Istimewa Yogyakarta mempertanyakan aturan Tambahan Penghasilan Pegawai yang dinilai tidak adil. Aturan itu menyebut, guru yang telah mendapat tunjangan profesi guru hanya menerima TPP 50 persen.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Para guru pegawai negeri sipil di Daerah Istimewa Yogyakarta mempertanyakan Peraturan Gubernur DIY Nomor 112 Tahun 2021 tentang Tambahan Penghasilan Pegawai yang dinilai tidak adil. Salah satu hal yang dipertanyakan adalah ketentuan yang menyebut para guru yang telah menerima tunjangan profesi guru hanya berhak menerima TPP sebesar 50 persen.
Para guru yang mempertanyakan pergub itu tergabung dalam Forum Komunikasi Guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) Angkatan 2018 DIY atau FKG DIY 2018. Forum tersebut beranggotakan ratusan guru yang mengajar di sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan sekolah luar biasa (SLB) di DIY.
”Pergub ini tidak transparan dan perlu dikaji ulang,” kata perwakilan FKG DIY 2018, Irkhamudin, saat ditemui di Yogyakarta, Selasa (22/3/2022).
Pergub DIY No 112/2021 menyatakan, tambahan penghasilan pegawai (TPP) merupakan tambahan penghasilan yang diberikan secara bulanan berdasarkan kinerja bulan sebelumnya kepada pegawai di luar gaji, tunjangan jabatan struktural, tunjangan jabatan fungsional, dan tunjangan jabatan fungsional umum. TPP diberikan kepada pegawai pemerintah dengan status PNS, pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), dan tenaga bantu.
Oleh karena itu, para guru yang berstatus PNS di DIY termasuk yang berhak mendapatkan TPP. Namun, Irkhamudin menilai, sejumlah ketentuan dalam Pergub DIY No 112/2021 patut dipertanyakan. Salah satu yang dipertanyakan adalah Pasal 4 huruf e yang mengatur tentang pemberian TPP kepada guru yang telah menerima tunjangan profesi guru (TPG). TPG merupakan tunjangan yang diberikan kepada guru yang telah menjalani proses sertifikasi.
Pasal 4 huruf e Pergub DIY No 112/2021 menyatakan, guru berstatus aparatur sipil negara (ASN) yang tidak mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah, calon guru, dan pengawas sekolah yang telah menerima TPG diberikan TPP sebesar 50 persen. Dengan adanya ketentuan itu, guru yang telah menjalani sertifikasi dan memperoleh TPG hanya berhak mendapat TPP sebesar 50 persen.
Irkhamudin menyatakan, FKG DIY 2018 mempertanyakan dasar hukum pemberian TPP sebesar 50 persen itu. Sebab, hal itu tidak diatur dalam regulasi pemerintah pusat terkait TPP, misalnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 27/2021 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2022.
FKG DIY 2018 mempertanyakan dasar hukum pemberian TPP sebesar 50 persen itu.
Dalam permendagri itu disebutkan, penganggaran tambahan penghasilan kepada pegawai ASN memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Permendagri itu juga menyatakan, pemberian TPP dilakukan berdasarkan pertimbangan beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja, dan pertimbangan obyektif lain.
”Kami mempertanyakan apa acuan pemotongan 50 persen itu. Soalnya, di permendagri, tidak ada aturan bahwa TPP untuk guru dipotong 50 persen,” ujar Irkhamudin yang merupakan guru SMK Negeri 5 Yogyakarta.
Irkhamudin menambahkan, di provinsi lain, seperti Jawa Tengah, juga tidak ada pemotongan TPP untuk guru yang sudah menerima TPG. Oleh karena itu, FKG DIY 2018 mempertanyakan alasan kenapa Pemda DIY memutuskan hanya memberikan TPP sebesar 50 persen untuk para guru yang sudah menerima TPG.
Belum sertifikasi
Selain pemotongan itu, FKG DIY 2018 juga menyoroti aturan tentang pemberian TPP kepada guru yang belum menjalani sertifikasi. Ketentuan itu diatur dalam Pasal 30 Ayat (2) Pergub DIY No 112/2021.
Pasal itu menyatakan, untuk jabatan fungsional yang diampu oleh nonfungsional atau jabatan fungsional nonaktif, TPP diberikan berdasarkan kelas jabatan satu tingkat di bawah jenjang jabatan fungsional ahli atau terampil terendah.
Irkhamudin menuturkan, guru yang belum menjalani sertifikasi memang belum memiliki jabatan fungsional. Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 30 Ayat (2) Pergub DIY No 112/2021 itu, besaran TPP untuk guru yang belum menjalani sertifikasi lebih sedikit dibandingkan dengan TPP untuk pegawai terampil terendah.
Padahal, menurut Irkhamudin, para pegawai terampil terendah biasanya merupakan lulusan SD atau SMP. Dia menyebut, mereka yang tergolong sebagai pegawai terampil terendah antara lain office boy atau pesuruh kantor. ”Kami mempertanyakan, kenapa guru diletakkan di bawah pegawai terampil terendah,” ujarnya.
Irkhamudin mengatakan, pada tahun ini, guru yang belum menjalani sertifikasi seperti dirinya mendapat TPP sekitar Rp 965.000 per bulan. Padahal, dia menyebut, PNS selain guru yang diangkat bersamaan dengan dirinya mendapat TPP sekitar Rp 3,5 juta per bulan.
”Kami, kan, masuk bareng, tetapi kenapa njomplang-nya (selisihnya) jauh banget. Kalau hitung-hitungan beban kerja, saya kira sama saja,” ujar Irkhamudin yang diangkat menjadi PNS tahun 2019 itu.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DIY Amin Purwani mengatakan, selama ini, para guru sudah mendapat tambahan penghasilan selain TPP. Para guru yang sudah sertifikasi mendapat TPG, sementara guru yang belum sertifikasi mendapat tambahan penghasilan (tamsil). Itulah kenapa pemberian TPP untuk guru tidak sama dengan pegawai lainnya.
Amin menyebut, guru yang telah mendapat TPG memang hanya mendapat TPP sebesar 50 persen. Hal ini karena mereka telah mendapat tambahan penghasilan lainnya melalui TPG. ”Itu bukan pemotongan, tetapi memang hanya diberikan 50 persen,” ujarnya.
Dia menambahkan, untuk guru yang belum sertifikasi, besaran TPP diberikan berdasarkan kelas jabatan satu tingkat di bawah jenjang jabatan fungsional ahli atau terampil terendah. Menurut Amin, ketentuan itu bukan untuk merendahkan martabat guru, tetapi hanya untuk menentukan acuan besaran TPP. ”Itu bahasa hukum, bukan dalam rangka pelecehan,” katanya.