Bahasa daerah bisa punah jika tidak lagi digunakan oleh penuturnya. Generasi muda kini jadi ujung tombak pelestarian dan pemanfaatan bahasa daerah.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelajaran dan penggunaan bahasa daerah penting untuk menumbuhkan kesadaran generasi muda terhadap bahasa daerah. Penutur bahasa daerah diharapkan bertambah dan ancaman kepunahan bahasa bisa dihindari.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi E Aminudin Aziz mengatakan, Indonesia kaya akan bahasa daerah. Namun, daya hidup setiap bahasa berbeda, tergantung ada atau tidaknya penutur bahasa tersebut. Sebagian bahasa daerah berstatus aman karena jumlah penuturnya banyak dan bahasa itu masih digunakan.
”Sebaliknya, ada bahasa daerah yang daya hidupnya memudar. Bahasa itu dikhawatirkan akan punah jika tidak dihidupkan kembali,” ucapnya pada pertemuan daring, Kamis (17/3/2022).
Indonesia memiliki 718 bahasa daerah. Angka ini belum termasuk variasi dialek setiap bahasa. Hal tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara paling multilingual kedua setelah Papua Niugini yang memiliki lebih dari 800 bahasa daerah.
Dari 718 bahasa daerah di Indonesia, sebanyak 25 bahasa terancam punah, 6 bahasa kritis, dan 11 bahasa dinyatakan punah. Kepunahan terjadi karena bahasa daerah tidak digunakan lagi, tidak diwariskan ke generasi selanjutnya, dan karena penuturnya menganggap penggunaan bahasa daerah tidak mendesak.
”Menurut UNESCO (Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa), setiap dua minggu ada satu bahasa daerah di dunia yang punah. Padahal, bahasa daerah mengandung pemikiran, kearifan lokal, hingga ekspresi masyarakat,” kata Aminudin.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Ulfa Tenri Batari, pelestarian bahasa daerah dapat dilakukan di sekolah. Pelajaran bahasa daerah diharapkan mampu menumbuhkan kecintaan dan kebanggaan anak untuk berbahasa daerah hingga dewasa.
Ia mengatakan, di sebagian kecamatan dataran tinggi, bahasa Makassar digunakan sebagai bahasa pengantar di sekolah, khususnya SD. Bahasa Makassar kini diajarkan sebagai muatan lokal dengan durasi belajar dua jam per minggu. Pembelajaran bahasa daerah di sekolah juga berkolaborasi dengan sejumlah pihak, seperti museum dan organisasi pemuda.
”Kami juga mengeluarkan surat edaran agar bahasa Makassar digunakan di satuan pendidikan setiap hari Jumat,” ujar Ulfa.
Kreativitas guru
Selain diajarkan di sekolah, penting untuk menyampaikan pelajaran bahasa daerah ke siswa secara kreatif. Tujuannya agar anak tertarik dan senang belajar. Kreativitas guru pun dibutuhkan.
Menurut pengurus Perkumpulan Pendidik Bahasa Daerah Indonesia, Risnawati, mengajar bahasa daerah relatif sulit karena itu bukan pelajaran favorit siswa. Pelajaran bahasa daerah pun tak jarang dianggap remeh. Selain itu, mengajar bahasa daerah menantang karena generasi muda masa kini punya banyak referensi bahasa asing. Ini adalah konsekuensi dari globalisasi.
Risnawati yang juga guru bahasa Sunda ini mengemas pelajaran bahasa daerah agar menarik, menyenangkan, dan interaktif. Pelajaran tidak terbatas pada buku, tetapi juga disampaikan dengan mengobrol dan menyanyi di kelas. Semua orang boleh berpartisipasi, tetapi mesti menggunakan bahasa Sunda.
”Kami (guru) dituntut lebih kreatif dan inovatif. Menurut saya, kita mesti mencoba masuk ke dunia anak, bukan sebaliknya,” ucapnya.
Aminudin mengatakan, pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas guru bahasa daerah. Pelatihan diberikan agar guru dapat mencari metode-metode mengajar yang kreatif. Ia juga mendorong penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar di sekolah, khususnya di area yang penggunaan bahasa daerahnya masih kuat.
Dari 718 bahasa daerah di Indonesia, sebanyak 25 bahasa terancam punah, 6 bahasa kritis, dan 11 bahasa dinyatakan punah.
Pemerintah juga berencana merevitalisasi 38 bahasa daerah di 12 provinsi tahun ini, antara lain di Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Maluku, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Program revitalisasi disesuaikan dengan kondisi bahasa di setiap daerah. Para maestro, guru, pegiat bahasa daerah, hingga tokoh masyarakat akan dilibatkan dalam program ini.
Lima langkah utama
Peta jalan revitalisasi bahasa daerah sudah disiapkan. Ada lima langkah utama untuk itu. Pertama, memetakan bahasa daerah. Tahap ini sudah dilakukan, tetapi masih ada bahasa-bahasa daerah di pedalaman yang belum berhasil dipetakan.
Kedua, mengkaji daya hidup bahasa daerah. Dari 718 bahasa daerah di Indonesia, baru sekitar 150 bahasa yang telah dikaji. Pengkajian daya hidup bahasa, kata Aminudin, tidak mudah dan biayanya pun sangat mahal.
Ketiga, dokumentasi bahasa daerah, mulai dari sintaksis, bunyi, hingga maknanya. Hingga kini, ada lebih kurang 228 bahasa yang sudah didokumentasi.
Berikutnya, konservasi bahasa daerah yang statusnya terancam, tetapi masih bisa diselamatkan. Kemudian, yang mesti dilakukan adalah revitalisasi dan registrasi bahasa daerah.
”Revitalisasi bahasa daerah akan dilakukan secara berkelanjutan dengan melibatkan pemerintah, masyarakat, institusi pendidikan, komunitas, dan sebagainya. Revitalisasi juga mengedepankan kreativitas dan peran generasi muda,” kata Aminudin.
Target revitalisasi bahasa daerah tahun ini sebanyak 38 bahasa di 12 provinsi. ”Kami berharap jumlahnya bertambah tahun depan,” ujarnya.