Saat Anda berteriak pada anak karena memecahkan cangkir kopi favorit Anda, tidak sama dampaknya dengan pola kritik atau kekerasan fisik yang konsisten. Satu hari yang buruk tak membuat Anda menjadi orangtua buruk.
Oleh
AGUSTINE DWIPUTRI
·5 menit baca
Bukti acap kali menunjukkan bahwa pengasuhan negatif di masa kecil berperan kuat terhadap permasalahan seseorang di masa dewasanya. Karenanya, saya mengajak para orangtua untuk menilai ulang dan berupaya meningkatkan keterampilan parenting kita.
Adalah impian setiap orangtua untuk melihat anak-anaknya berkembang menjadi orang yang bertanggung jawab. Meskipun menginginkan yang terbaik untuk anaknya, terkadang pola asuh yang buruk menghalangi pencapaian ini. Pola asuh yang buruk memiliki banyak efek negatif dalam kehidupan anak Anda. Oleh karena itu, penting bagi setiap orangtua untuk mengevaluasi keterampilan mengasuh anak mereka dan mengetahui efek dari pola asuh tersebut pada anak (American SPCC).
Sara Lindberg, penulis kesehatan mental dan kebugaran (2020), mengatakan bahwa menyebut diri sendiri atau orang lain sebagai ”orangtua yang buruk” bukanlah sesuatu yang bisa diambil berdasarkan perbedaan keyakinan atau gaya pengasuhan. Penting juga untuk menyadari bahwa ada perbedaan antara mengalami momen buruk dan menjadi orangtua yang buruk.
Lebih lanjut, Lindberg menggunakan pandangan dua pakar kesehatan mental dan psikoterapis (Sharron Frederick dan Dana Dorfman) untuk mengenali tanda-tanda ”pengasuhan yang buruk” dan pengaruhnya terhadap seorang anak agar membantu memperjelas apa yang sebenarnya perlu dikhawatirkan serta cara memperbaikinya.
Jika Anda membutuhkan waktu, coba berikan waktu jeda (1 menit untuk setiap usia anak) dan tenangkan diri untuk mengumpulkan pikiran dan perasaan Anda.
Berikut beberapa tanda perilaku parenting atau pengasuhan yang buruk serta pengaruhnya pada anak.
- Kurang atau terlalu terlibat
Orangtua yang kurang terlibat, abai, dan gagal menanggapi berbagai kebutuhan lain dari anak, selain kebutuhan dasarnya, seperti tempat tinggal dan makanan saja. Anak juga perlu diajak berbicara, diperhatikan, dipuji, dan seterusnya.
Di lain pihak, orangtua yang terlalu terlibat (alias orangtua ”helikopter”) juga dapat menyebabkan lebih banyak kerugian daripada kebaikan. Orangtua mengambil kendali atas semua keputusan dan melakukan terlalu banyak untuk anak mereka, menghalangi anak untuk belajar mengalami sendiri.
- Sedikit atau tidak ada disiplin
Anak-anak yang memiliki sedikit atau tidak ada disiplin dibiarkan berjuang sendiri oleh orangtuanya. Hal ini dapat mengakibatkan cedera dan juga menghasilkan anak yang tidak memahami batas-batas berperilaku serta berbagai konsekuensi yang tidak sesuai dengan nilai sosial yang berlaku.
- Disiplin yang ketat atau kaku
Orangtua yang menerapkan disiplin yang ketat atau kaku (alias pengasuhan otoriter) tidak membiarkan anak menjelajahi dunia mereka, yang sering menyebabkan anak menjadi takut dan cemas atau memberontak.
Anak-anak dapat mengembangkan masalah dengan kontrol dari orang lain, gangguan obsesif-kompulsif, dan perilaku cemas lainnya, bersama dengan pola pikir bahwa dunia ini berbahaya. Di ujung lain, menghasilkan anak pemberontak yang senang bertengkar dengan orangtua mereka, melanggar aturan, dan terlibat dalam perilaku negatif.
- Mencabut kasih sayang dan perhatian
Mengabaikan anak berarti memberi tahu mereka bahwa cinta orangtua bersyarat. Menarik kasih sayang karena seorang anak tidak melakukan apa yang diperintahkan menyebabkan kerugian yang sama.
Perilaku seperti ini dapat menyebabkan anak mengembangkan harga diri dan kepercayaan diri yang rendah, yang mengakibatkan mereka tidak dapat mengungkapkan keinginan dan kebutuhannya. Seiring waktu, hal ini dapat menyebabkan ketergantungan bersama, anak akan beradaptasi dengan perasaan yang diinginkan oleh orangtuanya dan sering kali mengakibatkan hubungan yang kasar.
- Mempermalukan
Baik di tempat umum ataupun tertutup, anak-anak yang terus-menerus dipermalukan oleh orangtuanya dapat mengembangkan masalah selalu menuntut kesempurnaan diri dan ketakutan akan kegagalan, bahkan depresi atau kecemasan.
Rasa malu adalah emosi yang kuat dan melumpuhkan yang tertanam kuat dalam jiwa dan perasaan diri. Orangtua melakukannya untuk mencegah perilaku negatif atau memotivasi anak ke arah perilaku positif. Namun, ketika mempermalukan dan memberi label negatif menjadi taktik umum, anak-anak kemudian mulai menginternalisasi dan mewujudkan persepsi diri yang negatif.
Semua penjelasan di atas tentunya merupakan hasil dari parenting negatif yang berkelanjutan, bukan perilaku yang terjadi sesekali saja. Saat Anda berteriak pada anak karena memecahkan cangkir kopi favorit Anda, tidak sama dampaknya dengan pola kritik atau kekerasan fisik yang konsisten. Sama seperti satu hari yang buruk tidak membuat Anda telah menjadi orangtua yang buruk.
Pola asuh positif
Mengubah gaya pengasuhan Anda membutuhkan kesabaran, kejujuran, dan kerja keras. Menjadi orangtua adalah pekerjaan tersulit di dunia. Ingatlah bahwa Anda belajar sambil berjalan dan setiap hari adalah kesempatan untuk memulai dari awal. Berikut adalah beberapa tips untuk membantu orangtua berfokus pada hal positif.
- Dengarkan pikiran dan perasaan anak
Kita semua ingin didengarkan, meskipun orangtua tidak selalu setuju dengan yang dikatakan anak. Ketika berbicara dengan anak, orangtua perlu mendengarkan (baca: memahami) kekhawatiran dan frustrasi anak, memvalidasi perasaannya, dan menjelaskan bahwa anak memiliki hak untuk marah, tetapi tidak untuk bertindak negatif (seperti melempar, memukul, membentak). Sebaliknya, berikan alternatif bagi anak untuk mengelola emosinya.
- Sediakan konsekuensi yang sesuai
Saat menggunakan disiplin, sangat penting untuk memberikan konsekuensi yang mengajarkan anak pelajaran positif. Memukul anak tidak mengajarkan apa pun tentang konsekuensi, justru dapat mengakibatkan kebencian dan kemarahan.
Lebih baik bila anak berperilaku sesuai harapan, orangtua memberi apresiasi, hadiah atau melakukan sesuatu yang disukai anak, yang dapat diberikan dalam waktu segera. Pastikan konsekuensinya sesuai dengan perilaku yang Anda perbaiki.
Jika orangtua ingin ”melabeli”, mereka harus memastikan bahwa mereka melabeli perilaku, bukan orangnya. Misalnya, ketika seorang anak bertingkah, katakan bahwa itu adalah perilaku menindas, bukan mengatakan, ”Kamu adalah penindas”.
- Tidak menahan perhatian
Kita semua pernah marah kepada anak kita, tetapi mengabaikannya hanya akan membingungkan mereka. Beri penjelasan bahwa Anda marah, meskipun begitu Anda tetap mencintai mereka. Jika Anda membutuhkan waktu, coba berikan waktu jeda (1 menit untuk setiap usia anak) dan tenangkan diri untuk mengumpulkan pikiran dan perasaan Anda.
- Biarkan mereka membuat kesalahan
Hidup ini penuh kesulitan, jadi biarkan anak bereksplorasi menjadi kreatif dan membuat kesalahan, tanpa mempermalukan atau mengkritik mereka. Ketika anak membuat kesalahan, tanyakan kepadanya, ”Apa yang bisa kamu lakukan lagi?”.
Gunakan kesalahan Anda sendiri sebagai kesempatan untuk menunjukkan kepada anak bahwa belajar tidak pernah berhenti, kita semua dapat mengalami hari-hari buruk kita. Mengakui saat Anda melakukan kesalahan, meminta maaf, dan berusaha memperbaiki diri adalah baik untuk semua pihak.
Akhir kata, we may not be able to prepare the future for our children, but we can at least prepare our children for the future (Franklin D Roosevelt).
Meskipun tidak mungkin menjadi orangtua yang sempurna, tidak pernah salah untuk mencoba dan menjadi yang terbaik yang Anda bisa. Karena orangtua membimbing anak, membentuknya menjadi orang yang akhirnya menjadi dan juga bertindak sebagai panutan.