Universitas Terbuka bersiap menjadi perguruan tinggi negeri berbadan hukum yang memiliki otonomi penuh. Potensi untuk meningkatkan akses hingga satu juta mahasiswa ditargetkan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Menjangkau yang tidak terjangkau menjadi komitmen Universitas Terbuka untuk mengajak generasi muda Indonesia berkuliah tanpa terkendala jarak dan waktu. Peningkatan layanan pendidikan tinggi secara daring yang disediakan Universitas Terbuka terus ditingkatkan dengan target mampu menjangkau satu juta mahasiswa tiap tahun.
Kondisi pandemi Covid-19 membuat Universitas Terbuka (UT) semakin dilirik. Di semester awal tahun 2022 ini, pendaftaran mahasiswa UT mencapai angka yang signifikan, yakni 346.088 mahasiswa. Penerimaan mahasiswa UT yang berlangsung dua kali dalam satu tahun ini juga sudah diakui menjadi bagian seleksi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) jalur undangan/prestasi, yakni seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SMPTN).
”Dalam beberapa bulan ke depan, UT akan meningkatkan statusnya dari PTN Badan Layanan Umum atau PTN-BLU menjadi PTN Badan Hukum atau PTN-BH. Ada keleluasaan secara akademik dan non-akademik bagi UT untuk lebih meningkatkan layanan kuliah jarak jauh. Kami yakin target satu juta mahasiswa bisa terjangkau untuk bisa memberi kesempatan seluas-luasnya bagi siapa saja meningkatkan diri dengan kuliah secara jarak jauh yang berkualitas,” kata Rektor UT Ojat Darojat di acara forum diskusi mendalam bertajuk ”Transformasi UT Menuju PTN-BH” yang digelar secara daring dan luring di Kampus UT di Tangerang Selatan, Jumat (11/3/2022). Tampil sebagai narasumber kunci Staf Khusus Wakil Presiden RI Mohamad Nasir.
Tantangan untuk mencapai jumlah satu juta mahasiswa disampaikan Mohamad Nasir yang menjabat Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (2014-2019). Peningkatan ini membutuhkan pembenahan internal UT, salah satunya dengan bertransformasi menjadi PTN-BH agar dapat mengelola keuangan secara penuh, berinovasi untuk mencari sumber pendanaan di luar mahasiswa, dan membuka program studi baru S-1 dan pascasarjana yang diminati masyarakat atau dibutuhkan dunia usaha/industri.
”Mahasiswa tidak usah galau. Meskipun nanti status UT jadi PTN-BH, sumber pendanaannya bukan dengan menaikkan uang kuliah tunggal atau UKT mahasiswa. Dengan menambah kapasitas daya tampung yang tetap mengutamakan layanan kuliah jarak jauh berkualitas, justru UT ingin memberikan peluang kuliah bagi semua orang dengan mengoptimalkan teknologi digital di pendidikan,” kata Ojat.
Dalam beberapa tahun ini, UT bergabung dalam seleksi nasional PTN yang digelar lembaga tes masuk perguruan tinggi untuk menjaring lulusan SMA/SMK sederajat yang berprestasi. Tiap tahun ada kuota 100 mahasiswa baru UT yang diseleksi dari jalur tanpa tes/prestasi dan mendapat biaya kuliah secara penuh dari UT.
Bagi mahasiswa lulusan SMA/SMK sederajat atau pekerja usia dewasa yang kuliah sambil bekerja, UT memberikan dukungan agar bisa sukses menuntaskan kuliah jarak jauh dengan belajar mandiri. Di tingkat pertama, penguatan dilakukan sejak awal kuliah dengan menggelar lokakarya tentang belajar jarak jauh.
Kuliah jarak jauh bukan memindahkan kuliah konvensional dengan Zoom, Google Meet, atau sejenisnya. Tapi ada metode kuliah digital yang membuat perkuliahan jadi efektif.
Di tengah semester, mahasiswa disiapkan dapat menjalankan asesmen atau ujian dengan membangun kepercayaan diri hingga melakukan ujian yang jujur. ”Kami menyadari belajar mandiri bisa membuat demotivasi jika tidak disiapkan dengan baik. Karena itu, kemajuan belajar jarak jauh tiap mahasiswa dimonitor supaya mereka mampu menjalankan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan tangguh,” kata Ojat.
Meningkatkan akses kuliah
Sementara itu, Nasir mengatakan, kuliah jarak jauh yang dilakukan UT selama ini dipandang sebelah mata. Padahal, potensi UT untuk bisa meningkatkan akses kuliah bagi generasi muda Indonesia cukup besar. Sebab, untuk PT konvensional, peningkatan jumlah mahasiswa berarti investasi yang besar untuk gedung kuliah dan dosen. Semisal untuk program studi eksakta, rasio dosen dan mahasiswa ditetapkan 1 : 20, sedangkan program studi sosial 1 : 30.
Dengan pemanfaatan teknologi digital pendidikan, kapasitas UT sebenarnya bisa ditingkatkan. Dukungan tata kelola dengan menjadikan UT sebagai PTN-BH, maka rencana untuk meningkatkan kapasitas mahasiswa hingga satu juta mahasiswa bisa dilakukan dengan berbagai terobosan inovatif. Apalagi, penggunaan internet di Indonesia terus meningkat dan perlu diarahkan untuk mendongkrak produktivitas, salah satunya kuliah jarak jauh.
”Kuliah jarak jauh bukan memindahkan kuliah konvensional dengan Zoom, Google Meet, atau sejenisnya. Tapi ada metode kuliah digital yang membuat perkuliahan jadi efektif. UT sudah punya modal, dan perlu didorong untuk meningkat kualitas layanannya untuk semakin menjangkau mereka yang tidak terjangkau kuliah,” kata Nasir.
Nasir mendorong peningkatan UT sebagai PTN-BH dapat mendongkrak kualitas program studi yang ada. Lebih dari 60 persen akreditasi prodi UT harus unggul. Selain itu, mahasiswa juga dibekali dengan mata kuliah kewirausahaan untuk memberikan pilihan karier seusai lulus.
Perubahan status PTN menjadi BU memberikan otonomi yang luas kepada PT untuk bisa mengembangkan diri sebagai PTN unggul dan berkelas dunia. Tahapan untuk PTN bisa bertransformasi mengelola dirinya dilakukan secara bertahap mulai dari PTN satuan kerja (pengelolaan keuangan lebur dalam kementerian), PTN-BLU (semi otonomi), hingga PTN-BH (otonomi penuh).
Dalam Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang disiapkan pemerintah, status PTN disebutkan berbadan hukum. Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek, Anindito Aditomo mengatakan, ini bertujuan supaya PTN bisa mengatur keuangan dan SDM secara lebih mandiri/otonom.
”Inovasi akan lahir kalau sebuah organisasi bisa mengatur, mengelola anggaran dan SDM secara lebih bebas, sesuai kebutuhan dan konteksnya. Namun, ini bukan pengurangan subsidi pemerintah. Tetap ada pembiayaan dari pemerintah sesuai dengan standar pembiayaan yang ditetapkan pemerintah,” kata Anindito.
Namun, menurut Anindito, setelah PTN berbadan hukum, PTN tidak kemudian diperbolehkan komersil. Sebab, subsidi pemerintah ke PTN tidak dikurangi. PTN-BH tetap harus memenuhi kewajiban minimal 20 persen kursi untuk mahasiswa dari keluarga tidak mampu.